Vaksinasi di Balik Asa Pariwisata
loading...
A
A
A
Oleh : Prof Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Setahun telah berlalu sejak Presiden Joko Widodo mengonfirmasi kasus Covid-19 pertama masuk Indonesia. Dampaknya terasa hingga berbagai sektor ekonomi, khususnya sektor pariwisata. Terbatasnya mobilitas masyarakat akibat pandemi membawa sektor pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh Covid-19. Berdasarkan data BPS, hingga kini kondisi sektor pariwisata masih tertatih untuk bangkit. Hal itu terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang tercatat hanya 141.300 di Januari 2021. Artinya, masih terjadi penurunan 13,90% dibandingkan Desember 2020 bahkan turun hingga 89,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sejatinya, sektor pariwisata merupakan invisible export karena kemampuannya mendatangkan manfaat bagi pendapatan daerah maupun pendapatan masyarakat yang tentunya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kreishan (2014) menyatakan pariwisata merupakan industri yang mampu memberikan kontribusi substansial bagi perekonomian, seperti menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, serta dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang mampu mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi yang bersinergi dengan pariwisata. Karena itu, tak mengherankan jika terpukulnya sektor pariwisata secara langsung berdampak signifikan pula terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi daerah yang roda perekonomiannya ditopang oleh sektor pariwisata.
Pertumbuhan ekonomi Malang Raya yang turun signifikan pada 2020 merupakan salah satu bukti nyata bahwa daerah yang identik sebagai wilayah destinasi wisata juga turut terpuruk akibat Covid-19. Kota Malang dan Kabupaten Malang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi hingga minus 2% (yoy) pada 2020. Selain kedua wilayah tersebut, Kota Batu menjadi wilayah terparah di Malang Raya yang juga mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi hingga minus 6,46% (yoy). Hal itu terjadi tak lain karena terhentinya aktivitas di sektor pariwisata selama kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat digulirkan untuk menekan laju penyebaran virus Covid- 19.
Vaksinasi dan Pemulihan Sektor Pariwisata
Sektor pariwisata memang sangat bergantung pada mobilitas masyarakat, maka bila tren kasus Covid-19 masih tinggi tentu pemulihan sektor ini pun akan terhambat. Artinya, pada kondisi saat ini vaksinasi merupakan kunci utama yang bisa membantu pemulihan sektor pariwisata. Tidak pernah ada yang tahu kapan berakhirnya pandemi Covid-19, namun vaksinasi dipercaya menjadi game changer yang akan mengubah kondisi sektor pariwisata menjadi lebih baik. Besar harapan dengan terbentuknya herd immunity melalui vaksinasi, maka efek pandemi dapat ditekan dan diminimalkan serendah mungkin sehingga aktivitas masyarakat perlahan dapat kembali pulih dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan sebagai budaya dalam adaptasi kebiasaan baru.
Pada sisi ketersediaan vaksin, Indonesia kini dihadapkan dengan tantangan kian menipisnya jumlah vaksin. Di tengah gentingnya kebutuhan vaksin di Indonesia guna mendorong pemulihan ekonomi nasional, ketersediaan vaksin di beberapa produsen tengah menipis akibat lonjakan kasus gelombang ketiga atau third wave , di antaranya Eropa, Amerika Selatan, dan Asia seperti India, Filipina, Papua Nugini, dan Brasil. Akibatnya, berbagai negara produsen vaksin yang berada di lokasi terjadinya lonjakan gelombang ketiga memprioritaskan vaksin tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam negaranya masing-masing. Kondisi ini membawa dampak terhadap pasokan vaksin Covid-19 di ratusan negara di dunia, termasuk Indonesia. Alhasil, jumlah vaksin yang seharusnya tersedia untuk bulan Maret dan April masing-masing 15 juta dosis atau 30 juta dosis untuk dua bulan, Indonesia hanya mendapatkan dua pertiganya atau 20 juta dosis saja.
Pada sisi distribusi, pemerintah hingga kini masih terus berusaha memacu pelaksanaan program vaksinasi. Kementerian Kesehatan menerbitkan surat edaran untuk kepala dinas kesehatan di provinsi dan kabupaten/kota tentang optimalisasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Pada surat tersebut pemerintah memberikan arahan untuk penambahan rentang waktu jeda suntikan pertama dan kedua dari 14 hari menjadi 28 hari sebagai wujud strategi pemerintah untuk dapat memperluas suntikan vaksin kepada masyarakat. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga meminta daerah menggunakan Vaksin Covid-19 secepat mungkin agar tidak kedaluwarsa. Data menunjukkan bahwa sejak program vaksinasi dimulai pada Januari 2021 baru tercatat sekitar 4,7 juta penerima vaksin. Jika direrata, setiap hari pemerintah baru bisa mencapai sekitar 73.000 penerima vaksin. Di sisi lain, Presiden Jokowi telah menargetkan bahwa vaksinasi dapat selesai dalam satu tahun. Jika berdasarkan target tersebut, sejatinya penyuntikan vaksin harus dilakukan 30 juta dosis setiap bulan atau 1 juta dosis per hari.
Pendistribusian vaksin memiliki keterkaitan erat dengan kecepatan pemulihan ekonomi daerah dan nasional. Distribusi vaksin yang lambat dan tidak merata akan berdampak langsung pada perekonomian. Vaksinasi diharapkan dapat segera menjangkau cakupan yang lebih luas di berbagai wilayah Indonesia. Karena itu, bukan saja profesi dan usia tertentu yang saat ini menjadi prioritas pemerintah, namun juga berbagai wilayah yang menggantungkan roda perekonomiannya pada sektor pariwisata kini juga perlu menjadi prioritas pemerintah dalam pendistribusian vaksinasi. Hal itu tak lain dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan dalam melaksanakan aktivitas wisata di daerah tersebut.
Tantangan Masa Depan
Pandemi hingga kini belum juga usai, masih terus mengancam dunia. Kebutuhan masyarakat terhadap vaksin akan terus ada selama virus belum menghilang. Embargo vaksin Covid-19 yang dilakukan oleh negara produsen vaksin menjadi peringatan bagi Indonesia bahwa negara kita perlu mandiri dalam memproduksi vaksin. Artinya, Indonesia harus memiliki kemandirian bangsa dalam memproduksi vaksin untuk mengurangi ketergantungan terhadap vaksin yang berasal dari luar.
Pada saat ini, dalam jangka pendek, program vaksinasi nasional perlu tetap berjalan sesuai dengan rencana. Hal ini merupakan komitmen pemerintah sehingga masyarakat dapat terlindungi dari Covid-19. Meski demikian, seiring dengan terus berjalannya program vaksinasi, Indonesia juga terus mengawal pengembangan vaksin buatan dalam negeri yang diberi nama Merah Putih. Kemandirian vaksin dapat memberi Indonesia keleluasaan untuk memilih platform yang tepat dan sesuai untuk mengurangi ketergantungan terhadap vaksin impor secara bertahap. Semoga.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Setahun telah berlalu sejak Presiden Joko Widodo mengonfirmasi kasus Covid-19 pertama masuk Indonesia. Dampaknya terasa hingga berbagai sektor ekonomi, khususnya sektor pariwisata. Terbatasnya mobilitas masyarakat akibat pandemi membawa sektor pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh Covid-19. Berdasarkan data BPS, hingga kini kondisi sektor pariwisata masih tertatih untuk bangkit. Hal itu terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang tercatat hanya 141.300 di Januari 2021. Artinya, masih terjadi penurunan 13,90% dibandingkan Desember 2020 bahkan turun hingga 89,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sejatinya, sektor pariwisata merupakan invisible export karena kemampuannya mendatangkan manfaat bagi pendapatan daerah maupun pendapatan masyarakat yang tentunya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kreishan (2014) menyatakan pariwisata merupakan industri yang mampu memberikan kontribusi substansial bagi perekonomian, seperti menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, serta dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang mampu mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi yang bersinergi dengan pariwisata. Karena itu, tak mengherankan jika terpukulnya sektor pariwisata secara langsung berdampak signifikan pula terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi daerah yang roda perekonomiannya ditopang oleh sektor pariwisata.
Pertumbuhan ekonomi Malang Raya yang turun signifikan pada 2020 merupakan salah satu bukti nyata bahwa daerah yang identik sebagai wilayah destinasi wisata juga turut terpuruk akibat Covid-19. Kota Malang dan Kabupaten Malang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi hingga minus 2% (yoy) pada 2020. Selain kedua wilayah tersebut, Kota Batu menjadi wilayah terparah di Malang Raya yang juga mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi hingga minus 6,46% (yoy). Hal itu terjadi tak lain karena terhentinya aktivitas di sektor pariwisata selama kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat digulirkan untuk menekan laju penyebaran virus Covid- 19.
Vaksinasi dan Pemulihan Sektor Pariwisata
Sektor pariwisata memang sangat bergantung pada mobilitas masyarakat, maka bila tren kasus Covid-19 masih tinggi tentu pemulihan sektor ini pun akan terhambat. Artinya, pada kondisi saat ini vaksinasi merupakan kunci utama yang bisa membantu pemulihan sektor pariwisata. Tidak pernah ada yang tahu kapan berakhirnya pandemi Covid-19, namun vaksinasi dipercaya menjadi game changer yang akan mengubah kondisi sektor pariwisata menjadi lebih baik. Besar harapan dengan terbentuknya herd immunity melalui vaksinasi, maka efek pandemi dapat ditekan dan diminimalkan serendah mungkin sehingga aktivitas masyarakat perlahan dapat kembali pulih dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan sebagai budaya dalam adaptasi kebiasaan baru.
Pada sisi ketersediaan vaksin, Indonesia kini dihadapkan dengan tantangan kian menipisnya jumlah vaksin. Di tengah gentingnya kebutuhan vaksin di Indonesia guna mendorong pemulihan ekonomi nasional, ketersediaan vaksin di beberapa produsen tengah menipis akibat lonjakan kasus gelombang ketiga atau third wave , di antaranya Eropa, Amerika Selatan, dan Asia seperti India, Filipina, Papua Nugini, dan Brasil. Akibatnya, berbagai negara produsen vaksin yang berada di lokasi terjadinya lonjakan gelombang ketiga memprioritaskan vaksin tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam negaranya masing-masing. Kondisi ini membawa dampak terhadap pasokan vaksin Covid-19 di ratusan negara di dunia, termasuk Indonesia. Alhasil, jumlah vaksin yang seharusnya tersedia untuk bulan Maret dan April masing-masing 15 juta dosis atau 30 juta dosis untuk dua bulan, Indonesia hanya mendapatkan dua pertiganya atau 20 juta dosis saja.
Pada sisi distribusi, pemerintah hingga kini masih terus berusaha memacu pelaksanaan program vaksinasi. Kementerian Kesehatan menerbitkan surat edaran untuk kepala dinas kesehatan di provinsi dan kabupaten/kota tentang optimalisasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Pada surat tersebut pemerintah memberikan arahan untuk penambahan rentang waktu jeda suntikan pertama dan kedua dari 14 hari menjadi 28 hari sebagai wujud strategi pemerintah untuk dapat memperluas suntikan vaksin kepada masyarakat. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga meminta daerah menggunakan Vaksin Covid-19 secepat mungkin agar tidak kedaluwarsa. Data menunjukkan bahwa sejak program vaksinasi dimulai pada Januari 2021 baru tercatat sekitar 4,7 juta penerima vaksin. Jika direrata, setiap hari pemerintah baru bisa mencapai sekitar 73.000 penerima vaksin. Di sisi lain, Presiden Jokowi telah menargetkan bahwa vaksinasi dapat selesai dalam satu tahun. Jika berdasarkan target tersebut, sejatinya penyuntikan vaksin harus dilakukan 30 juta dosis setiap bulan atau 1 juta dosis per hari.
Pendistribusian vaksin memiliki keterkaitan erat dengan kecepatan pemulihan ekonomi daerah dan nasional. Distribusi vaksin yang lambat dan tidak merata akan berdampak langsung pada perekonomian. Vaksinasi diharapkan dapat segera menjangkau cakupan yang lebih luas di berbagai wilayah Indonesia. Karena itu, bukan saja profesi dan usia tertentu yang saat ini menjadi prioritas pemerintah, namun juga berbagai wilayah yang menggantungkan roda perekonomiannya pada sektor pariwisata kini juga perlu menjadi prioritas pemerintah dalam pendistribusian vaksinasi. Hal itu tak lain dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan dalam melaksanakan aktivitas wisata di daerah tersebut.
Tantangan Masa Depan
Pandemi hingga kini belum juga usai, masih terus mengancam dunia. Kebutuhan masyarakat terhadap vaksin akan terus ada selama virus belum menghilang. Embargo vaksin Covid-19 yang dilakukan oleh negara produsen vaksin menjadi peringatan bagi Indonesia bahwa negara kita perlu mandiri dalam memproduksi vaksin. Artinya, Indonesia harus memiliki kemandirian bangsa dalam memproduksi vaksin untuk mengurangi ketergantungan terhadap vaksin yang berasal dari luar.
Pada saat ini, dalam jangka pendek, program vaksinasi nasional perlu tetap berjalan sesuai dengan rencana. Hal ini merupakan komitmen pemerintah sehingga masyarakat dapat terlindungi dari Covid-19. Meski demikian, seiring dengan terus berjalannya program vaksinasi, Indonesia juga terus mengawal pengembangan vaksin buatan dalam negeri yang diberi nama Merah Putih. Kemandirian vaksin dapat memberi Indonesia keleluasaan untuk memilih platform yang tepat dan sesuai untuk mengurangi ketergantungan terhadap vaksin impor secara bertahap. Semoga.
(war)