Beberapa Catatan atas RUU KUHAP 2023
loading...

Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa
A
A
A
Romli Atmasasmita
PEMBENTUKAN peraturan perundang-undangan di Indonesia memiliki prosedur hukum yang diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011. Pembentukan peraturan perundang-undangan maupun perubahan ataupun penggantiannya yang baru merupakan suatu proses perkembangan perundang-undangan sejalan dengan perubahan perkembangan masyarakat yang memerlukan perubahan/penguatan dasar hukum dan rambut pembatas pelaksanaan daripada objek yang diatur di dalam suatu UU.
Pembentukan dan Perubahan Peraturan Perundang-undangan (P4) merupakan suatu keharusan jika telah berlaku selama lebih dari 10 tahun diberlakukan dan dipastikan terdapat kebutuhan kepentingan hukum masyarakat yang harus segera dipenuhi negara. Kiranya RUU KUHAP tahun 2023 yang merupakan inisiatif Badan Legislasi DPR (Baleg) dipastikan adalah hasil survei yang teliti dari atas berbagai sumber informasi baik secara kelembagaan formal dan lembaga kemasyarakatan yang ada dalam kehidupan tempat perubahan perundang-undangan diperlukan.
Atas dasar hal tersebut dipastikan substansi yang diatur dalam RUU KUHAP sungguh-sungguh mencerminkan kebutuhan negara untuk melaksanakan pengaturan mengenai tata cara peradilan pidana yang lebih baik dan dapat memberikan jaminan, perlindungan atas hak setiap orang memperoleh kepastian hukum yang adil, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.
Berangkat dari asumsi tersebut dipastikan bahwa RUU KUHAP 2023 akan lebih baik dalam konteks jaminan perlindungan hak asasi setiap orang. Namun demikian, setelah dikaji secara teliti terdapat beberapa perubahan, antara lain:
(1) Perubahan mendasar filosofi, visi, tujuan pembentukan RUU KUHAP 2023 dibandingkan dengan KUHAP 1981
(2) Peniadaan Lembaga Praperadilan yang diganti dengan Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP)
(3) Perubahan mendasar Lembaga pengendalian Penuntutan, yakni penyidikan adalah bagian dari penuntutan
(4) Dominasi HPP dalam menentukan proses peradilan pidana.
RUU KUHAP 2023 dilandasi pada filosofi teori hukum progresif yang mengutamakan nilai keadilan masyarakat daripada nilai keadilan berdasarkan ketentuan UU. Visi perubahan RUU KUHAP lebih diarahkan kepada efektivitas proses peradilan pidana dibandingkan dengan efisiensi dan kualitas proses peradilan pidana. Tujuan perubahan RUU KUHAP lebih mengutamakan tujuan kepastian dan keadilan, akan tetapi kurang memberikan posisi penting dan strategis tujuan kepastian hukum yang adil sejalan dengan hak setiap orang untuk memperoleh jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta persamaan di muka hukum (Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945).
Perubahan yang penting dan strategis RUU KUHAP 2023 dibandingkan KUHAP 1981 adalah bahwa kewenangan HPP untuk memeriksa berkas hasil penyidikan kejaksaan (yang mengambil alih tugas dan wewenang penyidikan dari kepolisian) sangat rinci kurang lebih terdapat lebih dari 10 hal yang wajib dipertimbangkan dan harus selesai dalam jangka waktu 2 (dua) hari dan putusan HPP adalah bersifat final dan binding.
Selain aspek positif tujuan melindungi hak asasi tesangka juga terdapat aspek negatif yaitu suatu pekerjaan penilaian hasil pemeriksaan dalam penyidikan diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat dengan objek pemeriksaan yang memiliki kandungan hak asasi yang sangat luas sekalipun hanya aspek prosedur formal belaka. Jika Lembaga Praperadilan diberikan waktu selama 7 hari dengan belum dapat dipastikan tidak ada akan dihentikan karena dilimpahkan pokok perkara selama waktu tersebut diperiksa hakim tunggal saja tidak memberikan kondusif dan kontributif positif atas tujuan pembentukan lembaga tersebut yang digadang-gadang sebagai simbol kebangkitan sistem hukum acara pidana nasional tahun 1981.
PEMBENTUKAN peraturan perundang-undangan di Indonesia memiliki prosedur hukum yang diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011. Pembentukan peraturan perundang-undangan maupun perubahan ataupun penggantiannya yang baru merupakan suatu proses perkembangan perundang-undangan sejalan dengan perubahan perkembangan masyarakat yang memerlukan perubahan/penguatan dasar hukum dan rambut pembatas pelaksanaan daripada objek yang diatur di dalam suatu UU.
Pembentukan dan Perubahan Peraturan Perundang-undangan (P4) merupakan suatu keharusan jika telah berlaku selama lebih dari 10 tahun diberlakukan dan dipastikan terdapat kebutuhan kepentingan hukum masyarakat yang harus segera dipenuhi negara. Kiranya RUU KUHAP tahun 2023 yang merupakan inisiatif Badan Legislasi DPR (Baleg) dipastikan adalah hasil survei yang teliti dari atas berbagai sumber informasi baik secara kelembagaan formal dan lembaga kemasyarakatan yang ada dalam kehidupan tempat perubahan perundang-undangan diperlukan.
Atas dasar hal tersebut dipastikan substansi yang diatur dalam RUU KUHAP sungguh-sungguh mencerminkan kebutuhan negara untuk melaksanakan pengaturan mengenai tata cara peradilan pidana yang lebih baik dan dapat memberikan jaminan, perlindungan atas hak setiap orang memperoleh kepastian hukum yang adil, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.
Baca Juga :
RUU KUHAP Perlu Dirumuskan dengan Bijak
Berangkat dari asumsi tersebut dipastikan bahwa RUU KUHAP 2023 akan lebih baik dalam konteks jaminan perlindungan hak asasi setiap orang. Namun demikian, setelah dikaji secara teliti terdapat beberapa perubahan, antara lain:
(1) Perubahan mendasar filosofi, visi, tujuan pembentukan RUU KUHAP 2023 dibandingkan dengan KUHAP 1981
(2) Peniadaan Lembaga Praperadilan yang diganti dengan Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP)
(3) Perubahan mendasar Lembaga pengendalian Penuntutan, yakni penyidikan adalah bagian dari penuntutan
(4) Dominasi HPP dalam menentukan proses peradilan pidana.
RUU KUHAP 2023 dilandasi pada filosofi teori hukum progresif yang mengutamakan nilai keadilan masyarakat daripada nilai keadilan berdasarkan ketentuan UU. Visi perubahan RUU KUHAP lebih diarahkan kepada efektivitas proses peradilan pidana dibandingkan dengan efisiensi dan kualitas proses peradilan pidana. Tujuan perubahan RUU KUHAP lebih mengutamakan tujuan kepastian dan keadilan, akan tetapi kurang memberikan posisi penting dan strategis tujuan kepastian hukum yang adil sejalan dengan hak setiap orang untuk memperoleh jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta persamaan di muka hukum (Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945).
Perubahan yang penting dan strategis RUU KUHAP 2023 dibandingkan KUHAP 1981 adalah bahwa kewenangan HPP untuk memeriksa berkas hasil penyidikan kejaksaan (yang mengambil alih tugas dan wewenang penyidikan dari kepolisian) sangat rinci kurang lebih terdapat lebih dari 10 hal yang wajib dipertimbangkan dan harus selesai dalam jangka waktu 2 (dua) hari dan putusan HPP adalah bersifat final dan binding.
Selain aspek positif tujuan melindungi hak asasi tesangka juga terdapat aspek negatif yaitu suatu pekerjaan penilaian hasil pemeriksaan dalam penyidikan diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat dengan objek pemeriksaan yang memiliki kandungan hak asasi yang sangat luas sekalipun hanya aspek prosedur formal belaka. Jika Lembaga Praperadilan diberikan waktu selama 7 hari dengan belum dapat dipastikan tidak ada akan dihentikan karena dilimpahkan pokok perkara selama waktu tersebut diperiksa hakim tunggal saja tidak memberikan kondusif dan kontributif positif atas tujuan pembentukan lembaga tersebut yang digadang-gadang sebagai simbol kebangkitan sistem hukum acara pidana nasional tahun 1981.
Lihat Juga :