Fahri Hamzah: MK Bisa Batalkan Total Isi UU Cipta Kerja

Rabu, 07 Oktober 2020 - 14:44 WIB
loading...
Fahri Hamzah: MK Bisa...
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah menilai Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan semua isi Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan melalui rapat paripurna DPR Senin 5 Oktober 2020. Karena, Omnibus Law itu dianggap melampaui tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya, selain masih kurangnya sosialisasi RUU Cipta Kerja sebelum disahkan secara cepat oleh DPR.

"Omnibus Law itu, otomatis jelas melanggar kontstitusi karena prinsipya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang, itu nggak boleh. Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai Perpu dan diuji di DPR," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/10/2020).

(Baca: Fahri Hamzah Bikin Tagar Ayo KPK Bisa, Febri Diansyah Terharu)

Dia berpendapat, UU Cipta Kerja ini bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang. Selain melangggar konstitusi, UU Cipta Kerja iti juga dinilai merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-jelas melanggar hak asasi manusia (HAM).

(Baca juga : 1.000 Aparat Gabungan Siaga di Bekasi, Hadang Buruh Masuk Jakarta )

"Ini bukan open policy, tapi legal policy. UU ini (UU Cipta Kerja, red) dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi," kata Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-209 ini.

(Baca juga : Jokowi Diminta Berkaca dari Vietnam Kapok Gunakan UU Omnibus Law )

Fahri mengaku tidak habis pikir dengan bisikan para penasihat hukum dan tata negara Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lebih mendorong pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU daripada mengajukan Perppu atau melakukan sinkronisasi aturan teknis.

"Mohon maaf, penasehat hukum dan tata negaraya Pak Jokowi kurang pintar. Pak Jokowi itu bukan lawyer atau ahli hukum, mestinya ahli hukum yang harus dengar Pak Jokowi. Ini Pak Jokowinya yang nggak mau dengar ahli hukum atau ahli hukumnya yang tidak mau dengerin Pak Jokowi. Tapi kelihatanya ada pedagang yang didengar oleh Pak Jokowi daripada ahli hukumnya," kata Fahri.

(Baca: Muhammadiyah Ajak Pihak Tak Puas UU Cipta Kerja Ajukan Judicial Review)

Menurut dia, jika UU Cipta Kerja ini nantinya dibatalkan secara keseluruhan oleh MK, maka bisa menimbulkan kekacauan pada aturan lain yang terkait. Sebab, Omnibus Law itu bukan tradisi Indonesia dalam membuat regulasi, sehingga akan sulit diterapkan.

MK sebagai penjaga kontitusi (The Guardian Of Constitution) akan mempertimbangkan untuk membatalkan UU Cipta Kerja, apabila ada judicial rewiew. "Kalau di judicial rewiew di Mahkamah Kontititusi, misalnya hakimnya menjatuhkan putusan isinya dibatalkan total, maka aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Omnibus Law Cipta Kerja ini," katanya.

Karena itu, Fahri berharap agar Presiden Jokowi tidak otoriter dalam menerapkan UU Cipta Kerja. Kata dia, Jokowi harus mengumpulkan semua pihak duduk satu meja dan berbicara mengenai UU Cipta Kerja, sehingga publik bisa memililiki pemahaman yang sama dengan pemerintah.

"Itu bisa disiasati. Tidak usah menjadi otoriter kalau sekedar mengajak rakyat berpatispasi dalam pembangunan. Tidak perlu otoriter, ajak semua ngobrol agar memahami kepentigan untuk akselerasi kita. Saya kira semua akan ikut mendukung," katanya.

(Baca: Tolak UU Cipta Kerja, Mahasiswa Unpad dan ITB Bakal Demo ke Jakarta)

Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah seharusnya tidak perlu melibatkan DPR sejak awal dalam menuntaskan permasalahan Omnibus Law. Cukup panggil seluruh stakeholder terkait selesaikan secara sepihak di internal pemerintah, dan tidak perlu menerebos banyak UU.

"Kalau ada aturan baru yang tidak melanggar hukum tentu akan didukung oleh publik. Enggak usah ajak DPR, enggak perlu repot-repot begini. Omnibus Law itu nanti akan dihajar terus karena bertentangan dengan publik dan buruh. Kasihan Pak Jokowi nanti diakhir jabatannya," pungkasnya.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1967 seconds (0.1#10.140)