Keselamatan Kerja di Sektor Konstruksi: Tantangan dan Perspektif Indonesia dan Inggris
loading...
A
A
A
ILO mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat bervariasi tergantung pada kondisi di setiap negara, yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan sosial. Terutama di negara-negara berkembang, angka kematian dan cedera akibat kecelakaan kerja cenderung tinggi. Namun, ada beberapa negara industri yang berhasil menurunkan angka cedera serius yang mencerminkan keberhasilan dari upaya-upaya perbaikan dalam hal K3, seperti Negara Inggris atau United Kingdom (UK).
ILO menekankan pentingnya menerapkan budaya K3 sebagai strategi global untuk pengelolaan K3 di seluruh dunia. Dalam makalah yang berjudul "Creating A Safety Culture" yang disusun oleh Jane Ardern, disebutkan bahwa ada tiga faktor utama yang membentuk budaya K3, yaitu sikap, lingkungan, dan sistem. Faktor-faktor ini menjadi landasan penting dalam membangun kesadaran akan pentingnya K3 di tempat kerja serta mendorong implementasi praktik-praktik yang aman dan bertanggung jawab.
Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi di Indonesia bersifat mandatory yang telah diatur dalam kebijakan pemerintah, yakni Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 dalam rangka mengendalikan risiko keselamatan konstruksi dengan elemen yang mesti diterapkan: Komitmen dan Kebijakan, Perencanaan, dan Penerapan.
Di Indonesia, terdapat beragam peraturan yang saling melengkapi satu sama lain dalam menciptakan ekosistem keselamatan kerja yang holistik. Dimulai dari Pengaturan Keselamatan Kerja di Bidang Konstruksi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Berbagai aturan tersebut melibatkan banyak elemen untuk bisa menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat. Seperti halnya pelaksanaan Konstruksi Berkelanjutan yang merupakan prinsip fundamental dalam membangun bangunan gedung dan/atau bangunan sipil yang mematuhi prinsip berkelanjutan, siklus hidup, dan sumber daya dengan tiga pilar utama: 1) Secara ekonomi layak dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat jasa konstruksi; 2) Menjaga pelestarian lingkungan; dan 3) Mengurangi disparitas sosial masyarakat jasa konstruksi. Dengan adanya prinsip Konstruksi Berkelanjutan, penyelenggara jasa usaha tentunya memiliki kewajiban untuk membangun suatu bangunan dengan basis standar yang solid dan prinsip ini diimplementasikan melalui: 1) Perencanaan umum; 2) Pemrograman; 3) Pelaksanaan konsultasi konstruksi; dan 4) Pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, pengguna jasa dan penyedia jasa yang bersangkutan juga wajib melaksanakan Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (“SMKK”) untuk memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan yang berlaku dengan memastikan keselamatan aspek-aspek tertentu dimulai dari aspek keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan publik, hingga keselamatan lingkungan.
Dalam hal perlindungan pekerja/buruh khususnya mereka yang bekerja di ruang terbatas dari potensi bahaya, Indonesia juga telah mengatur hal tersebut melalui Peraturan No. 11 tahun 2023 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Ruang Terbatas (“Permenaker 11/2023”). Ruang terbatas sendiri didefinisikan lokasi yang meliputi: 1) Tangki dan/atau bejana, pesawat uap, dapur/tungku, silo, dan cerobong; 2) Jaringan perpipaan, terowongan, dan konstruksi bawah tanah lainnya yang serupa; 3) Sumur atau lubang yang memiliki bukaan di bagian atasnya dengan kedalaman melebihi 1,5 meter; dan/atau 4) Ruang lain yang dikategorikan sebagai ruang terbatas oleh Pelaku Usaha.
Untuk menjaga keamanan dan keselamatan pekerja, persyaratan K3 untuk ruang terbatas diterapkan berdasarkan enam bidang berikut: 1) Penetapan klasifikasi; 2) Pembatasan akses terhadap ruang terbatas; 3) Izin masuk; 4) Prosedur kerja aman; 5) Peralatan dan perlengkapan; dan 6) Personel K3. Dari upaya tersebut, diharapkan adanya ketentuan protektif bagi para pekerja agar dapat mengetahui tanda-tanda dan/atau limitasi dalam ruang bekerja untuk mencegah kemungkinan terburuk yakni kecelakaan saat bekerja.
Berkaca pada negara Inggris, hadirnya The Building Safety Act 2022 menjadi bentuk respons nyata terhadap tragedi Grenfell Tower tahun 2017 yang mana bertujuan dari untuk meningkatkan desain, konstruksi, dan manajemen gedung-gedung berisiko tinggi. Namun, hal yang menarik dari Inggris bahwa mereka juga menekankan pentingnya kesehatan mental untuk dimasukkan ke dalam bagian dari sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di jasa konstruksi. Health and Safety Executive (HSE) yang merupakan badan publik Inggris yang bertanggung jawab atas dorongan, regulasi, dan penegakan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan di tempat kerja menetapkan ketegasan untuk mengurangi penyakit terkait kerja, dengan fokus khusus pada kesehatan mental dan stres. Hal ini dijadikan sebagai pusat strategi sejak 2022-2023 di Inggris dan pengusaha memiliki kewajiban terhadap karyawan dan pekerja lainnya (termasuk kontraktor) untuk memastikan, kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja berdasarkan Health and Safety at Work etc. Act 1974. Hal tersebut tentunya dilandasi dengan statistik mengenai risiko kesehatan mental di tempat kerja dan dampaknya terhadap produktivitas pekerja yang dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Dari perspektif sosial dan kesejahteraan, K3 di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan para pekerja serta masyarakat secara keseluruhan. Poin tersebut antara lain berpengaruh pada perlindungan terhadap tenaga kerja yang tercantum pada Undang-Undang No 14 tahun 1969. Lingkungan kerja yang aman dan sehat berkontribusi pada peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dengan mengurangi risiko kecelakaan dapat berdampak positif pada pengurangan beban kesehatan dan kesejahteraan. Selain itu, peningkatan kualitas hidup berpengaruh pada kesejahteraan individu di tingkat mikro dan berdampak signifikan pada ekonomi masyarakat.
ILO menekankan pentingnya menerapkan budaya K3 sebagai strategi global untuk pengelolaan K3 di seluruh dunia. Dalam makalah yang berjudul "Creating A Safety Culture" yang disusun oleh Jane Ardern, disebutkan bahwa ada tiga faktor utama yang membentuk budaya K3, yaitu sikap, lingkungan, dan sistem. Faktor-faktor ini menjadi landasan penting dalam membangun kesadaran akan pentingnya K3 di tempat kerja serta mendorong implementasi praktik-praktik yang aman dan bertanggung jawab.
Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi di Indonesia bersifat mandatory yang telah diatur dalam kebijakan pemerintah, yakni Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 dalam rangka mengendalikan risiko keselamatan konstruksi dengan elemen yang mesti diterapkan: Komitmen dan Kebijakan, Perencanaan, dan Penerapan.
Di Indonesia, terdapat beragam peraturan yang saling melengkapi satu sama lain dalam menciptakan ekosistem keselamatan kerja yang holistik. Dimulai dari Pengaturan Keselamatan Kerja di Bidang Konstruksi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Berbagai aturan tersebut melibatkan banyak elemen untuk bisa menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat. Seperti halnya pelaksanaan Konstruksi Berkelanjutan yang merupakan prinsip fundamental dalam membangun bangunan gedung dan/atau bangunan sipil yang mematuhi prinsip berkelanjutan, siklus hidup, dan sumber daya dengan tiga pilar utama: 1) Secara ekonomi layak dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat jasa konstruksi; 2) Menjaga pelestarian lingkungan; dan 3) Mengurangi disparitas sosial masyarakat jasa konstruksi. Dengan adanya prinsip Konstruksi Berkelanjutan, penyelenggara jasa usaha tentunya memiliki kewajiban untuk membangun suatu bangunan dengan basis standar yang solid dan prinsip ini diimplementasikan melalui: 1) Perencanaan umum; 2) Pemrograman; 3) Pelaksanaan konsultasi konstruksi; dan 4) Pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, pengguna jasa dan penyedia jasa yang bersangkutan juga wajib melaksanakan Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (“SMKK”) untuk memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan yang berlaku dengan memastikan keselamatan aspek-aspek tertentu dimulai dari aspek keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan publik, hingga keselamatan lingkungan.
Dalam hal perlindungan pekerja/buruh khususnya mereka yang bekerja di ruang terbatas dari potensi bahaya, Indonesia juga telah mengatur hal tersebut melalui Peraturan No. 11 tahun 2023 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Ruang Terbatas (“Permenaker 11/2023”). Ruang terbatas sendiri didefinisikan lokasi yang meliputi: 1) Tangki dan/atau bejana, pesawat uap, dapur/tungku, silo, dan cerobong; 2) Jaringan perpipaan, terowongan, dan konstruksi bawah tanah lainnya yang serupa; 3) Sumur atau lubang yang memiliki bukaan di bagian atasnya dengan kedalaman melebihi 1,5 meter; dan/atau 4) Ruang lain yang dikategorikan sebagai ruang terbatas oleh Pelaku Usaha.
Untuk menjaga keamanan dan keselamatan pekerja, persyaratan K3 untuk ruang terbatas diterapkan berdasarkan enam bidang berikut: 1) Penetapan klasifikasi; 2) Pembatasan akses terhadap ruang terbatas; 3) Izin masuk; 4) Prosedur kerja aman; 5) Peralatan dan perlengkapan; dan 6) Personel K3. Dari upaya tersebut, diharapkan adanya ketentuan protektif bagi para pekerja agar dapat mengetahui tanda-tanda dan/atau limitasi dalam ruang bekerja untuk mencegah kemungkinan terburuk yakni kecelakaan saat bekerja.
Berkaca pada negara Inggris, hadirnya The Building Safety Act 2022 menjadi bentuk respons nyata terhadap tragedi Grenfell Tower tahun 2017 yang mana bertujuan dari untuk meningkatkan desain, konstruksi, dan manajemen gedung-gedung berisiko tinggi. Namun, hal yang menarik dari Inggris bahwa mereka juga menekankan pentingnya kesehatan mental untuk dimasukkan ke dalam bagian dari sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di jasa konstruksi. Health and Safety Executive (HSE) yang merupakan badan publik Inggris yang bertanggung jawab atas dorongan, regulasi, dan penegakan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan di tempat kerja menetapkan ketegasan untuk mengurangi penyakit terkait kerja, dengan fokus khusus pada kesehatan mental dan stres. Hal ini dijadikan sebagai pusat strategi sejak 2022-2023 di Inggris dan pengusaha memiliki kewajiban terhadap karyawan dan pekerja lainnya (termasuk kontraktor) untuk memastikan, kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja berdasarkan Health and Safety at Work etc. Act 1974. Hal tersebut tentunya dilandasi dengan statistik mengenai risiko kesehatan mental di tempat kerja dan dampaknya terhadap produktivitas pekerja yang dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Dari perspektif sosial dan kesejahteraan, K3 di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan para pekerja serta masyarakat secara keseluruhan. Poin tersebut antara lain berpengaruh pada perlindungan terhadap tenaga kerja yang tercantum pada Undang-Undang No 14 tahun 1969. Lingkungan kerja yang aman dan sehat berkontribusi pada peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dengan mengurangi risiko kecelakaan dapat berdampak positif pada pengurangan beban kesehatan dan kesejahteraan. Selain itu, peningkatan kualitas hidup berpengaruh pada kesejahteraan individu di tingkat mikro dan berdampak signifikan pada ekonomi masyarakat.