Jumhur Hidayat Bacakan Pledoi Bumiputera Menggugat di Persidangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat membacakan pledoi berjudul Bumiputera Menggugat di PN Jakarta Jakarta Selatan, Kamis (30/9/2021). Terdakwa kasus penyebaran berita bohong tentang Omnibus Law UU Ciptaker itu punya alasan memberi judul begitu pada nota pembelaannya.
Jumhur mengatakan, saat ini merupakan era globalisasi, bukan hanya pertukaran uang, investasi, barang, dagangan, tapi bisa juga berupa orang. Terutama bila sebuah negara tak cermat, proses migrasi secara besar bisa saja terjadi ke negara ini, yang mana dianggapnya mengerikan.
"Kalau kita biarkan cara berpikir orang masuk seenaknya ke Indonesia, maka bumiputera, emak-emak gw, babe gw pada, nenek moyang kita semualah, itu bisa kegusur, gitu loh. Jadi, kita harus mengingatkan pada siapapun yang berkuasa, jangan gampang untuk membuat orang masuk," ujarnya seusai persidangan, Kamis (30/9/2021).
Menurutnya, jangan sampai membuat orang Indonesia menjadi kecanduan globalisasi dari luar, khususnya untuk orang luar. Lalu, harus pula berhati-hati dengan orang yang ada di dalam negeri yang menjadi kaki tangan mereka.
"Kaki tangan ini yang akhirnya membuat kita diadu domba, dan saya merasa diadu domba. Itu soal bumiputera," tuturnya.
Dalam persidangan, pengacara Jumhur, Oky Wiratama daam pledoinya menerangkan menyatakan bahwa dari seluruh rangkaian persidangan, fakta-fakta, bukti-bukti yang dihadirkan, dan berdasarkan penjelasan saksi dan ahli, kliennya itu tak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Maka itu, majelis hakim diharapkan memgadili perkara Jumhur menggunakan metode analisis yuridis komprehensif.
"Bahwa didalam putusan kami berharap majelis hakim akan membuka hati nurani dengan ungkapan the conscience of the court, yang artinya pengadilan juga dapat mempunyai hati nurani, Hakim tidak dapat hanya berlindung dibelakang undang-undang, ia harus tampil dalam totalitas, termasuk dengan hati nuraninya," jelasnya.
Dia menerangkan, memutus dengan hati nurani menunjukkan hukum itu bukan skema-skema sederhana yang mekanistis, hukum penuh dengan kandungan makna-makna dan ditangan para hakimlah ia menjadi keadilan yang hidup. Majelis Hakim diharapkan menerapkan pula apa yang dikenal dengan kebijakan mengadili atau judicial discretion karena dengan menerapkan metode itu diharapkan putusan yang bisa diterima oleh semua pihak.
Maka itu, pengacara Jumhur memohon pada majelis hakim untuk memberikan putusan dan menyatakan Jumhur Hidayat tak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primair, kakwaan subsidair, dan/atau dakwaan lebih subsidair.
"Membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya," kata Oky.
Jumhur mengatakan, saat ini merupakan era globalisasi, bukan hanya pertukaran uang, investasi, barang, dagangan, tapi bisa juga berupa orang. Terutama bila sebuah negara tak cermat, proses migrasi secara besar bisa saja terjadi ke negara ini, yang mana dianggapnya mengerikan.
"Kalau kita biarkan cara berpikir orang masuk seenaknya ke Indonesia, maka bumiputera, emak-emak gw, babe gw pada, nenek moyang kita semualah, itu bisa kegusur, gitu loh. Jadi, kita harus mengingatkan pada siapapun yang berkuasa, jangan gampang untuk membuat orang masuk," ujarnya seusai persidangan, Kamis (30/9/2021).
Menurutnya, jangan sampai membuat orang Indonesia menjadi kecanduan globalisasi dari luar, khususnya untuk orang luar. Lalu, harus pula berhati-hati dengan orang yang ada di dalam negeri yang menjadi kaki tangan mereka.
"Kaki tangan ini yang akhirnya membuat kita diadu domba, dan saya merasa diadu domba. Itu soal bumiputera," tuturnya.
Dalam persidangan, pengacara Jumhur, Oky Wiratama daam pledoinya menerangkan menyatakan bahwa dari seluruh rangkaian persidangan, fakta-fakta, bukti-bukti yang dihadirkan, dan berdasarkan penjelasan saksi dan ahli, kliennya itu tak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Maka itu, majelis hakim diharapkan memgadili perkara Jumhur menggunakan metode analisis yuridis komprehensif.
"Bahwa didalam putusan kami berharap majelis hakim akan membuka hati nurani dengan ungkapan the conscience of the court, yang artinya pengadilan juga dapat mempunyai hati nurani, Hakim tidak dapat hanya berlindung dibelakang undang-undang, ia harus tampil dalam totalitas, termasuk dengan hati nuraninya," jelasnya.
Baca Juga
Dia menerangkan, memutus dengan hati nurani menunjukkan hukum itu bukan skema-skema sederhana yang mekanistis, hukum penuh dengan kandungan makna-makna dan ditangan para hakimlah ia menjadi keadilan yang hidup. Majelis Hakim diharapkan menerapkan pula apa yang dikenal dengan kebijakan mengadili atau judicial discretion karena dengan menerapkan metode itu diharapkan putusan yang bisa diterima oleh semua pihak.
Maka itu, pengacara Jumhur memohon pada majelis hakim untuk memberikan putusan dan menyatakan Jumhur Hidayat tak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primair, kakwaan subsidair, dan/atau dakwaan lebih subsidair.
"Membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya," kata Oky.
(muh)