Pakar TPPU Dukung Jaksa Agung Miskinkan Koruptor Agar Jera

Senin, 30 November 2020 - 22:11 WIB
loading...
Pakar TPPU Dukung Jaksa Agung Miskinkan Koruptor Agar Jera
Upaya Jaksa Agung, ST Burhanuddin untuk memiskinkan para koruptor agar menimbulkan efek jera bagi para pelakunya didukung oleh Pakar Hukum TPPU, Yenti Garnasih. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Upaya Jaksa Agung , Sanitiar (ST) Burhanuddin untuk memiskinkan para koruptor agar menimbulkan efek jera bagi para pelakunya didukung oleh Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang ( TPPU ), Yenti Garnasih. Kata Yenti, untuk memiskinkan koruptor sebaiknya tidak hanya mengenakan UU Korupsi saja, melainkan juga penerapan pasal TPPU untuk memburu aliran uang dan aset dari para tersangka.

“Jaksa Agung beberapa bulan ini menggiatkan atau mengingatkan kembali pentingnya memiskinkan itu, sebetulnya arahnya kepada setiap ada tindak pidana korupsi itu segera cepat pakai UU TPPU dari pada hanya menggunakan UU Korupsi saja,” ujar Yenti kepada wartawan, Senin (30/11/2020). (Baca juga: Kejagung Didorong Miskinkan Koruptor lewat TPPU)

Dia menilai hukuman tidak berjalan optimal jika terjadi tindak pidana korupsi oleh pejabat negara atau penyelengara negara hanya mengandalkan UU korupsi. Sebab, masih terdapat celah yang dapat digunakan untuk menyembunyikan uang hasil kejahatannya.

“Karena kalau hanya menggunakan UU Korupsi saja, pelacakan uang hasil korupsi itu, boleh dikatakan tidak optimal dan UU Korupsi sendiri punya celah melamahkan pengembalian uang kepada negara, celahnya dimana yaitu di Pasal 18 pada waktu tidak terlacak, tidak tersita, karena mungkin disembuyikan dan sebagainya,” tuturnya.

Menurut dia, kelemahaman UU Korupsi ketika uang pengganti itu tidak bisa dibayarkan oleh tersangka maka akan diganti dengan pidana kurungan tambahan sebagai penggantinya. “Di situ selalu dikatakan dalam hal uang pengganti tidak bisa dibayarkan maka diganti dengan penjara, kan kembalinya penjara-penjara lagi, sementara tidak ada lagi uang yang dikembalikan, tidak ada lagi pemiskinan, tidak ada lagi perampasan uang korupsi itu kembali ke negara,” tegasnya.

Maka itu, dia berpesan untuk mengkonkretkan langkah ST Burhanuddin memiskinkan koruptor dengan jalan penerapan pasal TPPU, selain itu dengan pasal tersebut dapat mengembalikan atau merampas uang negara. “Kalau ada korupsi penegakan hukumnya menggunakan UU Korupsi dan TPPU untuk tujuan merampas kembali uang negara sehingga pelaku koruptor itu dimiskinkan,” kata mantan Ketua Pansel Capim KPK itu.

Wanita yang juga sebagai Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia ini menilai efek jera pengenaan pasal TPPU akan sangat terasa, terutama peringatan bagi para pejabat publik untuk tidak melakukan perbuatan menyeleweng.

Akan dikejar kemanapun uang hasil korupsinya itu disembunyikan sehingga ketika masuk penjara sudah tidak bisa lagi misalnya menyuap para sipir untuk izin bepergian keluar penjara, membangun sendiri fasilitas penjara yang mewah seperti yang sudah pernah terjadi.

“Di penjara juga kan enak, banyak kan cerita masih bisa menyuap sipir karena uangnya masih banyak, jadi ini tidak adil, masyarakat marah, maka miskinkan. Korupsi dekati dengan menegakan UU TPPU agar uang kembali ke negara,” imbuhnya.

Sekadar diketahui sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta aparat penegak hukum memiskinkan para pelaku korupsi sebagai efek jera terhadap pelaku. "Kebijakan penegakan hukum wajib memastikan bahwa hukuman haruslah dapat memberikan deterrent effect, baik di sektor pidananya dan juga di sektor perekonomian pelaku," kata Jaksa Agung saat menyampaikan sambutan dalam acara penyerahan barang hasil rampasan negara dari Kementerian Keuangan kepada Kejaksaan, Selasa (24/11/2020).

Jika sebelumnya menggunakan pendekatan mengejar dan menghukum pelaku melalui pidana penjara (follow the suspect) maka sekarang orientasinya harus dibarengi dengan pendekatan follow the money dan follow the asset. Burhanuddin menjelaskan pentingnya menggabungkan pendekatan pidana dengan pendekatan ekonomi karena pelaku kejahatan kerah putih memiliki rasio yang tinggi.

Hal tersebut terlihat dari modus yang kian canggih dan terstruktur karena dicampur dengan teori-teori ilmu pengetahuan seperti akuntansi dan statistik. "Jika diukur dari canggihnya modus operandi, kelas orang yang terlibat dan besaran dana yang dijarah, jelas korupsi merupakan kejahatan kelas tinggi yang sebenarnya dilatarbelakangi oleh prinsip yang keliru yaitu keserakahan itu indah (greedy is beautiful)," katanya.

Para pelaku kejahatan korupsi mempertimbangkan antara biaya dan keuntungan yang dihasilkan. Kalkulasi untung rugi tersebut, kata Burhanuddin, bertujuan untuk menentukan dan memutuskan pilihan apakah melakukan atau tidak melakukan suatu kejahatan.

"Pilihan yang diambil para pelaku adalah melakukan karena masih sangat menguntungkan. Tidak sedikit pelaku korupsi yang siap masuk penjara, namun ia dan keluarganya masih akan tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang telah dilakukan," tutur Burhanuddin.

Jika aparat penegak hukum menerapkan dua pendekatan sekaligus yakni pendekatan pidana dan pendekatan ekonomi, dia memastikan ada dua hal positif yang dapat diperoleh. Pertama, dengan perampasan aset akan memberikan pesan yang kuat kepada para pelaku korupsi kejahatan yang mereka lakukan tidak memberikan nilai tambah finansial, melainkan justru memiskinkan dan menimbulkan kesengsaraan bagi si pelaku.

Kedua, keberadaan benda sitaan, barang rampasan dan benda sita eksekusi sebagai aset pada akhirnya akan dipandang sebagai sesuatu yang penting karena merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisahkan dari penanganan dan penyelesaian suatu perkara pidana. Dengan sudut pandang tersebut, kata Burhanuddin, diharapkan dapat menginisiasi munculnya upaya semaksimal mungkin dan terintegrasi secara baik di setiap tahapan penegakan hukum. (Baca juga: Satgassus P3PTK Jadi Bukti Keseriusan Jaksa Agung Berantas Korupsi)

"Agar menjaga dan mempertahankan nilai aset yang berasal dan ada kaitannya dengan tindak pidana tidak berkurang sehingga aset tersebut dapat segera dipergunakan dan dimanfaatkan dengan baik dan dapat menghadirkan keadilan ekonomi," pungkasnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2151 seconds (0.1#10.140)