Waspada Komunis Itu Positif dan Harus!
loading...
A
A
A
Ketiga, meningginya serangan-serangan terbuka kepada Ulama dan institusi agama (baca Islam). Dalam sejarahnya hanya ideologi yang anti agama akan menyerang agama secara terbuka.
Telah banyak ulama dan ustaz-ustaz yang diserang. Mungkin yang paling heboh baru-baru ini adalah serangan kepada Syeikh Ali Jaber.
Baru saja sebuah masjid di Tengerang dirusak dan dicoret-coret oleh sekelompok orang dengan kata-kata “anti Islam”. Jika serangan itu hanya kepada para ulama, boleh jadi karena memang ada ulama yang keras. Tapi ini justeru institusi agama, bahkan agamanya itu sendiri begitu dibenci. Benci ulama boleh jadi karena perbedaan politik. Tapi benci agama dan institusi agama? Siapa lagi kalau bukan mereka yang memang anti agama?
Keempat, terjadi pelemahan institusi pertahanan negara. Tentu dalam hal ini TNI menjadi target utama. Saya tidak membahas secara vulgar dan detail masalah ini. Saya hanya mengharap agar kita semua mencoba menganalisa kejadian-kejadian dalam tubuh TNI tahun-tahun terakhir.
Kelima, proses pembangunan ekonomi yang massif, tapi sangat “centralized” pada segmen masyarakat tertentu. Pembangunan infra struktur-infra struktur tidak mengarah kepada keberpihakan kepada rakyat. pembangunan itu seolah menjadi hiburan sesaat bagi rakyat luas.
Hal itu akan nampak ketika melihat kepada pembangunan sektor pertanian. Kepemilikan lahan di negara Indonesia diakui terkonsentrasi pada segmen masyarakat tertentu. Sementara rakyat luas semakin termarjinalkan dengan masa depan yang semakin suram.
Keenam, gerilya politik yang tidak lagi malu-malu. Jika diperhatikan secara seksama perpolitikan di Indonesia akan nampak dengan sendirinya bahwa ada permainan cantik, tapi terkadang kasar, dalam mrmarjinalkan kekuatan Umat dan penduduk mayoritas Indonesia.
Partai-partai yang berwawasan keislaman dan kerakyatan akan dipaksa atau terpaksa untuk melebur dengan kekuatan besar. Pemaksaan itu sering dengan cara yang cantik. Tapi sering juga dengan kekeraran politik dan intimidasi.
Gerilya politik ini kemudian tanpa malu-malu mencoba untuk melakukan ronrongan kepada ideologi negara, Pancasila. Upaya mengganti Pancasila melalui RUU HIP jelas merupakan demonstrasi yang terbuka dari pihak-pihak yang anti negara. Dan itu melalui gerilya politik tanpa sunkan lagi.
Ketujuh, “hidden player” atau pemain terselubung ada di semua negara. Bahkan biasanya mereka bukan sekedar pemain. Justeru mereka adalah “hidden power” (kekuatan atau kekuasaan di balik tirai).
Telah banyak ulama dan ustaz-ustaz yang diserang. Mungkin yang paling heboh baru-baru ini adalah serangan kepada Syeikh Ali Jaber.
Baru saja sebuah masjid di Tengerang dirusak dan dicoret-coret oleh sekelompok orang dengan kata-kata “anti Islam”. Jika serangan itu hanya kepada para ulama, boleh jadi karena memang ada ulama yang keras. Tapi ini justeru institusi agama, bahkan agamanya itu sendiri begitu dibenci. Benci ulama boleh jadi karena perbedaan politik. Tapi benci agama dan institusi agama? Siapa lagi kalau bukan mereka yang memang anti agama?
Keempat, terjadi pelemahan institusi pertahanan negara. Tentu dalam hal ini TNI menjadi target utama. Saya tidak membahas secara vulgar dan detail masalah ini. Saya hanya mengharap agar kita semua mencoba menganalisa kejadian-kejadian dalam tubuh TNI tahun-tahun terakhir.
Kelima, proses pembangunan ekonomi yang massif, tapi sangat “centralized” pada segmen masyarakat tertentu. Pembangunan infra struktur-infra struktur tidak mengarah kepada keberpihakan kepada rakyat. pembangunan itu seolah menjadi hiburan sesaat bagi rakyat luas.
Hal itu akan nampak ketika melihat kepada pembangunan sektor pertanian. Kepemilikan lahan di negara Indonesia diakui terkonsentrasi pada segmen masyarakat tertentu. Sementara rakyat luas semakin termarjinalkan dengan masa depan yang semakin suram.
Keenam, gerilya politik yang tidak lagi malu-malu. Jika diperhatikan secara seksama perpolitikan di Indonesia akan nampak dengan sendirinya bahwa ada permainan cantik, tapi terkadang kasar, dalam mrmarjinalkan kekuatan Umat dan penduduk mayoritas Indonesia.
Partai-partai yang berwawasan keislaman dan kerakyatan akan dipaksa atau terpaksa untuk melebur dengan kekuatan besar. Pemaksaan itu sering dengan cara yang cantik. Tapi sering juga dengan kekeraran politik dan intimidasi.
Gerilya politik ini kemudian tanpa malu-malu mencoba untuk melakukan ronrongan kepada ideologi negara, Pancasila. Upaya mengganti Pancasila melalui RUU HIP jelas merupakan demonstrasi yang terbuka dari pihak-pihak yang anti negara. Dan itu melalui gerilya politik tanpa sunkan lagi.
Ketujuh, “hidden player” atau pemain terselubung ada di semua negara. Bahkan biasanya mereka bukan sekedar pemain. Justeru mereka adalah “hidden power” (kekuatan atau kekuasaan di balik tirai).