Pinangki Akui Beritahu Jaksa Eksekutor Keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa Pinangki Sirna Malasari mengakui dirinya memberitahukan keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia kepada pihak Direktorat Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) Kejaksaan Agung.
Hal itu disampaikan Pinangki dalam sidang lanjutan yang beragendakan pemeriksaan terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra.
Awal mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KMS Roni menanyakan kepada Pinangki soal pelaporan ke jaksa eksekutor mengenai keberadaan Djoko Tjandra. Pinangki lantas mengaku sudah melaporkan keberadaan Djoko Tjandra. Pinangki melaporkan keberadaan Djoko kepada Kasi Uheksi bernama Aryo, pada November 2019. ( )
"Saudara paham bahwa Djoko harus eksekusi. Waktu itu saudara sampaikan informasi keberadaan Djoko silakan eksekusi? Apakah saudara menyampaikan kepada jaksa eksekutor yang menangani perkara yang bersangkutan?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu siapa yang menangani yang bersangkutan. Tapi saya menyampaikan kepada Kasi Uheksi Kejagung, bahkan saya menyampaikan kepada yang bersangkutan, 'pak Djoko ada temen saya namanya Aryo'. Dan pada saat itu Aryo mengatakan memang Direktorat Uheksi sudah memantau keberadaan Djoko di Malaysia," jawab Pinangki.
Pemberitahuan itu, kata Pinangki, juga didukung oleh bukti-bukti berupa foto buronan kasus hak tagih Bank Bali tersebut. "Nah itu bulan November saya sampaikan, saya tunjukan foto-fotonya ke Aryo ke Kasi Uheksi tersebut," tambah Pinangki. ( )
Ia menjelaskan penyampaian informasi soal Djoko Tjandra kepada Aryo memang sudah direncanakan sedari awal. Sebab, upaya eksekusi seseorang harus melalui Direktorat Uheksi.
"Itu rencana kenapa saya sampaikan ke Aryo karena memang rencana awalnya, kalaupun melakukan eksekusi, eksekusinya harus lewat dia karena saya nggak tahu eksekusinya biasanya lewat siapa," katanya.
Dalam perkara ini, Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima uang senilai USD500.000 dari sebesar USD1.000.000 yang dijanjikan Djoko Soegiarto Tjandra. Uang tersebut digunakan untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung).
Agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 terkait dengan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali agar tidak bisa dieksekusi. Sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.
Jaksa pun mendakwa Pinangki melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Tidak hanya itu, Pinangki juga didakwa Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.
Hal itu disampaikan Pinangki dalam sidang lanjutan yang beragendakan pemeriksaan terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra.
Awal mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KMS Roni menanyakan kepada Pinangki soal pelaporan ke jaksa eksekutor mengenai keberadaan Djoko Tjandra. Pinangki lantas mengaku sudah melaporkan keberadaan Djoko Tjandra. Pinangki melaporkan keberadaan Djoko kepada Kasi Uheksi bernama Aryo, pada November 2019. ( )
"Saudara paham bahwa Djoko harus eksekusi. Waktu itu saudara sampaikan informasi keberadaan Djoko silakan eksekusi? Apakah saudara menyampaikan kepada jaksa eksekutor yang menangani perkara yang bersangkutan?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu siapa yang menangani yang bersangkutan. Tapi saya menyampaikan kepada Kasi Uheksi Kejagung, bahkan saya menyampaikan kepada yang bersangkutan, 'pak Djoko ada temen saya namanya Aryo'. Dan pada saat itu Aryo mengatakan memang Direktorat Uheksi sudah memantau keberadaan Djoko di Malaysia," jawab Pinangki.
Pemberitahuan itu, kata Pinangki, juga didukung oleh bukti-bukti berupa foto buronan kasus hak tagih Bank Bali tersebut. "Nah itu bulan November saya sampaikan, saya tunjukan foto-fotonya ke Aryo ke Kasi Uheksi tersebut," tambah Pinangki. ( )
Ia menjelaskan penyampaian informasi soal Djoko Tjandra kepada Aryo memang sudah direncanakan sedari awal. Sebab, upaya eksekusi seseorang harus melalui Direktorat Uheksi.
"Itu rencana kenapa saya sampaikan ke Aryo karena memang rencana awalnya, kalaupun melakukan eksekusi, eksekusinya harus lewat dia karena saya nggak tahu eksekusinya biasanya lewat siapa," katanya.
Dalam perkara ini, Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima uang senilai USD500.000 dari sebesar USD1.000.000 yang dijanjikan Djoko Soegiarto Tjandra. Uang tersebut digunakan untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung).
Agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 terkait dengan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali agar tidak bisa dieksekusi. Sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.
Jaksa pun mendakwa Pinangki melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Tidak hanya itu, Pinangki juga didakwa Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.
(abd)