Jalan Terjal Calon Independen

Jum'at, 04 September 2020 - 08:35 WIB
loading...
Jalan Terjal Calon Independen
Pilkada serentak selalu menghadirkan pasangan calon independen atau calon perseorangan. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pilkada serentak selalu menghadirkan pasangan calon independen atau calon perseorangan. Termasuk pada Pilkada 2020, jumlah calon independen mencapai 70 pasangan. Namun, keberadaan calon independen selama ini dinilai belum merepresentasikan keinginan warga yang ingin memilih figur pemimpin alternatif di luar calon dari partai politik.

Fakta yang terjadi, jalur pendaftaran calon independen di pilkada kerap digunakan oleh kader partai politik (parpol). Banyak kader parpol yang menggunakan jalur independen karena tidak mendapatkan tiket dari partainya. Akibatnya, calon independen yang muncul kerap juga adalah calon dari parpol. (Baca: Mulai Hari Ini Seluruh ASN DKI Bekerja Hanya 5,5 Jam Perhari)

Peneliti senior dari Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Dian Permata menilai, situasi ini melahirkan paradoks. Dari sisi aturan, kata dia, memang tidak ada larangan bagi kader parpol untuk menggunakan jalur independen. Namun, dia menyebut spirit di balik kehadiran calon independen di pilkada sesungguhnya adalah bagaimana dia hadir untuk menjadi alternatif pilihan bagi rakyat.

Rakyat butuh alternatif pilihan di tengah kejumudan akibat buruknya citra parpol. Ketika calon dari parpol dinilai tidak mewakili, rakyat punya pilihan alternatif, yaitu calon independen.

“Namun, faktanya sekarang spirit itu hilang karena jalur independen seringkali tidak mampu menghadirkan calon alternatif bagi pemilih. Secara prosedural memang ada calon independen, tapi dari sisi substansi apa yang diharapkan tidak tercapai,” ucapnya kepada KORAN SINDO kemarin.

Dia menilai, persoalan yang banyak didiskusikan mengenai calon independen selama ini adalah bagaimana agar syarat dukungan berupa KTP diturunkan jumlahnya agar tidak terlalu berat untuk dipenuhi. Banyaknya jumlah KTP yang dipersyaratkan undang-undang dinilai menghambat munculnya calon independen. (Baca juga: Pentagon: China Lirik Indonesia untuk Jadi Pangkalan Militernya)

Namun, bagi Dian, ada isu yang lebih penting dari sekadar syarat dukungan KTP, yakni perlunya membuat kanalisasi yang tegas bagi calon independen dan calon parpol di pilkada. Hal itu, menurutnya, penting untuk didiskusikan agar ke depan bisa diusulkan untuk masuk ke dalam undang-undang.

Kanalisasi yang dimaksud yakni aturan tambahan bahwa setiap calon independen yang maju di pilkada harus benar-benar figur nonparpol. Bahkan jika perlu, di undang-undang pilkada mengatur calon perseorangan yang harus merupakan representasi dari komunitas, entah itu komunitas petani, nelayan, atau buruh. Jadi, orang yang maju sebagai calon merupakan representasi dari komunitasnya.

Dia mengibaratkan sebuah daerah yang penduduknya lebih besar bekerja sebagai nelayan, maka calon perseorangan yang hadir adalah yang mewakili kelompok nelayan tersebut.

“Dengan catatan memang dia adalah asli nelayan setempat. Kenapa harus begitu? Karena calon itu tahu betul apa yang menjadi kebutuhan nelayan setempat sehingga jika terpilih, mampu menjawab kebutuhan masyarakatnya,” ungkapnya. (Baca juga: Banyuwangi Bakal Jadi Pusat Wisata Bahari Kelas Dunia)

Sebaliknya, calon dari parpol juga benar-benar harus merupakan kader yang genuine. Antara lain dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota (KTA) parpol yang masa berlakunya minimal lima tahun. KTA itu akan membuktikan bahwa kader parpol bersangkutan memang mengenal profil daerah yang akan dipimpinnya. Fakta saat ini, kata Dian, parpol sering mentransfer calon dari luar daerah untuk dipilih. Hal itu disebutnya tidak baik buat pembangunan daerah.

Tanpa kanal yang jelas, kata Dian, penggunaan jalur pada pencalonan ini akan terus bercampur. Akibatnya, spirit dari keberadaan calon independen sebagai calon alternatif tidak akan pernah terwujud.

Calon Independen Perlu Legitimasi

DPR banyak menuai kritik karena dinilai sering mempersulit calon independen untuk maju di pilkada. Syarat dukungan minimal KTP yang harus dikumpulkan pasangan calon independen dinilai terlampau berat. DPR sebagai representasi parpol di parlemen sering dituding sengaja mempersempit ruang gerak calon independen karena berpotensi mengganggu kepentingan partai.

Namun, hal ini dibantah oleh Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa. Dia menjelaskan, alasan DPR menaikkan syarat dukungan KTP bertujuan agar calon perseorangan tersebut memiliki modal yang memadai dalam bentuk dukungan dari masyarakat. Sehingga, ketika pasangan calon tersebut maju, mereka benar-benar ingin berkontestasi dan bukan sekadar iseng. (Baca juga: Diancam Barcelona, Lionel Messi Pilih Selesaikan Kontrak)

“Kan tidak jarang di beberapa daerah ada calon perseorangan dari pilkada ke pilkada dia saja. Maka, perlu memperkuat basis legitimasi dia. Walaupun calon perseorangan minimal dia sudah punya modal sosial yang memadai dari masyarakat,” kata Saan kepada KORAN SINDO kemarin.

Jumlah dukungan KTP, menurut Saan, juga sekaligus pembuktian bahwa masyarakat memang memberikan kepercayaan kepada yang bersangkutan untuk maju di pilkada.

Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR ini membantah jika parpol dianggap menjegal calon perseorangan lewat beratnya aturan yang dipersyaratkan tersebut. Menurutnya, kalau calon perseorangan memang memiliki akseptabilitas yang memadai dan dipercaya masyarakat, tentu pemilih akan dengan secara sukarela memberikan dukungannya lewat KTP.

Saan yakin, jika calon perseorangan berniat maju, mereka sudah mempersiapkan diri sejak jauh hari untuk mendapatkan KTP yang tersebar di daerah yang bersangkutan. Calon yang bersangkutan disebutnya memang sudah membangun simpul-simpul massanya sejak lama. Seperti parpol yang mempersiapkan basis dukungannya.

Soal apakah ketentuan syarat dukungan KTP di UU Pilkada akan direvisi, Saan mengaku tidak tahu karena perubahan regulasinya belum dibahas. DPR, menurut dia, akan melihat dinamika pembahasannya. Dia hanya menegaskan bahwa tidak ada keinginan dari parpol untuk menghalang-halangi munculnya calon perseorangan. (Baca juga: Ini Alasan TNI Tidak Diperlukan Menangani Terorisme)

“Sekali lagi, syarat dukungan KTP itu untuk membuktikan bahwa calon perseorangan itu memang punya aksesibilitas yang kuat dan legitimasi yang kuat. Jadi ketika mereka mencalonkan diri, benar-benar akan mendapatkan dukungan real dari masyarakat,” tandasnya.

Calon Independen 70 Pasangan

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaporkan hasil verifikasi hasil bakal pasangan calon perseorangan untuk Pilkada 2020. Hasilnya, ada 70 bakal pasangan calon perseorangan yang telah memenuhi syarat mendaftar sebagai peserta pilkada. Seluruhnya merupakan pasangan calon yang akan bersaing di pilkada kabupaten/kota. (Lihat videonya: Kapal Induk dan Kapal Perang Asing Bernama Nuansa Nusantara)

Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menjelaskan, untuk tingkat pemilihan gubernur (pilgub) ada dua bakal pasangan calon yang menyerahkan syarat dukungan, yakni dari Sumatera Barat dan Kalimantan Utara. Setelah dilakukan verifikasi administrasi, dua bakal pasangan calon tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat minimal dukungan dan sebaran. Dengan begitu, pilgub di sembilan provinsi tidak diikuti pasangan calon perseorangan. (Kiswondari/Bakti)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1464 seconds (0.1#10.140)