Presidium Gerakan Pro Demokrasi, Andrianto mengungkap persoalan hukum, yang dihadapi Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan. Foto/SINDOnews/Ilustrasi
AAA
JAKARTA - Presidium Gerakan Pro Demokrasi Indonesia, Andrianto mengungkap persoalan hukum, yang dihadapi Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan.
Dia menjelaskan sebenarnya banyak masyarakat yang kurang mengikuti persidangan terdakwa Syahganda Nainggolan ini. Sebab, kata dia, di masa Pandemi Covid-19 ini sidang dilakukan secara online, sehingga terdakwa tidak dihadirkan serta pengunjung juga dibatasi.
Kata Andrianto, beberapa Pengadilan Negeri di Jakarta membuat live streaming YouTube untuk kepentingan publik, namun dalam kasus persidangan di Depok ini, tidak ada fasilitas itu. Dia menambahkan, media massa sendiri memberitakan persidangan ini terbatas pada hal-hal yang bisa didengar wartawan tersebut.
"Untuk itu perlu kami tuliskan di sini beberapa hal penting terkait fakta persidangan yang kami lihat selama ini. Yakni pertama, terdakwa dipenjara karena barang bukti Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yakni men tweets terkait isu cukong (oligarki), isu penolakan RUU Omnibus Law Ciptaker dan keinginan berdemonstrasi," ujarnya.
Kedua kata dia, peradilan itu telah dilakukan sebanyak 17 kali dengan menghadirkan saksi pelapor, saksi fakta dan ahli. Baik yang dihadirkan Jaksa maupun penasihat hukum terdakwa.
"Nah, terkait isu cukong, awal muasalnya adalah pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mengkritisi Pilkada di Indonesia, yang menurutnya sudah 92% dibiayai cukong," imbuhnya.
Dia mengatakan, pernyataan Mahfud MD disiarkan salah satu media massa pada 11 September 2020 berjudul "Mahfud MD Sebut 92 Persen Calon Kepala Daerah Dibiayai Cukong". Isi beritanya, kata dia, antara lain Mahfud MD menerangkan bahaya pengaruh cukong-cukong tersebut setelah pemilihan selesai.
"Menurutnya mereka akan melahirkan korupsi kebijakan. Korupsi kebijakan itu antara lain meliputi lisensi penguasaan lahan hutan dan penguasaan tambang. Ini lebih berbahaya daripada korupsi uang," ungkapnya.
Dia mengatakan, pernyataan Mahfud MD ini menarik perhatian terdakwa Syahganda. "Dia (Syahganda, red) lalu memasukkan link berita ini ke Tweeter serta men-share komentar 'Ini Artinya Pemerintah mengakui Kedaulatan Rakyat Itu Tidak ada, yang ada kedaulatan cukong-cukong. Itulah Sebabnya Kami mendorong perubahan untuk selamatkan Indonesia dari kekuasaan cukong-cukong (oligarki). Kembali ke cita-cita proklamasi'," ucapnya.