BNPT Sebut 80 Persen Pelaku Terorisme Terpengaruh Dunia Maya

Selasa, 28 Mei 2024 - 22:25 WIB
loading...
A A A
"Dulu kami kewalahan penanganan Napiter terkait penempatan. Bahkan terjadi pemberontakan Napiter dalam lapas," ujarnya.

"Apalagi ada tren Napiter menular ke narapidana lain, seperti narapidana narkoba. Meskipun dulu satu blok, mereka bisa mempengaruhi dan ini berdampak besar," imbuhnya.

Ia menyebut, data terakhir sedikitnya 223 Napiter menyatakan ikrar setia NKRI di 2023 dan 169 Napiter menyatakan ikrar setia NKRI pada 2024. "Tren terbaru Napiter perempuan sangat tinggi. Dan ini jadi perhatian kita," ucapnya.

"Kami terus melakukan pembinaan, salah satunya melalui program safari dakwah dengan mendatang Napiter yang telah menyatakan ikrar setia NKRI," imbuhnya.

Hal yang sama diungkapkan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Antonius Benny Susetyo.

Dia mengatakan, penanganan terorisme tidaklah mudah, karena berkaitan dengan ideologi. Untuk itu, menurut dia, dibutuhkan pendekatan holistik dengan pendekatan Pancasila. Baik pendekatan secara ekonomi maupun sosial.

"Benar, problem saat ini yakni persebaran paham radikalisme melalui era digital. Dan ini sangat sulit, karena media sulit dijangkau ruang dan waktu," katanya.

"Mereka sebar radikalisme pasif di dunia maya. Ini tantangan kita, apalagi ruang digital kita masih satu arah," imbuhnya.

Ia menambahkan, pentingnya melibatkan pengiat media sosial untuk membangun pola pendidikan Pancasila kekinian. Pasalnya, pola pendidikan Pancasila lama tak lagi diminati generasi milenial. "Kalau anak-anak sekarang dijejali pendidikan P4, satu jam mereka sudah kantuk," ucapnya.

Kita perlu juga membuat serial film Napiter yang menarik, bagaimana mereka mau berikrar setia NKRI," imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Analisis Kebijakan Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Erwin Hendra Winata mengatakan, penanganan terorisme di imigrasi mencakup pengawasan. Baik WNI yang terpapar paham radikalisme dan WNA yang terindikasi terlibat radikalisme.

"Penanganan kami seperti pada kasus ISIS, banyak WNI yang mengajukan dokumen untuk keluar negeri. Mereka ketika kembali sudah terpapar," katanya.

"Kami juga cegah WNA masuk Indonesia, ajukan visa wisata tapi kegiatan mereka intelijen dan lainnya. Dan ini kami lakukan dengan melakukan koordinasi dengan BIN, BNPT dan lembaga terkait lainnya," imbuhnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil mengatakan, penanganan radikalisme tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, kasus residivis Napiter masih saja terjadi.

"Jadi bicara deradikalisasi apakah sudah efektif atau belum? Saya katakan belum. Karena masih ada saja kasus residivis Napiter," katanya.

Menurut dia, dibutuhkan deradikalisasi pasca pemidanaan. Sebab, label terorisme menyebabkan Napiter kesulitan mencari kerja. Selain itu juga dibutuhkan program pra pemidanaan para Napiter.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1072 seconds (0.1#10.140)
pixels