Facebook vs Australia, AMSI: Ini soal Hubungan Tidak Fair Perusahaan Teknologi dan Media
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Australia sedang berpolemik dengan Facebook . Pemicunya adalah pemblokiran Facebook terhadap konten berita di Negeri Kanguru itu.
Dalam wawancara dengan MNC Trijaya FM, Jumat (19/2/2021), Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut memaparkan, perseteruan antara pemerintah Australia dan Facebook sebenarnya merupakan perdebatan panjang antara perusahaan teknologi dan media massa.
"Konten media massa praktis 60 persen didistribusikan perusahaan teknologi baik Facebook, Google, dll. Pola hubungannya yang selama ini terjadi, tidak fair. Di Google, konten media diambil ke indeksnya sehingga muncul isu publisher rights, hak cipta konten yang diproduksi media," ujar Wens, panggilan akrabnya.
(Baca:Disuruh Bayar, Ehh Facebook Malah Blokir Konten Berita di Australia)
Di beberapa negara, Google bersedia membayar konten media. Namun dalam konteks Facebook, mereka tidak mengambil mengindeks, konten diposting audience. FB sebagai distributor maupun produsen konten isunya adalah transparansi. FB melalui algoritma dll., seringkali merugikan perusahaan media.
"Soal tanggung jawab platform, terkait ruang publik, hoax, hate speech, dll. Tanggung jawab perusahaan teknologi itu apa? Beberapa negara diaturlah dengan social media law," lanjut Wens.
Wens juga menjelaskan layanan instant article Facebook."Selama setahun terakhir, publisher sepertinya diarahkan ke instant articlesehingga landing page kontennya di Facebook. Memang ada share pendapatan, tetapi kalau itu yang terjadi, publisherhanya akan menjadi content provider," ujar dia.
(Baca:6 Anggota FPI Ditembak Mati, Facebook Bersih-bersih Konten Lagi)
Di Australia, pemerintah setempat ingin mengatur pola hubungan ini agar tidak berbenturan secara ekstrem sehingga FB memilih melarang atau mematikan unggahan konten berita dari media Australia.
Apakah problem tersebut bisa terjadi di Indonesia? Menurut Wens, di Indonesia ada UU ITE yang mengatur user bukan platform. Ibarat transportasi, UU ITE mengatur penumpang, bukan busnya. Padahal di Eropa sudah fokus mengatur platform.
Dalam wawancara dengan MNC Trijaya FM, Jumat (19/2/2021), Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut memaparkan, perseteruan antara pemerintah Australia dan Facebook sebenarnya merupakan perdebatan panjang antara perusahaan teknologi dan media massa.
"Konten media massa praktis 60 persen didistribusikan perusahaan teknologi baik Facebook, Google, dll. Pola hubungannya yang selama ini terjadi, tidak fair. Di Google, konten media diambil ke indeksnya sehingga muncul isu publisher rights, hak cipta konten yang diproduksi media," ujar Wens, panggilan akrabnya.
(Baca:Disuruh Bayar, Ehh Facebook Malah Blokir Konten Berita di Australia)
Di beberapa negara, Google bersedia membayar konten media. Namun dalam konteks Facebook, mereka tidak mengambil mengindeks, konten diposting audience. FB sebagai distributor maupun produsen konten isunya adalah transparansi. FB melalui algoritma dll., seringkali merugikan perusahaan media.
"Soal tanggung jawab platform, terkait ruang publik, hoax, hate speech, dll. Tanggung jawab perusahaan teknologi itu apa? Beberapa negara diaturlah dengan social media law," lanjut Wens.
Wens juga menjelaskan layanan instant article Facebook."Selama setahun terakhir, publisher sepertinya diarahkan ke instant articlesehingga landing page kontennya di Facebook. Memang ada share pendapatan, tetapi kalau itu yang terjadi, publisherhanya akan menjadi content provider," ujar dia.
(Baca:6 Anggota FPI Ditembak Mati, Facebook Bersih-bersih Konten Lagi)
Di Australia, pemerintah setempat ingin mengatur pola hubungan ini agar tidak berbenturan secara ekstrem sehingga FB memilih melarang atau mematikan unggahan konten berita dari media Australia.
Apakah problem tersebut bisa terjadi di Indonesia? Menurut Wens, di Indonesia ada UU ITE yang mengatur user bukan platform. Ibarat transportasi, UU ITE mengatur penumpang, bukan busnya. Padahal di Eropa sudah fokus mengatur platform.