Keselamatan Kerja di Sektor Konstruksi: Tantangan dan Perspektif Indonesia dan Inggris

Selasa, 18 Juni 2024 - 18:27 WIB
loading...
Keselamatan Kerja di...
Faktor di balik terjadinya kecelakaan kerja cukup beragam, mulai dari kurangnya tingkat kedisiplinan tenaga kerja dalam mematuhi standar K3 hingga kurangnya ketersediaan tenaga ahli muda yang ada di lapangan. FOTO ILUSTRASI/DOK.SINDOnews
A A A
M Zaky Ardian, Ikhtiar A Hidayat, M Rifli Mubarak
Engineer di Mabey Hire (UK), Corporate Secretary di PT Hutama Karya Infrastruktur, Government Relation and Legal Compliance di CNGR

KECELAKAAN kerja yang terjadi pada 24 Desember 2023 silam yang beroperasi di kawasan PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), dipicu oleh ledakan tungku. Insiden tersebut bermula pada saat pekerja melakukan perbaikan dan pemasangan pelat pada bagian tungku. Mengoperasikan alat berat dan proses peleburan (smelting) memiliki risiko besar yang memerlukan kewaspadaan tinggi. Oleh karena itu, pekerja smelter harus menjalani pelatihan keselamatan kerja sesuai dengan standar yang berlaku. Persoalan K3 terjadi berulang kali, bahkan mengakibatkan korban jiwa. Sesuai rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DISNAKERTRANS) Sulawesi Tengah terkait Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), perusahaan juga wajib memiliki sistem pemeriksaan dan pemeliharaan yang dilakukan secara teratur.

Menyoroti kasus kecelakaan kerja fatal (fatal injuries), sektor konstruksi merupakan penyumbang terbesar terhadap angka kecelakaan kerja di Indonesia. Pada awal Januari 2023, dilaporkan terdapat 264.334 kasus kecelakaan kerja menurut Liputan6.com, bahkan menurut data dari International Labour Organization (ILO), setidaknya 60.000 kecelakaan fatal terjadi setiap tahunnya. Ironisnya, seringkali kecelakaan tersebut masih dinilai sebagai bagian dari 'tumbal proyek” yang tak terhindarkan. Padahal, sebenarnya kecelakaan kerja yang sering terjadi di sektor konstruksi memiliki alasan logis dan penyebab yang dapat diidentifikasi.

Faktor di balik terjadinya kecelakaan kerja cukup beragam, mulai dari kurangnya tingkat kedisiplinan tenaga kerja dalam mematuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) hingga kurangnya ketersediaan tenaga ahli muda yang ada di lapangan. Sebab berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), banyaknya tenaga kerja ahli konstruksi per tahun 2023 berdasarkan kualifikasi hanya terdiri dari 53,36 muda, 68,65 madya, dan 9,31 utama dari total 131,32. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih memperhatikan K3 sebagai prinsip dan hak dasar di tempat kerja. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih memperhatikan K3 sebagai prinsip dan hak dasar di tempat kerja (occupational safety and health as fundamental principles and right at work). "Kondisi kerja yang selamat dan sehat adalah fundamental bagi pekerjaan yang layak (decent work)".

Aturan di Inggris mengamanatkan bahwa setiap temporary works (bangunan sementara) harus direncanakan, dipasang, dan dipelihara agar dapat menahan beban yang dikenakan padanya dan hanya dapat digunakan sesuai dengan tujuan awal. Di Inggris, 45 dari 135 pekerja konstruksi tewas akibat fatal injuries dan 29,62% akibat jatuh dari ketinggian yang berhubungan dengan perancah (scaffolding) sebagaimana pada data di bawah ini:

Keselamatan Kerja di Sektor Konstruksi: Tantangan dan Perspektif Indonesia dan Inggris


Temporary works seperti perancah, penggalian, cofferdam dan caisson harus diperiksa secara berkala oleh orang yang berkompeten. Tidak ada persyaratan hukum khusus mengenai bagaimana pekerjaan sementara harus dikelola; setiap organisasi dapat memilih bagaimana mereka mengatur dan mengelola keselamatan di lokasi.

Desain dan pelaksanaan temporary works yang benar merupakan elemen penting dalam pencegahan dan mitigasi risiko dalam konstruksi. BS 5975: 2019 memberikan rekomendasi dan panduan mengenai pengendalian prosedural yang akan diterapkan pada semua aspek pekerjaan sementara di industri konstruksi dan pada desain, spesifikasi, konstruksi, penggunaan dan pembongkaran temporary works.

Sebagian besar perkembangan desain pekerjaan sementara terjadi di Inggris ketika Jembatan Barton, Jembatan Lodden pada tahun 1960an dan 1970an runtuh selama konstruksi dan pemerintah tergerak untuk menentukan apakah Inggris berada dalam kondisi yang sehat untuk mengelola bengunan sementara. Kegagalan besar yang berkait dengan temporary works di Inggris hampir menghilang sejak BS 5975 diterbitkan pada tahun 1982. Di Inggris, desain tiang penyangga sementara biasanya sesuai dengan ketentuan persyaratan BS 5975 kecuali penggunaan Eurocode 12811 dan EN 12812 ditetapkan sebagai persyaratan kontrak.

Temporary Works Forum (TWf) dibentuk pada tahun 2009 di Inggris sebagai lembaga independen dan nirlaba perusahaan yang beroperasi pada basis biaya terbatas. Panduan dan perangkat yang berguna serta dokumen panduan dihasilkan oleh TWf yang membahas masalah pekerjaan sementara dan penerapan Eurocodes untuk konstruksi yang lebih aman di Inggris. Prinsip-prinsip perangkat alat yang dihasilkan oleh TWf ini dapat diterapkan di seluruh dunia.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1828 seconds (0.1#10.140)