Kejagung Didorong Miskinkan Koruptor lewat TPPU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) memiskinkan para koruptor Jiwasraya melalui TPPU.
Yenti berpendapat, langkah itu untuk memberikan efek jera terhadap kejahatan para terdakwa dan harus diganjar hukuman tegas dengan memiskinkan yang bersangkutan.
(Baca juga: MAKI Nilai Keliru Menyebut Kasus Jiwasraya Bukan Perkara Korupsi)
Pasalnya, tidak hanya menyangkut kerugian negara, tetapi juga memberikan rasa keadilan hukum bagi nasib ribuan nasabah yang meminta uangnya untuk dikembalikan.
"Langkah untuk memiskinkan dalam artian merampas kembali uang hasil korupsi, menyita. Nampaknya akan menjerakan ketika uang hasil kejahatan itu ditarik semua kembali ke negara," ujar Yenti kepada wartawan, Senin (15/6/2020).
(Baca juga: Kerahkan 50 Jaksa Senior Bukti Jaksa Agung Serius Tuntaskan Jiwasraya)
Dia melanjutkan, penerapan TPPU pernah dikenakan terhadap mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo yang tersangkut kasus dugaan korupsi alat simulator SIM yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishak yang menjadi terdakwa pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
Pada kasus Jiwasraya, dia mengatakan, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Undang-undang (UU) Korupsi dan TPPU dinilai sudah tepat. Sebab dengan pendekatan TPPU penyidikan akan lebih leluasa jika dibandingkan dengan hanya penerapan UU Korupsi saja karena dianggap kurang optimal dan masih terdapat celah.
"Kalau UU korupsi ketika penyitaanya tidak optimal, dia hanya memberdayakan uang pengganti gitu kan. Sementara uang pengganti itu ada celah, satu bulan setelah inkrah itu harus dikembalikan dengan denda," jelas Doktor Hukum Pertama di bidang TPPU ini.
"Dan diperbolehkan untuk menyita harta kekayaannya itu untuk pengembalian. Dan dalam hal harta kekayaan tidak mencukupi, boleh diganti dengan makimum penjara berapa dua tahun atau tiga tahun, nah itu celahnya," tambahnya.
Yenti berpendapat, langkah itu untuk memberikan efek jera terhadap kejahatan para terdakwa dan harus diganjar hukuman tegas dengan memiskinkan yang bersangkutan.
(Baca juga: MAKI Nilai Keliru Menyebut Kasus Jiwasraya Bukan Perkara Korupsi)
Pasalnya, tidak hanya menyangkut kerugian negara, tetapi juga memberikan rasa keadilan hukum bagi nasib ribuan nasabah yang meminta uangnya untuk dikembalikan.
"Langkah untuk memiskinkan dalam artian merampas kembali uang hasil korupsi, menyita. Nampaknya akan menjerakan ketika uang hasil kejahatan itu ditarik semua kembali ke negara," ujar Yenti kepada wartawan, Senin (15/6/2020).
(Baca juga: Kerahkan 50 Jaksa Senior Bukti Jaksa Agung Serius Tuntaskan Jiwasraya)
Dia melanjutkan, penerapan TPPU pernah dikenakan terhadap mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo yang tersangkut kasus dugaan korupsi alat simulator SIM yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishak yang menjadi terdakwa pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
Pada kasus Jiwasraya, dia mengatakan, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Undang-undang (UU) Korupsi dan TPPU dinilai sudah tepat. Sebab dengan pendekatan TPPU penyidikan akan lebih leluasa jika dibandingkan dengan hanya penerapan UU Korupsi saja karena dianggap kurang optimal dan masih terdapat celah.
"Kalau UU korupsi ketika penyitaanya tidak optimal, dia hanya memberdayakan uang pengganti gitu kan. Sementara uang pengganti itu ada celah, satu bulan setelah inkrah itu harus dikembalikan dengan denda," jelas Doktor Hukum Pertama di bidang TPPU ini.
"Dan diperbolehkan untuk menyita harta kekayaannya itu untuk pengembalian. Dan dalam hal harta kekayaan tidak mencukupi, boleh diganti dengan makimum penjara berapa dua tahun atau tiga tahun, nah itu celahnya," tambahnya.