BPJS Naik Lagi, Beban Rakyat Kian Berat
loading...
A
A
A
Menurut Anggia, kebijakan ini jelas membuat rakyat semakin pusing. Apalagi, saat ini kurva penderita Covid-19 belum menunjukkan ada tanda-tanda penurunan, namun pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan baru yang menambah beban masyarakat. “Biarkan rakyat ini punya kekuatan untuk bisa melawan Covid-19 ini dengan baik. Kita tahu persis dampaknya enggak hanya kesehatan, ekonomi jelas kita sangat terdampak,” tandas ketua umum PP Fatayat NU ini.
Anggota Komisi IX DPR lainnya, Netty Prasetyani juga menganggap pemerintah tidak memiliki kepekaan terhadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat pandemi Covid-19. Dengan demikian, dia menilai itu sangat mencederai hati masyarakat. “Menurut beberapa pakar, kondisi ekonomi kita akan terganggu hingga akhir tahun, bahkan awal tahun depan. Maka kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan,” ungkap Netty.
Menurut Netty, kenaikan iuran BPJS pun menjadi kado Lebaran yang buruk bagi masyarakat yang akan merayakan dalam beberapa hari lagi. Dia menilai masyarakat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat. “Sebut saja kebaikan TDL (tarif dasar listrik), harga BBM yang tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang semakin menurun,” ucapnya.
Dia meyakini kebijakan kenaikan iuran BPJS akan semakin mempersulit kehidupan masyarakat. Seharusnya pemerintah fokus dalam penanganan kesehatan terhadap Covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. “Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan,” tegasnya. (Baca juga: Iuran BPJS Dinaikkan Lagi, Pemerintah Tak Dengar Jeritan Hati Rakyat)
Netty menekankan kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok kelas III PBPU juga harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran mengingat persoalan data kepesertaan BPJS hingga kini masih karut-marut. Apalagi, ungkap Netty, jumlah peserta kelas III ini paling banyak dari kelas lainnya setelah terjadi migrasi dari kelas I dan II yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019. “Seharusnya pemerintah melaksanakan putusan MA yang membatalkan sebagian Perpres 75/2019 ini secara sungguh-sungguh karena putusan ini mengikat. Jangan malah bermain-main dan mengakali hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020,” tandasnya.
Namun, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf menilai penerbitan Perpres No 64/2020 ini justru menunjukkan bahwa pemerintah telah menjalankan putusan MA. “Perlu diketahui juga, perpres yang baru ini juga telah memenuhi aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil-wakil rakyat di DPR untuk memberikan bantuan iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja kelas III,” terang Iqbal dalam keterangan tertulisnya. (Dita Angga/Abdul Rochim/Fahmi Bachtiar)
Anggota Komisi IX DPR lainnya, Netty Prasetyani juga menganggap pemerintah tidak memiliki kepekaan terhadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat pandemi Covid-19. Dengan demikian, dia menilai itu sangat mencederai hati masyarakat. “Menurut beberapa pakar, kondisi ekonomi kita akan terganggu hingga akhir tahun, bahkan awal tahun depan. Maka kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan,” ungkap Netty.
Menurut Netty, kenaikan iuran BPJS pun menjadi kado Lebaran yang buruk bagi masyarakat yang akan merayakan dalam beberapa hari lagi. Dia menilai masyarakat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat. “Sebut saja kebaikan TDL (tarif dasar listrik), harga BBM yang tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang semakin menurun,” ucapnya.
Dia meyakini kebijakan kenaikan iuran BPJS akan semakin mempersulit kehidupan masyarakat. Seharusnya pemerintah fokus dalam penanganan kesehatan terhadap Covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. “Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan,” tegasnya. (Baca juga: Iuran BPJS Dinaikkan Lagi, Pemerintah Tak Dengar Jeritan Hati Rakyat)
Netty menekankan kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok kelas III PBPU juga harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran mengingat persoalan data kepesertaan BPJS hingga kini masih karut-marut. Apalagi, ungkap Netty, jumlah peserta kelas III ini paling banyak dari kelas lainnya setelah terjadi migrasi dari kelas I dan II yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019. “Seharusnya pemerintah melaksanakan putusan MA yang membatalkan sebagian Perpres 75/2019 ini secara sungguh-sungguh karena putusan ini mengikat. Jangan malah bermain-main dan mengakali hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020,” tandasnya.
Namun, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf menilai penerbitan Perpres No 64/2020 ini justru menunjukkan bahwa pemerintah telah menjalankan putusan MA. “Perlu diketahui juga, perpres yang baru ini juga telah memenuhi aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil-wakil rakyat di DPR untuk memberikan bantuan iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja kelas III,” terang Iqbal dalam keterangan tertulisnya. (Dita Angga/Abdul Rochim/Fahmi Bachtiar)
(ysw)