Membuka Pintu Capres Alternatif

Selasa, 01 September 2020 - 08:09 WIB
loading...
Membuka Pintu Capres Alternatif
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemilu Presiden 2024 perlu didorong agar memunculkan calon presiden (capres) alternatif. Salah satu caranya ialah menurunkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Capres alternatif akan membuat kompetisi pilpres lebih menarik karena calon tidak didominasi wajah lama yang umumnya kader partai politik.

Musisi Giring membuat kejutan ketika mendeklarasikan diri sebagai capres pada pekan lalu. Banyak komentar yang muncul, dari yang positif dan mendukung hingga yang bernada miring. Terlepas dari penilaian publik, deklarasi Giring dinilai mengandung pendidikan politik, yakni siapa pun yang ingin menjadi capres dia perlu lebih awal muncul mengenalkan dirinya ke publik. (Baca: Indonesia Panaskan Perang Drone Militer Masa Depan)

Namun, upaya Giring menjadi capres bisa jadi hanya gimmick politik. Sekadar ingin mengangkat popularitas dan elektabilitas Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpinnya. Pasalnya, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa menjadi kandidat di pilpres bukan hal yang mudah. Meskipun banyak figur-figur potensial, umumnya mereka gagal berkontes lantaran sulitnya mendapatkan kendaraan politik. Partai politik masih lebih memilih mengusung kadernya.

Karena itu, Pilpres 2024 dinilai jadi momentum untuk perubahan. Ruang bagi capres alternatif akan terbuka apabila presidential threshold pada UU Pemilu diturunkan. Jika presidential threshold yang saat ini 20% jumlah kursi DPR atau 25% suara sah nasional turun menjadi 10%, 5%, atau bahkan 0%, kontestasi pilpres akan lebih semarak.

Pilpres tidak lagi diikuti hanya dua pasangan capres-cawapres sebagaimana dua pilpres terakhir. Salah satu sisi buruk pilpres dengan dua pasangan adalah terjadinya pembelahan di masyarakat yang masih terjadi sampai hari ini. “Memang akan lebih banyak calon presiden kalau syarat untuk mengusung capres hanya 5% atau 10% saja,” ujar pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, kepada KORAN SINDO kemarin.

Menurut dia, hal itu sudah dibuktikan pada Pilpres 2004 , saat presidential threshold hanya 5%. Saat itu ada lima pasangan yang bersaing. Saat syarat dinaikkan menjadi 20% pada Pilpres 2009 pasangan calon yang muncul hanya tiga. Dalam dua pilpres terakhir, 2014 dan 2019, pilpres hanya diikuti dua pasangan.

Meski pembahasan RUU Pemilu di DPR saat ini diwarnai isu bakal turunnya presidential threshold, Qodari tidak yakin itu benar-benar akan terjadi. “Kalau kita lihat ini sudah 15 tahun. Jadi, kelihatannya mayoritas kekuatan parpol masih tetap akan mendukung angka 20% itu. Karena, kalau mayoritas tidak mendukung, syarat itu sudah berubah jauh-jauh hari,” ujar Qodari. (Baca juga: AS Akan Merugi Jika Jatuhkan Sanksi Terhadap India)

Sementara itu, pengamat politik Hendri Satrio mengatakan, memang perlu mendorong munculnya capres alternatif pada pilpres mendatang. Alasannya, munculnya capres seperti Giring yang datang dari parpol kecil justru hal baik karena akan mendukung perjuangan menurunkan presidential threshold.

Dia menyebut perjuangan menurunkan syarat pencapresan dilakukan banyak pihak, salah satunya organisasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). “Saya suka dengan kemunculan Giring daripada kita omongin capres yang itu-itu saja. Jadi, PSI bisa ikut perjuangkan presidential threshold seperti disampaikan KAMI,” ujarnya.

Ruang bagi Kepala Daerah
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1194 seconds (0.1#10.140)