Tunda Pilkada Demi Menjaga Hak Hidup Calon Pemilih
loading...
A
A
A
Firman mengakui, mengganasnya wabah Covid-19 menimbulkan kekhawatiran akan munculnya klaster-klaster pilkada. Meski begitu, dia mempertanyakan sampai kapan pilkada diundur di tengah ketidakjelasan kapan pandemi Covid-19 berakhir. "Wacana pengunduran pilkada ini kan sudah lama bergulir. Tapi kalau diundur, sampai kapan, karena kita pun tidak tahu kapan pandemi berakhir," ujar Firman.
"Menurut saya, saat ini persoalannya bukan mundur atau tidak, tapi bagaimana kesiapan protokol kesehatannya," sambung Firman menegaskan.
Firman menjelaskan, beban politis yang cukup besar dipastikan di depan mata saat pilkada serentak 2020 kembali diundur. Dia menyebut, peta politik yang telah rampung dibangun hingga melahirkan rekomendasi pasangan calon kepala daerah akan kembali mentah. (Baca juga: Koeman Sarankan Puig Segera Tinggalkan Barcelona)
"Bayangkan, ini proses politik yang sudah selesai hingga menghasilkan rekomendasi calon kepala daerah akan mentah lagi. Kalau diundur, peta politik bisa kembali berubah, tidak ada jaminan tidak berubah, apalagi politik itu sifatnya dinamis," katanya.
Tidak hanya itu, beban politis besar lainnya yang berdampak langsung terhadap masyarakat adalah jalannya roda pemerintahan. Pasalnya, saat masa jabatan kepala daerah habis, mau tidak mau daerah dipimpin oleh seorang pelaksana teknis (Plt) yang legitimasinya terbatas karena ditunjuk oleh pemerintah.
"Beda halnya dengan kepala daerah yang legitimasinya tinggi karena dipilih oleh rakyat. Seorang kepala daerah akan lebih leluasa memimpin daerahnya, beda halnya dengan Plt yang terbatas dalam menentukan kebijakan," ujarnya.
Apalagi, lanjut Firman, di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi, masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang berani mengambil keputusan dan risiko dalam mengatasi dampak pandemi.
"Kalau hanya sekadar Plt, saya kira mereka hanya akan menjadi safety player. Padahal, di situasi krisis seperti ini, masyarakat butuh pemimpin yang berani mengambil keputusan, termasuk risikonya," tegasnya lagi. (Baca juga: Lahan TPU Pondok Rangon Diperluas Sekitar 13.500 Meter Persegi)
Oleh karena itu, Firman kembali menekankan bukan soal pilkada diundur atau tidak, melainkan kesiapan penyelenggara pilkada serentak 2020 dalam penerapan protokol kesehatan ketat untuk menekan potensi penularan Covid-19.
"Apalagi, sejumlah negara pun sukses menggelar pesta demokrasi di tengah pandemi, seperti Korea Selatan. Jadi, yang penting protokol kesehatan karena kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini berakhir," katanya.
"Menurut saya, saat ini persoalannya bukan mundur atau tidak, tapi bagaimana kesiapan protokol kesehatannya," sambung Firman menegaskan.
Firman menjelaskan, beban politis yang cukup besar dipastikan di depan mata saat pilkada serentak 2020 kembali diundur. Dia menyebut, peta politik yang telah rampung dibangun hingga melahirkan rekomendasi pasangan calon kepala daerah akan kembali mentah. (Baca juga: Koeman Sarankan Puig Segera Tinggalkan Barcelona)
"Bayangkan, ini proses politik yang sudah selesai hingga menghasilkan rekomendasi calon kepala daerah akan mentah lagi. Kalau diundur, peta politik bisa kembali berubah, tidak ada jaminan tidak berubah, apalagi politik itu sifatnya dinamis," katanya.
Tidak hanya itu, beban politis besar lainnya yang berdampak langsung terhadap masyarakat adalah jalannya roda pemerintahan. Pasalnya, saat masa jabatan kepala daerah habis, mau tidak mau daerah dipimpin oleh seorang pelaksana teknis (Plt) yang legitimasinya terbatas karena ditunjuk oleh pemerintah.
"Beda halnya dengan kepala daerah yang legitimasinya tinggi karena dipilih oleh rakyat. Seorang kepala daerah akan lebih leluasa memimpin daerahnya, beda halnya dengan Plt yang terbatas dalam menentukan kebijakan," ujarnya.
Apalagi, lanjut Firman, di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi, masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang berani mengambil keputusan dan risiko dalam mengatasi dampak pandemi.
"Kalau hanya sekadar Plt, saya kira mereka hanya akan menjadi safety player. Padahal, di situasi krisis seperti ini, masyarakat butuh pemimpin yang berani mengambil keputusan, termasuk risikonya," tegasnya lagi. (Baca juga: Lahan TPU Pondok Rangon Diperluas Sekitar 13.500 Meter Persegi)
Oleh karena itu, Firman kembali menekankan bukan soal pilkada diundur atau tidak, melainkan kesiapan penyelenggara pilkada serentak 2020 dalam penerapan protokol kesehatan ketat untuk menekan potensi penularan Covid-19.
"Apalagi, sejumlah negara pun sukses menggelar pesta demokrasi di tengah pandemi, seperti Korea Selatan. Jadi, yang penting protokol kesehatan karena kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini berakhir," katanya.