Kominfo Tekankan Pentingnya Literasi Digital untuk Wujudkan Pemilu Aman dan Damai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penggunaan ruang digital khususnya media sosial (medsos) dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 sangat penting sebagai media sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat. Sebab, media digital sangat membantu terlaksananya tahapan-tahapan pemilu dengan optimal.
Tahun 2024, menjadi tahun terselenggaranya pesta demokrasi. Pelaksanaan pesta lima tahunan yang damai akan menjadi tolak ukur kedewasaan berdemokrasi bagi masyarakat Indonesia. Tak hanya itu, penggunaan ruang digital dengan bijak juga dapat menjadi gambaran matangnya literasi masyarakat di dunia maya.
Anggota Komisi I DPR Subarna mengatakan, pemerintah dan DPR telah menerbitkan UU ITE untuk menjamin ekosistem digital yang akuntabel, aman, dan inovatif. Sehingga, pemilu dalam ruang digital terjamin keamanannya. Karena dapat dipastikan dalam pesta demokrasi penetrasi penggunaan internet akan semakin meningkat.
“Pada 2024, total pemilih generasi Milennial dan Gen Z mencapai lebih dari 50% dari total pemilih, dan paling aktif menggunakan media digital,” katanya dalam acara NGOBRAS atau Ngobrol Bareng Legislator dengan tema “Pemilu Damai Ruang Digital Aman”.
Acara yang gelar Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) ini membahas bagaimana menciptakan ruang digital yang aman. Karena itu, literasi netizen Indonesia harus terus didorong karena jejak digital akan selalu tertinggal.
Pada 2019, netizen Indonesia mendapatkan julukan sebagai netizen paling tidak beradab. Hal ini disebabkan karena alat ukur netizen dunia menilai melalui komentar. Sebagai negara demokrasi masyarakat mewakilkan suaranya melalui wakil rakyat dengan hak suara yang sama.
”Di era digital, tantangan utama dalam berdemokrasi adalah terkait pemahaman dan keterlibatan warganet soal politik yang masih terbatas,” ujarnya, Senin (22/1/2024).
Ketua Umum Relawan TIK Indonesia Fajar Eri Dianto mengatakan, dalam berpolitik di dunia digital, netizen harus beradab dan menjaga kehormatan sebagai warganet yang berbudaya. “Karena itu, perlu melakukan cek sumber informasi dengan melakukan validasi atas informasi yang akan disebarkan,” katanya.
Fajar menambahkan, dengan modal kemampuan digital yang dimiliki, netizen Indonesia dapat menjadi agen perubahan dalam membangun wadah berdemokrasi di ruang digital.
Dosen, Penulis, dan Praktisi Digital Marketing Dian Ikha Pramayanti menyebut, masyarakat Indonesia merupakan pilar dalam indeks informasi dan literasi data. “60% orang Indonesia menggunakan internet. Dan setiap orang menggunakan internet selama 7 jam selama sehari. Karena itu, ruang digital yang maya dapat menjadi ruang nyata,” ujar Dian.
Sehingga meski berselancar di ruang digital, etika tetap perlu agar masyarakat dapat membatasi diri, bijak dan berakhlak. “Upaya membentengi diri dari tindakan negatif saat membangun relasi sosial dengan menerapkan etika, salah satunya dengan tidak julid. Akan lebih baik lagi jika dapat menciptakan inovasi dan kreativitas dengan mencipta konten-konten yang berkualitas,” imbuhnya.
Tahun 2024, menjadi tahun terselenggaranya pesta demokrasi. Pelaksanaan pesta lima tahunan yang damai akan menjadi tolak ukur kedewasaan berdemokrasi bagi masyarakat Indonesia. Tak hanya itu, penggunaan ruang digital dengan bijak juga dapat menjadi gambaran matangnya literasi masyarakat di dunia maya.
Anggota Komisi I DPR Subarna mengatakan, pemerintah dan DPR telah menerbitkan UU ITE untuk menjamin ekosistem digital yang akuntabel, aman, dan inovatif. Sehingga, pemilu dalam ruang digital terjamin keamanannya. Karena dapat dipastikan dalam pesta demokrasi penetrasi penggunaan internet akan semakin meningkat.
“Pada 2024, total pemilih generasi Milennial dan Gen Z mencapai lebih dari 50% dari total pemilih, dan paling aktif menggunakan media digital,” katanya dalam acara NGOBRAS atau Ngobrol Bareng Legislator dengan tema “Pemilu Damai Ruang Digital Aman”.
Acara yang gelar Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) ini membahas bagaimana menciptakan ruang digital yang aman. Karena itu, literasi netizen Indonesia harus terus didorong karena jejak digital akan selalu tertinggal.
Pada 2019, netizen Indonesia mendapatkan julukan sebagai netizen paling tidak beradab. Hal ini disebabkan karena alat ukur netizen dunia menilai melalui komentar. Sebagai negara demokrasi masyarakat mewakilkan suaranya melalui wakil rakyat dengan hak suara yang sama.
”Di era digital, tantangan utama dalam berdemokrasi adalah terkait pemahaman dan keterlibatan warganet soal politik yang masih terbatas,” ujarnya, Senin (22/1/2024).
Ketua Umum Relawan TIK Indonesia Fajar Eri Dianto mengatakan, dalam berpolitik di dunia digital, netizen harus beradab dan menjaga kehormatan sebagai warganet yang berbudaya. “Karena itu, perlu melakukan cek sumber informasi dengan melakukan validasi atas informasi yang akan disebarkan,” katanya.
Fajar menambahkan, dengan modal kemampuan digital yang dimiliki, netizen Indonesia dapat menjadi agen perubahan dalam membangun wadah berdemokrasi di ruang digital.
Dosen, Penulis, dan Praktisi Digital Marketing Dian Ikha Pramayanti menyebut, masyarakat Indonesia merupakan pilar dalam indeks informasi dan literasi data. “60% orang Indonesia menggunakan internet. Dan setiap orang menggunakan internet selama 7 jam selama sehari. Karena itu, ruang digital yang maya dapat menjadi ruang nyata,” ujar Dian.
Sehingga meski berselancar di ruang digital, etika tetap perlu agar masyarakat dapat membatasi diri, bijak dan berakhlak. “Upaya membentengi diri dari tindakan negatif saat membangun relasi sosial dengan menerapkan etika, salah satunya dengan tidak julid. Akan lebih baik lagi jika dapat menciptakan inovasi dan kreativitas dengan mencipta konten-konten yang berkualitas,” imbuhnya.
(cip)