Jadi Agen Perubahan, Kemkominfo Minta Milenial Tunjukkan Peran di Pilkada 2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahasiswa adalah pemilih yang sehat dan cerdas, sehingga mereka harus menunjukkan perannya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 .
Hal itu ditegaskan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kemkominfo Widodo Muktiyo dalam Seminar Daring bertema Memilih Pemimpin Ideal di Mata Milenial yang dilakukan dalam rangka Sosialisasi Pemilihan Serentak 2020. “Mahasiswa jangan menganggap tidak punya peran untuk perubahan,” katanya, Selasa (10/11/2020). (Baca juga: Tiga Faktor Penentu Partisipasi Pemilih Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19)
Menurut Dirjen IKP, mahasiswa sebagai golongan intelektual, harus mampu memberikan edukasi, baik kepada lingkungan terkecil keluarganya, masyarakat maupun lingkungan yang lebih luas lagi. Edukasi dalam kaitannya Pemilihan Serentak 2020 ini, antara lain menyebarluaskan pemahaman dalam alam demokrasi ini tentang pemimpin terpilih adalah cerminan rakyat. “Tipe pemimpin ideal adalah tipe harapan yang bisa menampung aspirasi masyarakat, terutama dari kelompok milenial,” kata Widodo. (Baca juga: KPU Depok Optimis Partisipasi Pemilih Capai 77,5 Persen)
Lebihl anjut, dia berharap agar kelompok milenial dengan pemerintah bersama-sama melawan hoaks yang belakangan ini marak beredar di media sosial (medsos). Dirjen IKP melihat ancaman baru keutuhan Indonesia saat ini adalah propaganda yang terjadi di medsos. Dalam seminar daring yang diikuti lebih 100 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi itu, Dirjen IKP menyampaikan data pengguna internet mencapai 175 juta (64%) dan akses medsos 160 juta (59%). “Ini kekuatan baru yang menjadi harapan sekaligus ancaman,” katanya. (Baca juga: BEM Fisip Unibos Ajak Milenial Sukseskan Pilkada 2020)
Internet maupun medsos, lanjut dia,mampu memengaruhi pikiran manusia (opini) secara massal, dalam waktu singkat, dengan biaya yang murah dan sulit dilacak. Meski demikian, hal tersebut sekaligus menjadi ancaman, berupa provokasi, agitasi atau pun propaganda. Ada banyak cara yang dilakukan pemerintah dalam menangani ancaman di medsos tersebut, mulai dari penegakkan hukum sampai edukasi publik. Literasi digital berupa edukasi dan pemberian wawasan kepada masyarakat terkait pemanfaatan internet dan medsos. “Milenial harus melawan hoaks. Mahasiswa bisa menjadi direktur medianya sendiri. Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang bisa memproduksi konten, mengonsumsi, dan mendistribusinya,” kata Widodo. (Baca juga: Megawati Sarankan Milenial Renungi Makam Pahlawan Anonim)
Seminar Daring Memilih Pemimpin Ideal di Mata Milenial juga menghadirkan Peneliti Perludem Bidang Partisipasi Kaum Muda dan Teknologi Pemilu Nurul Amelia dan Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Ismail Cawidu. Menurut Nurul, ada beberapa pandangan milenial tentang pemimpin yang ideal. Antara lain, milenial cenderung menolak pemimpin tunggal, anti pemimpin yang berlatar belakang kasus korupsi dan kekerasan seksual. “Milenial suka pemimpin yang komunikatif di medsos,” katanya.
Senada dengannya, dalam kaitan dunia medsos, Ismail Cawi berpendapat bukan alasan lagi bagi milenial untuk tidak mengenal calon kepala daerah. “Itu alasan kuno, karena sekarang dengan mudah kita bisa mencari tahu siapa calon yang akan dipilih melalui medos,” ujarnya.
Hal itu ditegaskan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kemkominfo Widodo Muktiyo dalam Seminar Daring bertema Memilih Pemimpin Ideal di Mata Milenial yang dilakukan dalam rangka Sosialisasi Pemilihan Serentak 2020. “Mahasiswa jangan menganggap tidak punya peran untuk perubahan,” katanya, Selasa (10/11/2020). (Baca juga: Tiga Faktor Penentu Partisipasi Pemilih Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19)
Menurut Dirjen IKP, mahasiswa sebagai golongan intelektual, harus mampu memberikan edukasi, baik kepada lingkungan terkecil keluarganya, masyarakat maupun lingkungan yang lebih luas lagi. Edukasi dalam kaitannya Pemilihan Serentak 2020 ini, antara lain menyebarluaskan pemahaman dalam alam demokrasi ini tentang pemimpin terpilih adalah cerminan rakyat. “Tipe pemimpin ideal adalah tipe harapan yang bisa menampung aspirasi masyarakat, terutama dari kelompok milenial,” kata Widodo. (Baca juga: KPU Depok Optimis Partisipasi Pemilih Capai 77,5 Persen)
Lebihl anjut, dia berharap agar kelompok milenial dengan pemerintah bersama-sama melawan hoaks yang belakangan ini marak beredar di media sosial (medsos). Dirjen IKP melihat ancaman baru keutuhan Indonesia saat ini adalah propaganda yang terjadi di medsos. Dalam seminar daring yang diikuti lebih 100 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi itu, Dirjen IKP menyampaikan data pengguna internet mencapai 175 juta (64%) dan akses medsos 160 juta (59%). “Ini kekuatan baru yang menjadi harapan sekaligus ancaman,” katanya. (Baca juga: BEM Fisip Unibos Ajak Milenial Sukseskan Pilkada 2020)
Internet maupun medsos, lanjut dia,mampu memengaruhi pikiran manusia (opini) secara massal, dalam waktu singkat, dengan biaya yang murah dan sulit dilacak. Meski demikian, hal tersebut sekaligus menjadi ancaman, berupa provokasi, agitasi atau pun propaganda. Ada banyak cara yang dilakukan pemerintah dalam menangani ancaman di medsos tersebut, mulai dari penegakkan hukum sampai edukasi publik. Literasi digital berupa edukasi dan pemberian wawasan kepada masyarakat terkait pemanfaatan internet dan medsos. “Milenial harus melawan hoaks. Mahasiswa bisa menjadi direktur medianya sendiri. Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang bisa memproduksi konten, mengonsumsi, dan mendistribusinya,” kata Widodo. (Baca juga: Megawati Sarankan Milenial Renungi Makam Pahlawan Anonim)
Seminar Daring Memilih Pemimpin Ideal di Mata Milenial juga menghadirkan Peneliti Perludem Bidang Partisipasi Kaum Muda dan Teknologi Pemilu Nurul Amelia dan Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Ismail Cawidu. Menurut Nurul, ada beberapa pandangan milenial tentang pemimpin yang ideal. Antara lain, milenial cenderung menolak pemimpin tunggal, anti pemimpin yang berlatar belakang kasus korupsi dan kekerasan seksual. “Milenial suka pemimpin yang komunikatif di medsos,” katanya.
Senada dengannya, dalam kaitan dunia medsos, Ismail Cawi berpendapat bukan alasan lagi bagi milenial untuk tidak mengenal calon kepala daerah. “Itu alasan kuno, karena sekarang dengan mudah kita bisa mencari tahu siapa calon yang akan dipilih melalui medos,” ujarnya.
(cip)