Kementerian ATR Pertanyakan Penuntut Tidak Masukkan Hasil Investigasi Kasus Tanah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tenaga Ahli Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) , Iing R Sodikin mempertanyakan sikap penegak hukum yang tidak mencantumkan bukti utama dalam kasus sengketa tanah di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).
Padahal, ia meyakini kalau hasil investigasi itu dapat menjerat pihak-pihak yang memiliki jabatan tinggi di BPN. Sebaliknya, polisi maupun kejaksaan justru menjadikan seorang juru ukur tanah bernama Prayoto. (Baca juga: Diduga Lalai Awasi Tugas Kementerian ATR, Menteri Sofyan Djalil Digugat)
Pihak kejaksaan dianggap tidak mencantumkan bukti utama dalam kasus sengketa tanah PN Jaktim. Bukti utama yang dimaksud dikatakan Tenaga Ahli Kementerian ATR, Iing R Sodikin adalah hasil investigasi sengketa tanah di daerah Cakung Barat tersebut yang telah dilakukan Kementerian ATR pada beberapa waktu lalu.
"Tapi sampai saat ini pihak penegak hukum tidak pernah meminta hasil investigasi tersebut kepada kami," ujar Iing dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (3/11/2020).
Hasil investigasi itu pun diyakini menjadi faktor yang seharusnya bisa menentukan siapa yang sebenarnya telah melakukan pelanggaran dalam sengketa tanah oleh pelapor Abdul Halim. Padahal, tanah sekitar 7 hektar tersebut yang menjadi sengketa antara Benny Simon Tabalujan dengan Abdul Halim, pernah bergulir dalam persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta dan Mahkamah Agung. Dinyatakan SHGB milik keluarga Tabalujan adalah sah, mengikat dan memiliki kekuatan hukum.
Iing yang sedianya telah diutus untuk menjadi ahli dalam muka persidangan urung dilakukan dengan dalih rencana penuntutan telah disusun oleh jaksa. Majelis hakim malah tidak bersedia mendengarkan kesaksian ahli yang sedianya akan mengungkap hal-hal yang bisa membuat terang perkara.
"Kami hanya bisa memberikan keterangan saja secara tertulis untuk bukti utama yang sedianya bisa membuat terang kasus ini mana yang benar dan mana yang salah," tandasnya.
Seorang juru ukur di BPN, Paryoto yang menjadi terdakwa dalam perkara ini pun tidak bisa berbuat banyak. Sebab, dalam perkara ini justru tidak ikut menjerat para atasannya meskipun sudah ada proses pencopotan beberapa pejabat struktural setelah kasus ini bergulir. (Baca juga: Korupsi Proyek Fiktif Waskita, KPK Sita Duit Rp12 Miliar dan Aset Tanah)
Diketahui sebelumnya, perkara pidana dengan perkara Nomor 614/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim dengan nama Terdakwa Paryoto dengan Majelis Syafrudin A Rafiek, Hakim Aggota Sri Asmarani, serta Tohari Tapsirin ini pun akan segera memasuki tahap pembacaan tuntutan.
Padahal, ia meyakini kalau hasil investigasi itu dapat menjerat pihak-pihak yang memiliki jabatan tinggi di BPN. Sebaliknya, polisi maupun kejaksaan justru menjadikan seorang juru ukur tanah bernama Prayoto. (Baca juga: Diduga Lalai Awasi Tugas Kementerian ATR, Menteri Sofyan Djalil Digugat)
Pihak kejaksaan dianggap tidak mencantumkan bukti utama dalam kasus sengketa tanah PN Jaktim. Bukti utama yang dimaksud dikatakan Tenaga Ahli Kementerian ATR, Iing R Sodikin adalah hasil investigasi sengketa tanah di daerah Cakung Barat tersebut yang telah dilakukan Kementerian ATR pada beberapa waktu lalu.
"Tapi sampai saat ini pihak penegak hukum tidak pernah meminta hasil investigasi tersebut kepada kami," ujar Iing dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (3/11/2020).
Hasil investigasi itu pun diyakini menjadi faktor yang seharusnya bisa menentukan siapa yang sebenarnya telah melakukan pelanggaran dalam sengketa tanah oleh pelapor Abdul Halim. Padahal, tanah sekitar 7 hektar tersebut yang menjadi sengketa antara Benny Simon Tabalujan dengan Abdul Halim, pernah bergulir dalam persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta dan Mahkamah Agung. Dinyatakan SHGB milik keluarga Tabalujan adalah sah, mengikat dan memiliki kekuatan hukum.
Iing yang sedianya telah diutus untuk menjadi ahli dalam muka persidangan urung dilakukan dengan dalih rencana penuntutan telah disusun oleh jaksa. Majelis hakim malah tidak bersedia mendengarkan kesaksian ahli yang sedianya akan mengungkap hal-hal yang bisa membuat terang perkara.
"Kami hanya bisa memberikan keterangan saja secara tertulis untuk bukti utama yang sedianya bisa membuat terang kasus ini mana yang benar dan mana yang salah," tandasnya.
Seorang juru ukur di BPN, Paryoto yang menjadi terdakwa dalam perkara ini pun tidak bisa berbuat banyak. Sebab, dalam perkara ini justru tidak ikut menjerat para atasannya meskipun sudah ada proses pencopotan beberapa pejabat struktural setelah kasus ini bergulir. (Baca juga: Korupsi Proyek Fiktif Waskita, KPK Sita Duit Rp12 Miliar dan Aset Tanah)
Diketahui sebelumnya, perkara pidana dengan perkara Nomor 614/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim dengan nama Terdakwa Paryoto dengan Majelis Syafrudin A Rafiek, Hakim Aggota Sri Asmarani, serta Tohari Tapsirin ini pun akan segera memasuki tahap pembacaan tuntutan.
(kri)