Pjs Kepada Daerah Tak Boleh Mengambil Kebijakan Strategis

Jum'at, 23 Februari 2018 - 18:00 WIB
Pjs Kepada Daerah Tak Boleh Mengambil Kebijakan Strategis
Pjs Kepada Daerah Tak Boleh Mengambil Kebijakan Strategis
A A A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Pergantian Pejabat (Pj)/Pelaksana Tugas (Plt)/Pejabat Sementara (Pjs) Kepala Daerah pada Daerah yang Menyelenggarakan Pilkada Serentak 2018. Dalam surat tersebut, pj/plt/pjs kepala daerah tidak boleh mengambil kebijakan strategis, termasuk melakukan mutasi jabatan. Aturan tegas itu tertuang dalam SE No 821/970/SJ tertanggal 12 Februari 2018.

"Suratnya sudah dikirim ke daerah," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Soni Sumarsono di Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Menurut Soni, sebenarnya antara posisi pj, pjs, dan plt pada prinsipnya sama. Semua memiliki batasan-batasan dalam memimpin pemerintahan di daerah. Dalam hal ini pengganti sementara kepala daerah definitif tersebut tidak dapat mengambil kebijakan strategis secara mandiri atau pun melakukan perubahan aparatur birokrasi.

"Dalam hal mengambil kebijakan strategis dan perubahan personel harus ke Mendagri. Perda APBD itu kan harus ke Mendagri. Semuanya harus mendapatkan izin tertulis baru bisa dilaksanakan," paparnya.

Meski begitu dia menuturkan bahwa di antara ketiga pengganti tersebut, pj memiliki ruang improvisasi yang lebih luas karena kepala daerah definitif memang tidak ada. Sementara untuk pjs dan plt hanya melakukan tugas yang sudah ada karena kepala definitif cuti. "Pj punya kewenangan penuh. Tugasnya tidak didefinisikan. Kalau pjs tugasnya sudah dipointer. Misalnya menjalankan pemerintah sesuai dengan fungsi, menjaga keamanan dan ketertiban, dan menyukseskan pilkada serentak. Pjs dan plt pun bisa koordinasi," jelasnya.

Terkait dengan mutasi pejabat, pria yang akrab dengan sapaan Soni itu menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan bagi Mendagri menyetujui usulan tersebut. Salah satunya adalah mengisi jabatan yang kosong. Selain itu pengisian tersebut untuk menjalankan kebijakan kepala daerah sebelumnya.

"Misalnya sebelum cuti sudah diumumkan pejabat yang lolos seleksi dan tinggal lantik. Itu bisa jadi. Tapi yang paling prinsip adalah tidak mengacak-acak sistem birokrasi yang ada," ungkapnya.

Pengamat politik pemerintahan dari Universitas Hasanuddin Aswar Hasan menyebut, pjs melakukan tugasnya sebagaimana yang tertuang dalam SK pengukuhannya. Bukan melaksanakan tugas sebagai mana titipan penguasa. "Pjs tidak boleh membawa misi politik, dia harus membawa misi pemerintahan. Misi pemerintahannya itu menjaga keberlangsungan pemerintahan dan menjaga netralitas," kata Aswar.

Dia menegaskan, pjs juga tidak boleh mengambil keputusan strategis yang bisa berdampak pada jalannya roda pemerintahan. Sebelumnya Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Liopo mengukuhkan pjs bupati/wali kota tingkat Provinsi Sulsel, Jumat (16/2/2018). Mereka adalah Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Andi Bakti Haruni sebagai pjs bupati Bone, Kepala Inspektorat Lutfie Natsir sebagai pjs wali kota Pare-pare dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Arwin Azis sebagai pjs wali kota Palopo.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3639 seconds (0.1#10.140)