RPP Pos Telekomunikasi dan Penyiaran Dinilai Perlu Atur soal Persaingan Usaha

Jum'at, 22 Januari 2021 - 13:30 WIB
loading...
RPP Pos Telekomunikasi dan Penyiaran Dinilai Perlu Atur soal Persaingan Usaha
Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema tentang RPP Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran dalam Perspektif Persaingan Usaha yang Sehat, Rabu 20 Januari 2021. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar) yang sedang disusun oleh pemerintah sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja perlu mengatur pencegahan persaingan usaha tidak sehat.

Hal itu terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Kolegium Jurist Institute (KJ Institute) dengan tema tentang RPP Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran dalam Perspektif Persaingan Usaha yang Sehat, Rabu 20 Januari 2021, dalam siaran persnya yang diterima SINDOnews, Jumat (22/1/2021).

KJ Institute adalah lembaga yang selama ini menaruh perhatian pada persoalan kebijakan dan reformasi di bidang hukum,

Direktur Eksekutif KJ Institute, Ahmad Redi mengatakan upaya tersebut penting untuk memberikan kepastian dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

Menurut dia, FGD tersebut merupakan bentuk nyata dari lembaga yang dipimpinnya fokus kepada penataan regulasi yang lebih baik.

Empat narasumber dihadirkan KJ Institute dalam FGD, yakni akademisi dan pengamat dalam bidang telekomunikasi Mohammad Ridwan Effendi, Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih, Chairman Institute for Policy Reform Riant Nugroho, serta Nasrudin dari Kementerian Hukum dan HAM yang mengawal RPP turunan UU Cipta Kerja.

Akademisi dan pengamat dalam bidang telekomunikasi, Ridwan Effendi memberikan gagasan perlu adanya pengaturan peran menteri dalam kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif dalam RPP Postelsiar.

Dia menegaskan agar persaingan usaha tidak sehat dapat dihindari sebelum dilaksanakan kerja sama pemanfaatan infrastruktur, perlu peran menteri dalam memberikan persetujuan kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif.

Menurut dia, kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif dapat dilaksanakan antar operator seluler. Namun hal tersebut menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat karena kerja sama dilaksanakan oleh operator seluler yang berkompetisi di pasar yang sama.

Chairman Institute for Policy Reform Dr Riant Nugroho menilai RPP Postelsiar telah mencantumkan aspek persaingan usaha yang sehat dalam substansi.

Akan tetapi, kata dia, agar pengawasan persaingan usaha yang sehat dilaksanakan oleh Menkominfo sejalan dengan rekomendasi KPPU dan memberikan kepastian berusaha bagi operator telekomunikasi diperlukan pengaturan keterlibatan KPPU sejak tahapan awal proses kerja sama.



Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih menyambut baik adanya substansi persaingan usaha dalam RPP Postelsiar. Menurut dia, persaingan usaha memiliki ketersinggungan yang tinggi, baik dalam Undang-Undang Cipta Kerja maupun dalam RPP Postelsiar sebagai pengaturan turunannya.

Dia menegaskan, KPPU siap membantu dalam Proses penyusunannya.

Sementara itu, Nasrudin dari Kementerian Hukum dan HAM menilai FGD ini merupakan bentuk aspirasi publik yang sangat penting. Nasrudin selaku tim penyusun RPP turunan Cipta Kerja, memberikan apresiasi atas apa yang disampaikan oleh para narasumer.

Dia menilai semua masukan narasumber menjadi hal penting untuk dikaji sebagai materi RPP Postelsiar. Bahakan menurut dia pada rapat-rapat pembahasan ke depan masukan ini akan disampaikan.

(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2657 seconds (0.1#10.140)