Asing Dipermudah Memiliki Properti

Jum'at, 09 Oktober 2020 - 05:53 WIB
loading...
Asing Dipermudah  Memiliki Properti
Kemudahan bagi orang asing memiliki properti di Indonesia itu sepertinya mempertajam kecurigaan para pemrotes UU Cipta Kerja bahwa beleid itu lebih berpihak ke asing dan pengusaha
A A A
PALU sudah diketok DPR, Omnibus Law Cipta Kerja yang kini resmi menjadi undang-undang (UU) disambut aksi demonstrasi besar-besaran dari kalangan pekerja dan mahasiswa. Regulasi baru itu menuai berbagai kritik, tidak hanya seputar kluster ketenagakerjaan, tetapi juga sejumlah pasal yang dinilai kontroversial oleh para demonstran. Di antaranya, pasal yang terkait aturan satuan rumah susun (sarusun), yaitu Pasal 143 dan 144 yang intinya mengizinkan orang asing memiliki sarusun di Indonesia.

Kepemilikan sarusun bagi orang asing di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Hanya saja, selama ini bagi orang asing yang ingin memiliki sarusun dengan sistem hak pakai prosesnya berbelit-belit. Beleid baru itu akan memudahkan orang asing yang ingin memiliki properti di Indonesia. Dengan demikian, akan menjadi angin segar bagi industri properti dalam negeri karena pangsa pasar properti semakin lebar. Namun, apakah orang asing akan tertarik membeli properti di Indonesia? Untuk jangka pendek mungkin minat orang asing terbatas karena kondisi ekonomi yang tidak kondusif saat ini.

Suara-suara kontra atas kebijakan yang membuka kesempatan orang asing memiliki sarusun dianggap hal wajar oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Perumahan Rakyat (PUPR), Khalawi Abdul Hamid. Pasalnya, Sarusun yang bisa dimiliki orang asing adalah tanah yang berstatus sebagai hak pakai. Apalagi sarusun yang dimaksud dalam undang-undang yang baru disahkan awal pekan ini adalah rumah susun komersial alias apartemen dengan harga penjualan di atas Rp1 miliar per unit.

Jadi, berbeda dengan sarusun yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sekadar menyegarkan ingatan, definisi hak pakai berdasarkan Pasal 41 Ayat (1) UU Pokok Agraria adalah hak menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Karena itu, Komite Perizinan dan Investasi Real Estat Indonesia (REI), Adri Istambul LG Sinulingga, menilai seharusnya aturan itu tak perlu dipermasalahkan.

Untuk lebih jelas seputar kepemilikan sarusun bagi orang asing, sebagaimana tertuang di dalam Pasal 143, hak milik atas sarusun merupakan hak kepemilikan yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Selanjutnya, Pasal 144 menyebutkan hak milik atas sarusun dapat diberikan kepada warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, warga negara asing yang mempunyai izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, atau perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia.

Masih terkait dengan kepemilikan sarusun orang asing di Indonesia, yakni tertuang dalam Pasal 147 yang menyatakan bahwa tanda bukti tanah, hak milik atas sarusun, hak pengelolaan, dan hak tanggungan, termasuk akta peralihan hak atas tanah dan dokumen lain yang berkaitan dengan tanah dapat berbentuk elektronik. Selama ini, kepemilikan properti orang asing memakai payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103/2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

Ditegaskannya kemudahan bagi orang asing memiliki properti di Indonesia itu sepertinya mempertajam kecurigaan para pemrotes UU Omnibus Law Cipta Kerja bahwa beleid itu lebih berpihak ke asing dan pengusaha. Di sisi lain, para pekerja yang turun ke jalanan minta dicabut undang-undang yang baru disahkan itu merasa hak-haknya malah dipreteli. Namun, kalangan pengusaha balik menilai kecurigaan tersebut sebagai salah alamat. Sebab dalam aturan itu sejumlah pasal juga mendapat reaksi keras dari kalangan pengusaha, terutama pasal terkait kompensasi yang mesti dibayar pengusaha kepada karyawan kontrak atau pekerja kontrak waktu tertentu yang telah habis masa kontraknya.

Sepertinya kontra antara pekerja, yang kini didukung mahasiswa, dan pemerintah masih akan terus memanas. Apalagi pemerintah mengklaim telah mengetahui siapa dalang yang menggerakkan aksi demonstrasi besar-besaran. Aksi demonstrasi kini sudah mengkhawatirkan menyusul perusakan sejumlah fasilitas umum di berbagai daerah. Masih ada jalan tengah agar pemerintah dan pihak-pihak yang tak sepakat dengan beleid baru itu tidak berhadap-hadapan langsung, yakni mengambil jalur hukum uji materi (judicial review ) ke Mahkamah Konstitusi.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6976 seconds (0.1#10.140)