Sempat Jadi Berandalan, Surat Yasin Ubah Kehidupan Kelam Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto

Jum'at, 28 Juni 2024 - 07:47 WIB
loading...
Sempat Jadi Berandalan, Surat Yasin Ubah Kehidupan Kelam Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto
Presiden Jokowi melantik Jenderal Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI di Istana Negara beberapa waktu lalu. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Siapa yang tidak kenal Jenderal TNI Agus Subiyanto . Saat ini, dia menduduki jabatan sebagai Panglima TNI, sebuah posisi yang selalu diimpikan oleh siapa pun yang memilih jalan hidup sebagai seorang prajurit atau tentara.

Namun, di balik keberhasilannya menggapai puncak karier militer sebagai Panglima TNI, pria kelahiran Cimahi, Bandung, Jawa Barat pada 5 Agustus 1967 ini harus melewati pahit getirnya kehidupan sejak masih kecil hingga masa remaja.

Saat usianya baru lima tahun, Agus ditinggal pergi oleh ibunda tercintanya entah kemana. Kasih sayang ibu yang terenggut saat usia dini membuat Agus frustasi dan marah. Usianya yang masih belia membuatnya tidak memiliki keberanian untuk bertanya kepada ayahnya.

Sepeninggal ibunya, Agus bersama kakak, dan adik-adiknya hidup bersama ayahnya yang merupakan prajurit Tamtama TNI Angkatan Darat (AD). Penghasilan ayahnya yang pas-pasan membuat Agus hidup sederhana dengan segala keterbatasan.



Belum hilang rasa sedih ditinggal ibu yang melahirkan, Agus kembali mendapat ujian. Puncaknya, saat Agus naik kelas 2 SMA, ayahnya meninggal dunia akibat kecelakaan ditabrak mobil boks di Jalan Pramuka, Bandung saat mengendarai sepeda motor menuju tempat kerjanya di Jalan Halmahera.

“Duniaku rasanya berantakan. Satu-satunya pilarku yang tersisa runtuh,” kenang Agus dalam buku biografinya berjudul “Believe” yang dikutip SINDOnews, Jumat (28/6/2024).



Sepeninggal kedua orang tuanya, kehidupan Agus semakin tidak terarah. Setelah lulus SMA pada 1986, hampir setiap hari Agus menghabiskan waktunya bersama dengan teman-temannya naik motor dan nongkrong tanpa tujuan.

Sempat Jadi Berandalan, Surat Yasin Ubah Kehidupan Kelam Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto

Panglima TNI tanda (x) saat mengikuti pelatihan di Pussenif Bandung.

”Kami suka keliling daerah Baros dan Cimahi. Pastinya sambil cari tempat yang enak buat ngobrol. Kadang juga bahas geng lain, siapa saja yang perlu dimusuhi. Mabuk-mabukan pun sudah biasa. Sering sampai larut atau menjelang pagi,” katanya.

Ditendang Polisi Militer

Hingga suatu ketika di penghujung bulan Februari, Agus bersama teman-temannya tanpa mengenakan helm mengendarai sepeda motor bertiga. Mereka berencana jalan-jalan keliling Cimahi. Namun, saat melintas di pertigaan Leuwigajah, Baros, kendaraan yang dinaikinya dihentikan oleh seorang Polisi Militer.

Agus bersama teman-temannya kemudian dibawa ke Kantor Denpom, Jalan Gatot Soebroto. Di sana, Agus mendapatkan tendangan dan pukulan bertubi-tubi di bagian perut, punggung, dan tulang kering oleh tentara berpangkat Kopral yang di dada kananya tertulis nama “Harahap” dan tulisan “PM” besar yang melingkar di lengan atas.

Namun bukannya takut, Agus yang memang gemar berkelahi justru menatap lekat tentara yang sedang menuntaskan emosinya tersebut. "Lihat saja nanti, kalau aku jadi tentara," gumamnya dalam hatinya.

Peristiwa itulah yang akhirnya mendorong dan merombak jalan hidup Agus untuk menjadi seorang tentara. Sebuah cita-cita yang memang diinginkan oleh ayahanda tercintanya Serka Deddy Unadi. Agus kemudian memutuskan untuk masuk Sekolah Calon Bintara (Secaba).

Dipilihnya Secaba sebagai pintu gerbang menjadi tentara karena Agus menyadari dirinya harus berjuang sendiri tanpa bimbingan seorang ayah. Apalagi masuk Secaba tidak dikenakan biaya sama sekali dan lama pendidikan di Secaba cukup singkat yakni lima bulan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0867 seconds (0.1#10.140)
pixels