Suara Organisasi Profesi Kesehatan
loading...
A
A
A
Organisasi profesi kesehatan itu jumlahnya banyak. Setiap organisasi profesi kesehatan memiliki percabangan ilmu dan anggota yang menekuni cabang ilmunya masing-masing. Organisasi profesi itu bersifat nasional sehingga ia dapat mengatas-namakan dua hal, yakni mengatas-namakan seluruh anggotanya dan juga mengatas-namakan institusi profesinya sekaligus. Dapat mengatas-namakan anggotanya di forum nasional maupun internasional.
Sudah lazim di tingkat internasional, hanya mengenal atau mengakui satu organisasi profesi sebagai refresentasi profesi dalam satu negara. Ikatan utama anggota dengan organisasi profesi adalah kebanggaan dan kehormatan. Begitu pula dengan kedudukan dan hubungan antar anggota dalam organisasi profesi bersifat persaudaraan atau kesejawatan.
Organisasi profesi mempunyai tujuan utama dalam pendiriannya, yakni untuk menjaga harkat dan kehormatan profesi. Juga mempunyai misi yang menjadi tugas uatamanya. Misi tersebut meliputi: merumuskan sumpah dan standar atau kode etik, merumuskan kemampuan profesional, dan memperjuangkan kebebasan melakukan pengabdian profesi para anggotanya. Dalam membuat program kerja organisasi profesi pun sangat dibatasi oleh profesionalisme dan etik profesi.
Dalam hal kepemimpinan, organisasi profesi menganut kepemimpinan barsama, yang dikenal kolektif kolegial. Mengapa demikian? Karena organisasi profesi menyadari bahwa dalam satu profesi terdapat banyak percabangan ilmu yang berkembang sangat pesat. Tidaklah mungkin seorang pimpinan mampu menguasai semua percabangan ilmu tersebut. Belum lagi pengetahuan lain yang berhubungan profesi.
Terkait proses pembentukan UU No 17/2023 tentang Kesehatan. Ketika pembahasan RUU Kesehatan dilakukan keberadaan organisasi profesi kesehatan (IDI, PDGI, PPNI, IBI, IAI, dan lainnya) masih merupakan satu-satunya organisasi profesi kesehatan di Indonesia, berdasarkan UU yang juga masih berlaku. Artinya, sah mewakili suara atau pendapatnya profesi dan seluruh anggotanya masing-masing.
Andaipun ada individu anggota dari salah satu organisasi profesi menyampaikan pendapat kepada pembentuk UU, tidak serta-merta suara atau pendapatnya tersebut sebanding dengan pendapat organisasi profesinya. Sesenior dan sepandai apapun individu anggota profesi tersebut. Apalagi untuk dikatakan telah mewakili pendapat profesinya. Demikian halnya tidak pantas dan tidak adil membandingkan suara atau pendapat seorang warga negara yang awam dan suara dan pendapat organi-sasi profesi kesehatan.
Sebagai contoh, pendapat seorang dokter yang mengelua-rkan Surat Keterangan Berbadan Sehat dan Surat Keterangan Kematian. Tidak pantas dan tidak adil bila pendapat dokter tersebut diperbandingkan dengan pendapatan warga negara yang awam. Dan lagi pula bila kedua surat keterangan tersebut dikeluarkan oleh orang awam, apakah pihak berwajib atau pihak yang berpentingan mau mempercayainya?
Atau, ketika sedang berada di atas pesawat kemudian ada penumpang sakit dan butuh pertolongan. Kru pesawat ke-mudian mengumumkan, “apakah di antara penumpang ada yang berprofesi dokter atau perawat?” Mereka tidak bertanya apakah ada hakim, pengacara, jaksa, polisi, anggota DPR, atau yang lainnya. Tindakan kru pesawat ini juga sangat pantas dan adil.
Lalu, bagaimana bila suara atau pendapat yang berbeda itu berasal kalangan profesi? Bila anggota salah satu profesi kesehatan berbeda pendapat dengan anggota lain tentang profesi dan konsep kesehatan atau bahkan berbeda dengan suara atau pendapat organisasi profesi, maka suatu organisasi profesi mesti punya jalan keluarnya sendiri.
Anggota organisasi profesi yang berbeda tersebut dipertemukan dalam forum bersama dan diambil keputusan bersama berdasar bukti ilmiah yang paling kuat, dalam suasana kesejawatan yang menjunjung kehormatan profesi. Keputusannya tidak diambil berdasakan suara terbanyak dan bukan pula testimoni.
Sudah lazim di tingkat internasional, hanya mengenal atau mengakui satu organisasi profesi sebagai refresentasi profesi dalam satu negara. Ikatan utama anggota dengan organisasi profesi adalah kebanggaan dan kehormatan. Begitu pula dengan kedudukan dan hubungan antar anggota dalam organisasi profesi bersifat persaudaraan atau kesejawatan.
Organisasi profesi mempunyai tujuan utama dalam pendiriannya, yakni untuk menjaga harkat dan kehormatan profesi. Juga mempunyai misi yang menjadi tugas uatamanya. Misi tersebut meliputi: merumuskan sumpah dan standar atau kode etik, merumuskan kemampuan profesional, dan memperjuangkan kebebasan melakukan pengabdian profesi para anggotanya. Dalam membuat program kerja organisasi profesi pun sangat dibatasi oleh profesionalisme dan etik profesi.
Dalam hal kepemimpinan, organisasi profesi menganut kepemimpinan barsama, yang dikenal kolektif kolegial. Mengapa demikian? Karena organisasi profesi menyadari bahwa dalam satu profesi terdapat banyak percabangan ilmu yang berkembang sangat pesat. Tidaklah mungkin seorang pimpinan mampu menguasai semua percabangan ilmu tersebut. Belum lagi pengetahuan lain yang berhubungan profesi.
Terkait proses pembentukan UU No 17/2023 tentang Kesehatan. Ketika pembahasan RUU Kesehatan dilakukan keberadaan organisasi profesi kesehatan (IDI, PDGI, PPNI, IBI, IAI, dan lainnya) masih merupakan satu-satunya organisasi profesi kesehatan di Indonesia, berdasarkan UU yang juga masih berlaku. Artinya, sah mewakili suara atau pendapatnya profesi dan seluruh anggotanya masing-masing.
Andaipun ada individu anggota dari salah satu organisasi profesi menyampaikan pendapat kepada pembentuk UU, tidak serta-merta suara atau pendapatnya tersebut sebanding dengan pendapat organisasi profesinya. Sesenior dan sepandai apapun individu anggota profesi tersebut. Apalagi untuk dikatakan telah mewakili pendapat profesinya. Demikian halnya tidak pantas dan tidak adil membandingkan suara atau pendapat seorang warga negara yang awam dan suara dan pendapat organi-sasi profesi kesehatan.
Sebagai contoh, pendapat seorang dokter yang mengelua-rkan Surat Keterangan Berbadan Sehat dan Surat Keterangan Kematian. Tidak pantas dan tidak adil bila pendapat dokter tersebut diperbandingkan dengan pendapatan warga negara yang awam. Dan lagi pula bila kedua surat keterangan tersebut dikeluarkan oleh orang awam, apakah pihak berwajib atau pihak yang berpentingan mau mempercayainya?
Atau, ketika sedang berada di atas pesawat kemudian ada penumpang sakit dan butuh pertolongan. Kru pesawat ke-mudian mengumumkan, “apakah di antara penumpang ada yang berprofesi dokter atau perawat?” Mereka tidak bertanya apakah ada hakim, pengacara, jaksa, polisi, anggota DPR, atau yang lainnya. Tindakan kru pesawat ini juga sangat pantas dan adil.
Lalu, bagaimana bila suara atau pendapat yang berbeda itu berasal kalangan profesi? Bila anggota salah satu profesi kesehatan berbeda pendapat dengan anggota lain tentang profesi dan konsep kesehatan atau bahkan berbeda dengan suara atau pendapat organisasi profesi, maka suatu organisasi profesi mesti punya jalan keluarnya sendiri.
Anggota organisasi profesi yang berbeda tersebut dipertemukan dalam forum bersama dan diambil keputusan bersama berdasar bukti ilmiah yang paling kuat, dalam suasana kesejawatan yang menjunjung kehormatan profesi. Keputusannya tidak diambil berdasakan suara terbanyak dan bukan pula testimoni.