PSHK Beberkan Sejumlah Ketentuan Hukum Penghambat Kerja Jurnalistik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asisten Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Nurul Fazrie mengungkap beberapa ketentuan hukum yang menghambat kinerja jurnalis . Terdapat pasal karet Undang-Undang (UU) ITE dan Peraturan Menteri Kominfo yang digunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis.
Menurutnya, ketentuan hukum itu sering disalahgunakan untuk menargetkan jurnalis dengan tuduhan mencemarkan nama baik, dan berita bohong. Jurnalis dan media independen kerap menerima intimidasi, serangan fisik, digital, dan pelecehan seksual tanpa upaya penegakan hukum yang serius.
"Nah ini perlu dilihat dari mana akar masalahnya terjadi, ternyata kriminalisasi dan sensor-sensor berita tersebut yang menghambat kualitas atau pergerakan pers di Indonesia ini didasari dari sejumlah regulasi-regulasi yang bermasalah. Nah regulasi ini berdasar salah satunya pada beberapa pasal karet di UU ITE," ujar Nurul di dalam acara peluncuran policy paper, di Jakarta Selatan, Rabu (21/2/2024).
Dia menjelaskan, media yang bebas dan independen menjadi hal yang penting untuk menyalurkan informasi yang objektif sesuai dengan fakta di lapangan. Tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun atau atas dasar kepentingan apa pun, agar kinerja jurnalis bisa berjalan sesuai.
Oleh sebab itu, PSHK merekomendasikan kertas kerja kebijakan atau policy paper agar kebijakan hukum itu bisa direvisi. Adapun ketentuan hukum yang dinilai membatasi di antaranya:
- Pasal 26 Ayat (3), 27 Ayat (1) dan Ayat 3, Pasal 28 Ayat (2), Pasal 29, Pasal 36, Pasal 40 Ayat (2) huruf a dan b, dan Pasal 45 Ayat (3) UU ITE.
- UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
- Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Menurutnya, ketentuan hukum itu sering disalahgunakan untuk menargetkan jurnalis dengan tuduhan mencemarkan nama baik, dan berita bohong. Jurnalis dan media independen kerap menerima intimidasi, serangan fisik, digital, dan pelecehan seksual tanpa upaya penegakan hukum yang serius.
"Nah ini perlu dilihat dari mana akar masalahnya terjadi, ternyata kriminalisasi dan sensor-sensor berita tersebut yang menghambat kualitas atau pergerakan pers di Indonesia ini didasari dari sejumlah regulasi-regulasi yang bermasalah. Nah regulasi ini berdasar salah satunya pada beberapa pasal karet di UU ITE," ujar Nurul di dalam acara peluncuran policy paper, di Jakarta Selatan, Rabu (21/2/2024).
Dia menjelaskan, media yang bebas dan independen menjadi hal yang penting untuk menyalurkan informasi yang objektif sesuai dengan fakta di lapangan. Tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun atau atas dasar kepentingan apa pun, agar kinerja jurnalis bisa berjalan sesuai.
Oleh sebab itu, PSHK merekomendasikan kertas kerja kebijakan atau policy paper agar kebijakan hukum itu bisa direvisi. Adapun ketentuan hukum yang dinilai membatasi di antaranya:
- Pasal 26 Ayat (3), 27 Ayat (1) dan Ayat 3, Pasal 28 Ayat (2), Pasal 29, Pasal 36, Pasal 40 Ayat (2) huruf a dan b, dan Pasal 45 Ayat (3) UU ITE.
- UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
- Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
(maf)