Membuka Pintu Capres Alternatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemilu Presiden 2024 perlu didorong agar memunculkan calon presiden (capres) alternatif. Salah satu caranya ialah menurunkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Capres alternatif akan membuat kompetisi pilpres lebih menarik karena calon tidak didominasi wajah lama yang umumnya kader partai politik.
Musisi Giring membuat kejutan ketika mendeklarasikan diri sebagai capres pada pekan lalu. Banyak komentar yang muncul, dari yang positif dan mendukung hingga yang bernada miring. Terlepas dari penilaian publik, deklarasi Giring dinilai mengandung pendidikan politik, yakni siapa pun yang ingin menjadi capres dia perlu lebih awal muncul mengenalkan dirinya ke publik. (Baca: Indonesia Panaskan Perang Drone Militer Masa Depan)
Namun, upaya Giring menjadi capres bisa jadi hanya gimmick politik. Sekadar ingin mengangkat popularitas dan elektabilitas Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpinnya. Pasalnya, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa menjadi kandidat di pilpres bukan hal yang mudah. Meskipun banyak figur-figur potensial, umumnya mereka gagal berkontes lantaran sulitnya mendapatkan kendaraan politik. Partai politik masih lebih memilih mengusung kadernya.
Karena itu, Pilpres 2024 dinilai jadi momentum untuk perubahan. Ruang bagi capres alternatif akan terbuka apabila presidential threshold pada UU Pemilu diturunkan. Jika presidential threshold yang saat ini 20% jumlah kursi DPR atau 25% suara sah nasional turun menjadi 10%, 5%, atau bahkan 0%, kontestasi pilpres akan lebih semarak.
Pilpres tidak lagi diikuti hanya dua pasangan capres-cawapres sebagaimana dua pilpres terakhir. Salah satu sisi buruk pilpres dengan dua pasangan adalah terjadinya pembelahan di masyarakat yang masih terjadi sampai hari ini. “Memang akan lebih banyak calon presiden kalau syarat untuk mengusung capres hanya 5% atau 10% saja,” ujar pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, kepada KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, hal itu sudah dibuktikan pada Pilpres 2004 , saat presidential threshold hanya 5%. Saat itu ada lima pasangan yang bersaing. Saat syarat dinaikkan menjadi 20% pada Pilpres 2009 pasangan calon yang muncul hanya tiga. Dalam dua pilpres terakhir, 2014 dan 2019, pilpres hanya diikuti dua pasangan.
Meski pembahasan RUU Pemilu di DPR saat ini diwarnai isu bakal turunnya presidential threshold, Qodari tidak yakin itu benar-benar akan terjadi. “Kalau kita lihat ini sudah 15 tahun. Jadi, kelihatannya mayoritas kekuatan parpol masih tetap akan mendukung angka 20% itu. Karena, kalau mayoritas tidak mendukung, syarat itu sudah berubah jauh-jauh hari,” ujar Qodari. (Baca juga: AS Akan Merugi Jika Jatuhkan Sanksi Terhadap India)
Sementara itu, pengamat politik Hendri Satrio mengatakan, memang perlu mendorong munculnya capres alternatif pada pilpres mendatang. Alasannya, munculnya capres seperti Giring yang datang dari parpol kecil justru hal baik karena akan mendukung perjuangan menurunkan presidential threshold.
Dia menyebut perjuangan menurunkan syarat pencapresan dilakukan banyak pihak, salah satunya organisasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). “Saya suka dengan kemunculan Giring daripada kita omongin capres yang itu-itu saja. Jadi, PSI bisa ikut perjuangkan presidential threshold seperti disampaikan KAMI,” ujarnya.
Ruang bagi Kepala Daerah
Isu menurunkan atau menghapus presidential threshold pada pilpres mendatang kian relevan seiring munculnya sejumlah figur potensial untuk menjadi capres. Mereka adalah para kepala daerah yang kinerjanya dinilai menonjol selama menangani pandemi Covid-19.
Kepala daerah tersebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Survei terakhir yang dilakukan lembaga Indikator Politik Indonesia pada Juli 2020 menunjukkan nama-nama ini ada di deretan papan atas figur capres dengan elektabilitas tertinggi. (Baca juga: Ngamuk di Acara Agustusan, 22 Anggota Ormas Dibekuk)
Jika presidential threshold turun menjadi 10% atau bahkan 5%, figur kepala daerah ini berpeluang mengendarai sejumlah partai politik menengah, di antaranya NasDem, PAN, PKB, dan PKS. Parpol menengah ini cukup membutuhkan dua anggota koalisi untuk bisa mengusung pasangan calon. Namun, jika presidential threshold tetap 20%, hampir bisa dipastikan pintu bagi mereka akan tertutup.
M Qodari mengatakan, jika UU Pemilu belum diubah dan presidential threshold masih sama, capres adalah orang yang berasal atau didukung parpol besar seperti PDIP, Gerindra, atau Golkar. “Kecenderungannya parpol akan mencalonkan kader sendiri. Tapi, bukan mustahil figur di luar itu, seperti Giring. Tapi, ada syaratnya, yakni harus punya elektabilitas tinggi sebagai capres seperti Jokowi pada 2013-2014,” ucapnya.
Pendidikan Politik
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PDIP Arif Wibowo ikut mengomentari munculnya Giring sebagai capres. Apa yang dilakukan PSI itu disebutnya bagus karena mempunyai strategi yang diharapkan bisa memantik hasil dalam bentuk dukungan publik atau dukungan elektoral. Namun, menurut Arif, ada beberapa hal yang perlu dipastikan oleh PSI. Pertama, PSI harus menjadi peserta pemilu dulu. Kedua, PSI bisa memperoleh kursi DPR. Sepanjang Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu tidak diubah, PSI tidak bisa mencalonkan presiden pada 2024 mendatang. “Artinya, tidak hanya ditawarkan kepada masyarakat, tetapi juga kepada partai-partai. Saran saya ya sebaiknya PSI melobi partai-partai itu, siapa tahu ada yang mau mencalonkan Giring pada 2024 nanti,” ucapnya.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, kemunculan capres alternatif di pilpres hal yang sehat bagi demokrasi. Publik memang perlu mengenal capresnya sejak awal. “Apresiasi buat Giring dan PSI yang sudah berani jujur menyampaikan keinginannya untuk maju pada 2024, ini justru sehat bagi demokrasi, tidak ada lagi beli kucing dalam karung,” ungkapnya. (Lihat videonya: Seorang Pemuda Jadi Korban Penembakan di Jakarta Utara)
Bahkan, Mardani mengajak semua calon presiden untuk tampil, menyampaikan gagasan dan menyampaikan pola pikir atau kerangka kerja untuk Indonesia maju, serta menyampaikan gagasannya soal bagaimana menangani Covid-19. “Parpol jangan ragu, harus berani mengajukan capres,” katanya.
Di lain pihak, Koordinator Juru Bicara PSI Dara A Kesuma menjelaskan, alasan PSI mengumumkan pencalonan Giring sejak jauh-jauh hari karena pihaknya ingin memberikan pendidikan politik agar para calon pemimpin negara tidak hanya muncul mendekati pemilu. "PSI sekaligus ingin memberikan alternatif calon pemimpin kepada rakyat,” ujarnya. (Kiswondari/Bakti)
Musisi Giring membuat kejutan ketika mendeklarasikan diri sebagai capres pada pekan lalu. Banyak komentar yang muncul, dari yang positif dan mendukung hingga yang bernada miring. Terlepas dari penilaian publik, deklarasi Giring dinilai mengandung pendidikan politik, yakni siapa pun yang ingin menjadi capres dia perlu lebih awal muncul mengenalkan dirinya ke publik. (Baca: Indonesia Panaskan Perang Drone Militer Masa Depan)
Namun, upaya Giring menjadi capres bisa jadi hanya gimmick politik. Sekadar ingin mengangkat popularitas dan elektabilitas Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpinnya. Pasalnya, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa menjadi kandidat di pilpres bukan hal yang mudah. Meskipun banyak figur-figur potensial, umumnya mereka gagal berkontes lantaran sulitnya mendapatkan kendaraan politik. Partai politik masih lebih memilih mengusung kadernya.
Karena itu, Pilpres 2024 dinilai jadi momentum untuk perubahan. Ruang bagi capres alternatif akan terbuka apabila presidential threshold pada UU Pemilu diturunkan. Jika presidential threshold yang saat ini 20% jumlah kursi DPR atau 25% suara sah nasional turun menjadi 10%, 5%, atau bahkan 0%, kontestasi pilpres akan lebih semarak.
Pilpres tidak lagi diikuti hanya dua pasangan capres-cawapres sebagaimana dua pilpres terakhir. Salah satu sisi buruk pilpres dengan dua pasangan adalah terjadinya pembelahan di masyarakat yang masih terjadi sampai hari ini. “Memang akan lebih banyak calon presiden kalau syarat untuk mengusung capres hanya 5% atau 10% saja,” ujar pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, kepada KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, hal itu sudah dibuktikan pada Pilpres 2004 , saat presidential threshold hanya 5%. Saat itu ada lima pasangan yang bersaing. Saat syarat dinaikkan menjadi 20% pada Pilpres 2009 pasangan calon yang muncul hanya tiga. Dalam dua pilpres terakhir, 2014 dan 2019, pilpres hanya diikuti dua pasangan.
Meski pembahasan RUU Pemilu di DPR saat ini diwarnai isu bakal turunnya presidential threshold, Qodari tidak yakin itu benar-benar akan terjadi. “Kalau kita lihat ini sudah 15 tahun. Jadi, kelihatannya mayoritas kekuatan parpol masih tetap akan mendukung angka 20% itu. Karena, kalau mayoritas tidak mendukung, syarat itu sudah berubah jauh-jauh hari,” ujar Qodari. (Baca juga: AS Akan Merugi Jika Jatuhkan Sanksi Terhadap India)
Sementara itu, pengamat politik Hendri Satrio mengatakan, memang perlu mendorong munculnya capres alternatif pada pilpres mendatang. Alasannya, munculnya capres seperti Giring yang datang dari parpol kecil justru hal baik karena akan mendukung perjuangan menurunkan presidential threshold.
Dia menyebut perjuangan menurunkan syarat pencapresan dilakukan banyak pihak, salah satunya organisasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). “Saya suka dengan kemunculan Giring daripada kita omongin capres yang itu-itu saja. Jadi, PSI bisa ikut perjuangkan presidential threshold seperti disampaikan KAMI,” ujarnya.
Ruang bagi Kepala Daerah
Isu menurunkan atau menghapus presidential threshold pada pilpres mendatang kian relevan seiring munculnya sejumlah figur potensial untuk menjadi capres. Mereka adalah para kepala daerah yang kinerjanya dinilai menonjol selama menangani pandemi Covid-19.
Kepala daerah tersebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Survei terakhir yang dilakukan lembaga Indikator Politik Indonesia pada Juli 2020 menunjukkan nama-nama ini ada di deretan papan atas figur capres dengan elektabilitas tertinggi. (Baca juga: Ngamuk di Acara Agustusan, 22 Anggota Ormas Dibekuk)
Jika presidential threshold turun menjadi 10% atau bahkan 5%, figur kepala daerah ini berpeluang mengendarai sejumlah partai politik menengah, di antaranya NasDem, PAN, PKB, dan PKS. Parpol menengah ini cukup membutuhkan dua anggota koalisi untuk bisa mengusung pasangan calon. Namun, jika presidential threshold tetap 20%, hampir bisa dipastikan pintu bagi mereka akan tertutup.
M Qodari mengatakan, jika UU Pemilu belum diubah dan presidential threshold masih sama, capres adalah orang yang berasal atau didukung parpol besar seperti PDIP, Gerindra, atau Golkar. “Kecenderungannya parpol akan mencalonkan kader sendiri. Tapi, bukan mustahil figur di luar itu, seperti Giring. Tapi, ada syaratnya, yakni harus punya elektabilitas tinggi sebagai capres seperti Jokowi pada 2013-2014,” ucapnya.
Pendidikan Politik
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PDIP Arif Wibowo ikut mengomentari munculnya Giring sebagai capres. Apa yang dilakukan PSI itu disebutnya bagus karena mempunyai strategi yang diharapkan bisa memantik hasil dalam bentuk dukungan publik atau dukungan elektoral. Namun, menurut Arif, ada beberapa hal yang perlu dipastikan oleh PSI. Pertama, PSI harus menjadi peserta pemilu dulu. Kedua, PSI bisa memperoleh kursi DPR. Sepanjang Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu tidak diubah, PSI tidak bisa mencalonkan presiden pada 2024 mendatang. “Artinya, tidak hanya ditawarkan kepada masyarakat, tetapi juga kepada partai-partai. Saran saya ya sebaiknya PSI melobi partai-partai itu, siapa tahu ada yang mau mencalonkan Giring pada 2024 nanti,” ucapnya.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, kemunculan capres alternatif di pilpres hal yang sehat bagi demokrasi. Publik memang perlu mengenal capresnya sejak awal. “Apresiasi buat Giring dan PSI yang sudah berani jujur menyampaikan keinginannya untuk maju pada 2024, ini justru sehat bagi demokrasi, tidak ada lagi beli kucing dalam karung,” ungkapnya. (Lihat videonya: Seorang Pemuda Jadi Korban Penembakan di Jakarta Utara)
Bahkan, Mardani mengajak semua calon presiden untuk tampil, menyampaikan gagasan dan menyampaikan pola pikir atau kerangka kerja untuk Indonesia maju, serta menyampaikan gagasannya soal bagaimana menangani Covid-19. “Parpol jangan ragu, harus berani mengajukan capres,” katanya.
Di lain pihak, Koordinator Juru Bicara PSI Dara A Kesuma menjelaskan, alasan PSI mengumumkan pencalonan Giring sejak jauh-jauh hari karena pihaknya ingin memberikan pendidikan politik agar para calon pemimpin negara tidak hanya muncul mendekati pemilu. "PSI sekaligus ingin memberikan alternatif calon pemimpin kepada rakyat,” ujarnya. (Kiswondari/Bakti)
(ysw)