Penggunaan Angket terhadap Penyalahgunaan Kewenangan dalam Pemilu 2024
loading...
A
A
A
2.2 Selanjutnya, belum ada ketentuan terkait dengan aturan untuk ketidakikusertaan para Hakim yang dinilai memiliki benturan kepentingan.
3.2 Netralitas oknum aparat juga menjadi sorotan. Sebuah contoh kasus di Sumatera Utara memperlihatkan permasalahan yakni pada saat sebelum masa kampanye dimana ditengarai ada oknum tertentu yang memasang baliho, namun memaksa mencabut baliho calon lainnya. Hal ini sempat menjadi perdebatan namun kemudian menguap begitu saja.
5.2 Sedangkan terkait dengan pelaksanaan kewenangan Bawaslu, banyak sekali laporan yang seharusnya ditindaklanjuti oleh Bawaslu, terutama yang mengandung tentang tindak pidana di bidang Pemilu (Sentra Gakumdu). Namun Bawaslu diduga juga telah diintervensi sehingga Bawaslu seperti tidak bergeming dalam menindaklanjuti laporan tersebut secara serius dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Tercatat oleh pakar, terdapat 2000an laporan kasus yang belum ditindaklanjuti sesuai ketentuan.
Angket merupakan instrumen bagi para wakil rakyat untuk menghadapi kekuasaan dari seorang Kepala Negara (Presiden) atau pejabat Pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaan secara absolut untuk kepentingan pribadi atau golongannya. Memang agaknya pendapat Lord Acton selalu relevan yakni: power tends to corrupt, absolut power corrupt absolutely”. Hal inilah yang kemudian menjadikan orang tertentu ingin selalu melanggengkan kekuasaannya. Kita tidak boleh lupa bahwa di zaman orde baru, hal ini telah merusak sendi-sendi bangsa Indonesia
Hak Konstitusional DPR yang diatur dalam Konstitusi yakni Interpelasi, Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat memang berujung pada rekomendasi yang harus dilaksanakan termasuk dimungkinkannya pemakzulan terhadap Kepala Negara yang dianggap telah melanggar Undang-Undang. Bukan tidak mungkin hal ini terjadi, mengingat hal-hal yang belakangan terjadi dan diungkap oleh publik, termasuk oleh media. Banyak pihak media asing juga ikut berkomentar betapa parahnya penyelenggaraan Pemilu. Pemilu 2024 ini dianggap sebagai pemilu yang paling tidak berintegritas.
Pemilu, baik Pilpres maupun Pileg, bukanlah hal yang biasa saja, artinya ini sangat penting dan berdampak luas pada kelangsungan hidup masyarakat, bangsa, dan negara, terutama dalam hal Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Masa depan bangsa dan negara ini sangat bergantung pada hasil Pemilu, penyelenggaran Pemerintahan, dan terutama integritas para aparaturnya.
Oleh sebab itu, evaluasi terhadap penyelenggaraannya oleh Pemerintah, termasuk dalam hal ini Presiden, patut untuk mendapatkan banyak perhatian. Setidaknya, keterbukaan dan transparansi untuk mengadakan pemilihan umum yang profesional dan berintegritas ke depannya perlu untuk dijamin. Pelaksanaan kebijakan yang telah ada untuk menyelenggarakan Pemilu yang jujur, adil, langsung, bebas, dan rahasia perlu dilakukan tanpa intervensi kekuasaan dan menghasilkan para pemimpin yang dipilih oleh masyarakat. Semoga pikiran yang baik, datang dari segala penjuru.
3. Netralitas Presiden, pejabat negara, Aparat, dan ASN lainnya
3.1 Netralitas Presiden awalnya tidak diragukan setelah menyatakan akan mendukung semua paslon dan menjaga netralitasnya dengan membuat aturan agar seluruh aparatur negara menjaga netralitasnya selama Pemilu. Namun belakangan Presiden justru memperlihatkan sikap berbeda dengan memperbolehkan seluruh pejabat untuk ikut kampanye dan mendukung paslon Capres/Cawapres selama tidak menggunakan fasilitas negara. Pernyataan ni tentu menjadi sebuah dilema dan menimbulkan pro dan kontra, dimana seorang pejabat tentu sangat terkait dengan segala atribut dan fasilitas negara yang dimilikinya.3.2 Netralitas oknum aparat juga menjadi sorotan. Sebuah contoh kasus di Sumatera Utara memperlihatkan permasalahan yakni pada saat sebelum masa kampanye dimana ditengarai ada oknum tertentu yang memasang baliho, namun memaksa mencabut baliho calon lainnya. Hal ini sempat menjadi perdebatan namun kemudian menguap begitu saja.
4. Penyelenggaraan penghitungan suara melalui sistem aplikasi teknologi rekapitulasi penghitungan suara KPU (Sirekap)
4.1 Terakhir sebagaimana menjadi temuan berbagai pihak, bahwa sistem informasi Sirekap yang diselenggarakan oleh KPU tidak memiliki keakuratan atau sangat banyak memiliki kesalahan (error). Petugas KPPS sendiri bahkan menyatakan sulit mengakses dan menggunakan Sirekap. Bahkan gangguan teknis terjadi selama 1x24 jam yang menimbulkan pertanyaan publik tentang kapasitas dan kredibilitas Sirekap tentang Data. Publik kemudian mendorong dilakukannya audit eksternal karena menduga telah terjadi penggelembungan suara seperti yang ditemukan oleh Perludem.5. Netralitas KPU dan Bawaslu
5.1 Putusan DKPP yang terkait dengan diperbolehkannya pendaftaran seorang calon wakil presiden yang tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam PKPU, mempertanyakan profesionalisme KPU. Alhasil, keputusan DKPP memperlihatkan bahwa Ketua dan Anggota KPU diduga melanggar etik dan lalai dalam melihat ketentuan perundang-undangan.5.2 Sedangkan terkait dengan pelaksanaan kewenangan Bawaslu, banyak sekali laporan yang seharusnya ditindaklanjuti oleh Bawaslu, terutama yang mengandung tentang tindak pidana di bidang Pemilu (Sentra Gakumdu). Namun Bawaslu diduga juga telah diintervensi sehingga Bawaslu seperti tidak bergeming dalam menindaklanjuti laporan tersebut secara serius dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Tercatat oleh pakar, terdapat 2000an laporan kasus yang belum ditindaklanjuti sesuai ketentuan.
Angket vs Pemakzulan
Angket ini bertujuan untuk memindahkan pula perdebatan atau diskusi di ruang-ruang yang ada di dalam masyarakat ke ruang formal-publik. Dalam hal ini angket juga menjadi forum bagi Presiden atau aparatur Pemerintah lainnya untuk menjawab keraguan dan segala dugaan terkait dengan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan. Angket sebenarnya merupakan implementasi dari proses check and balances yang dimiliki oleh DPR untuk mengoreksi pelaksanaan kewenangan oleh Pemerintah yang diduga telah melanggar undang-undang yang notabene adalah kesepakatan rakyat dan Pemerintah.Angket merupakan instrumen bagi para wakil rakyat untuk menghadapi kekuasaan dari seorang Kepala Negara (Presiden) atau pejabat Pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaan secara absolut untuk kepentingan pribadi atau golongannya. Memang agaknya pendapat Lord Acton selalu relevan yakni: power tends to corrupt, absolut power corrupt absolutely”. Hal inilah yang kemudian menjadikan orang tertentu ingin selalu melanggengkan kekuasaannya. Kita tidak boleh lupa bahwa di zaman orde baru, hal ini telah merusak sendi-sendi bangsa Indonesia
Hak Konstitusional DPR yang diatur dalam Konstitusi yakni Interpelasi, Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat memang berujung pada rekomendasi yang harus dilaksanakan termasuk dimungkinkannya pemakzulan terhadap Kepala Negara yang dianggap telah melanggar Undang-Undang. Bukan tidak mungkin hal ini terjadi, mengingat hal-hal yang belakangan terjadi dan diungkap oleh publik, termasuk oleh media. Banyak pihak media asing juga ikut berkomentar betapa parahnya penyelenggaraan Pemilu. Pemilu 2024 ini dianggap sebagai pemilu yang paling tidak berintegritas.
Pemilu, baik Pilpres maupun Pileg, bukanlah hal yang biasa saja, artinya ini sangat penting dan berdampak luas pada kelangsungan hidup masyarakat, bangsa, dan negara, terutama dalam hal Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Masa depan bangsa dan negara ini sangat bergantung pada hasil Pemilu, penyelenggaran Pemerintahan, dan terutama integritas para aparaturnya.
Oleh sebab itu, evaluasi terhadap penyelenggaraannya oleh Pemerintah, termasuk dalam hal ini Presiden, patut untuk mendapatkan banyak perhatian. Setidaknya, keterbukaan dan transparansi untuk mengadakan pemilihan umum yang profesional dan berintegritas ke depannya perlu untuk dijamin. Pelaksanaan kebijakan yang telah ada untuk menyelenggarakan Pemilu yang jujur, adil, langsung, bebas, dan rahasia perlu dilakukan tanpa intervensi kekuasaan dan menghasilkan para pemimpin yang dipilih oleh masyarakat. Semoga pikiran yang baik, datang dari segala penjuru.
(abd)