Terungkap, Pinangki Enggan Lapor ke PPATK Usai Beli Mobil BMW X5
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan gratifikasi kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Sidang masih beragendakan pemeriksaan saksi.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan seorang saksi yang merupakan Sales Center PT Astra. Dalam kesaksiannya, Yeni mengungkap terdakwa Pinangki Sirna Malasari pernah membeli mobil mewah BMW X-5 secara tunai sebesar Rp1,709 miliar. Diduga, pembelian mobil BMW X-5 tersebut berasal dari Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) terkait kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). Namun, Pinangki enggan melaporkan pembelian mobil mewah tersebut ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (Baca juga: Pesan Pinangki untuk Anak: I'm Sorry, Mommy in Jail, Please Pray for Me)
Awalnya, dibeberkan saksi Yeni, Pinangki membayar uang muka senilai Rp25 juta untuk membeli mobil mewah tersebut. Pembayaran dimulai sejak 5 Desember 2019 dengan nilai uang Rp475 juta. Pada 9 Desember 2019, Pinangki kembali membayar uang sebesar Rp490 juta melalui setoran tunai di Bank BCA. Kemudian, pada 13 Desember Pinangki kembali membayar sebesar Rp490 juta dan Rp129 juta transfer bank. "Iya (cash semua) ditambah biaya asuransi Rp31 juta dan pajak progresif Rp10,6 juta," beber Yeni saat bersaksi di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (2/12/2020). (Baca juga: Sejumlah Sanksi yang Diterima Jaksa Pinangki, Hukuman Disiplin Sedang hingga Berat)
Yeni mengungkap, pembelian mobil mewah asal Jerman oleh Pinangki itu tidak dilaporkan ke PPATK. Dikatakan Yeni, dirinya telah menawarkan kepada Pinangki untuk mengisi formulir pelaporan PPATK. Namun demikian, tawaran Yeni ditolak oleh Pinangki. Pasalnya, kata Yeni, Pinangki merasa keberatan. "Terdakwanya keberatan (melapor ke PPATK). Saya hanya menanyakan, 'Ada form PPATK, mau diisi tidak Bu?' 'Tidak.' 'Oh, ya sudah tidak apa-apa'," jelasnya.
Yeni melanjutkan, pelaporan PPATK memang tidak wajib dilakukan, apalagi jika pembeli merasa keberatan. Dengan demikian, Yeni tidak bisa memaksa Pinangki untuk mengisi formulir yang sebelumnya ia sodorkan. "Kalau customer keberatan kita tidak memaksa," ucapnya. (Baca juga: Habis Rp80 Juta per Bulan, Ini Daftar Pengeluaran Jaksa Pinangki)
Majelis hakim pun mengonfirmasi Yeni soal pembelian mobil BMW X-5 oleh Pinangki secara tunai. Kepada hakim, Yeni menyatakan jika Pinangki pernah mengaku memenangkan kasus. "Saudara kan di BAP, kebetulan ada budget habis menang kasus tapi saudara tidak menanyakan lebih jauh kasus apa, gitu ya?," tanya Hakim ke Yeni.
"Iya (tidak menanyakan lebih jauh)," jawab Yeni.
Sekadar informasi, Pinangki didakwa menerima uang senilai USD500.000 dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Hal itu dilakukan agar Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus hak tagih atau cassie Bank Bali.
Atas perbuatannya, Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan seorang saksi yang merupakan Sales Center PT Astra. Dalam kesaksiannya, Yeni mengungkap terdakwa Pinangki Sirna Malasari pernah membeli mobil mewah BMW X-5 secara tunai sebesar Rp1,709 miliar. Diduga, pembelian mobil BMW X-5 tersebut berasal dari Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) terkait kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). Namun, Pinangki enggan melaporkan pembelian mobil mewah tersebut ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (Baca juga: Pesan Pinangki untuk Anak: I'm Sorry, Mommy in Jail, Please Pray for Me)
Awalnya, dibeberkan saksi Yeni, Pinangki membayar uang muka senilai Rp25 juta untuk membeli mobil mewah tersebut. Pembayaran dimulai sejak 5 Desember 2019 dengan nilai uang Rp475 juta. Pada 9 Desember 2019, Pinangki kembali membayar uang sebesar Rp490 juta melalui setoran tunai di Bank BCA. Kemudian, pada 13 Desember Pinangki kembali membayar sebesar Rp490 juta dan Rp129 juta transfer bank. "Iya (cash semua) ditambah biaya asuransi Rp31 juta dan pajak progresif Rp10,6 juta," beber Yeni saat bersaksi di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (2/12/2020). (Baca juga: Sejumlah Sanksi yang Diterima Jaksa Pinangki, Hukuman Disiplin Sedang hingga Berat)
Yeni mengungkap, pembelian mobil mewah asal Jerman oleh Pinangki itu tidak dilaporkan ke PPATK. Dikatakan Yeni, dirinya telah menawarkan kepada Pinangki untuk mengisi formulir pelaporan PPATK. Namun demikian, tawaran Yeni ditolak oleh Pinangki. Pasalnya, kata Yeni, Pinangki merasa keberatan. "Terdakwanya keberatan (melapor ke PPATK). Saya hanya menanyakan, 'Ada form PPATK, mau diisi tidak Bu?' 'Tidak.' 'Oh, ya sudah tidak apa-apa'," jelasnya.
Yeni melanjutkan, pelaporan PPATK memang tidak wajib dilakukan, apalagi jika pembeli merasa keberatan. Dengan demikian, Yeni tidak bisa memaksa Pinangki untuk mengisi formulir yang sebelumnya ia sodorkan. "Kalau customer keberatan kita tidak memaksa," ucapnya. (Baca juga: Habis Rp80 Juta per Bulan, Ini Daftar Pengeluaran Jaksa Pinangki)
Majelis hakim pun mengonfirmasi Yeni soal pembelian mobil BMW X-5 oleh Pinangki secara tunai. Kepada hakim, Yeni menyatakan jika Pinangki pernah mengaku memenangkan kasus. "Saudara kan di BAP, kebetulan ada budget habis menang kasus tapi saudara tidak menanyakan lebih jauh kasus apa, gitu ya?," tanya Hakim ke Yeni.
"Iya (tidak menanyakan lebih jauh)," jawab Yeni.
Sekadar informasi, Pinangki didakwa menerima uang senilai USD500.000 dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Hal itu dilakukan agar Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus hak tagih atau cassie Bank Bali.
Atas perbuatannya, Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.
(cip)