MK Tolak Uji Materiil UU MA, Masa Jabatan Hakim Agung Tak Dibatasi 10 Tahun

Kamis, 27 Agustus 2020 - 16:31 WIB
loading...
MK Tolak Uji Materiil...
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak uji materiil Pasal 7 dan Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 3/2009 tentang Mahkamah Agung (UU MA). MK memastikan masa jabatan hakim agung pada tidak perlu dibatasi menjadi 10 tahun.

Pasal 7 UU MA mengatur tentang syarat pengangkatan seseorang menjadi hakim agung baik karir maupun non-karir. Syarat bagi calon hakim agung untuk diangkat menjadi hakim karir di antaranya berusia sekurang-kurangnya 45. Pasal 11 mengatur tentang pemberhentian dengan hormat hakim agung dari jabatannya karena lima alasan, di antaranya telah berusia 70 tahun.

(Baca: Uji Materi UU Penyiaran Diperlukan, Jangan Karena Alasan Kebebasan Menjadi Liar)

Dalam gugatan, Aristides Verissimo de Sousa Mota selaku pemohon meminta MK di antaranya memutuskan menyatakan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 11 UU MA bertentangan dengan UUD 1945. Namun MK tidak sependapat dengan dalil-dalil yang diajukan Pemohon dan menyatakan permohonan tersebut kabur.

"Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," tegas Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno MK yang terbuka untuk umum, di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/8/2020).

Putusan ini diambil setelah Mahkamah menyelenggarakan pemeriksaan persidangan untuk mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pemohon, keterangan Presiden, keterangan pihak terkait yakni MA dan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), keterangan pihak terkait Komisi Yudisial (KY), dan keterangan pihak terkait Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia serta mencermati berkas permohonan pemohon dan bukti-bukti yang disampaikan pemohon.

(Baca: Berikut 9 Poin Perubahan dalam Revisi UU MK)

Hakim konstitusi Wahiduddin Adams menyatakan, setelah Mahkamah menyelenggarakan pemeriksaan persidangan dan kemudian mencermati kembali permohonan pemohon secara saksama, maka ternyata terdapat inkonsistensi dan kontradiksi antara posita permohonan dengan petitum permohonan.

Pada posita permohonan, turur dia, pemohon menguraikan masa jabatan hakim agung yang menurut pemohon seharusnya dibatasi lima tahun dan maksimal hakim agung hanya menjabat selama dua periode (sepuluh tahun) vide permohonan halaman 7. Akan tetapi pada petitum permohonan, pemohon justru meminta ketentuan Pasal 7 dan Pasal 11 UU 3/2009 bertentangan dengan UUD 1945.

"Sehingga jika petitum yang demikian dikabulkan justru akan menimbulkan kekosongan hukum karena ketiadaan pengaturan mengenai syarat-syarat untuk diangkat menjadi hakim agung dan alasan-alasan pemberhentiannya," ujar hakim konstitusi Wahiduddin.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1928 seconds (0.1#10.140)