UU Omnibus Kesehatan dalam Debat Capres
loading...
A
A
A
Bahkan masing-masing organisasi profesi telah mendapat pengakuan internasional sebagai representatif profesi di Indonesia. IDI tercatat sebagai national medical association (NMA) Indonesia di World Medical Association (WMA); PDGI tercatat di World Dental Federation (FDI); PPNI tercatat sebagai di International Council of Nurses; IBI tercatat di International Confederation of Midwives (ICM); IAI tercatat di The International Pharmaceutical Federation (FIP). Artinya kelima organisasi profesi kesehatan ini bukanlah organisasi kaleng-kaleng apalagi abal-abal.
Ketua Koordinasi Judicial Review (JR) lima organisasi profesi kesehatan, yang juga Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr Mahesa Paranadipa Maikel, M.H, mengungkapkan kepada penulis hal yang tak kalah menariknya, yakni tidak dilibatkannya Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Padahal DPD memiliki kewenangan yang sangat luas di bidang otonomi daerah. Kewenangannya berkaitan dengan seluruh urusan (sektor) yang telah diserahkan ke daerah. Satu hal yang harus dipahami kembali bahwa DPD adalah salah satu lembaga tinggi negara yang seharusnya dihormati oleh pengusul RUU.
Mahesa pun menyampaikan beberapa fakta tidak ikut sertanya DPD sebagai berikut: Pertama, DPD tidak ikut serta dalam pembahasan/pembicaraan Tingkat I Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan di Komisi IX DPR, termasuk dalam rapat pembukaan musyawarah, pembahasan, dan persetujuan di tikngkat paripurna.
Kedua, tidak adanya pertimbangan DPD dalam Pembicaraan Tingkat I RUU Kesehatan pada Rapat Kerja Komisi IX DPR tanggal 19 Juni 2023, sebagaimana diakui Pemerintah dalam dokumen “Pendapat Akhir Presiden terhadap Rancangan Undang-undang Tentang Kesehatan”, tertanggal 11 Juli 2023. Ketiga, tidak adanya daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU Kesehatan aquo dari DPD. Keempat, tidak hadirnya DPD pada pembicaraan Tingkat II pengesahan RUU Kesehatan.
Selain lima organisasi profesi kesehatan dan DPD, masih ada lima organisasi kesehatan lagi yang menyampaikan Nota Keberatan kepada Ketua Komisi IX DPR RI (13 April 2023). Organisasi yang menamakan diri “Koalisi Nasional Profesional di Bidang Kesehatan Jiwa dan Psikososial” ini meliputi:Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI); Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK–Indonesia); Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI); Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI); Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI).
Mengapa DPD Perlu Tertibat?
DPD merupakan lembaga negaraproduk amandemen UUD 1945, yang mempunyai kedudukan penting dalam strukturkelembagaan negara, khususnya sebagai lembaga perwakilan. Hal ini dapat diperhatikan pada dua hal.
Pertama, Pembentukan DPD dimaksudkan dalam rangkamereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bicameral) yang terdiri atas DPR dan DPD. Dengan struktur bicameral itu diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan sistem double-check yang memungkinkanrepresentasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan denganbasis sosial yang lebih luas.
Kedua, DPD merupakan representasi wilayah (territorial representation) yang mempunyai fungsi check and balances terhadap DPR. Terciptanya check and balances diantara kedua lembaga tersebut sejatinya adalah cita negara hukum yang menjunjung tinggi pembatasan kekuasaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Jimly Asshiddiqie dalam “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” Jilid II, MKRI, 2006, mengemukakan bahwa secara teorilembaga legislatif mempunyai tiga jenis fungsi yaitu fungsi pengaturan (legislasi), fungsi pengawasan (kontrol), dan fungsi perwakilan (representasi). Dalam fungsi perwakilan, terdapat tiga sistem perwakilan yang dipraktikkan di berbagai negara demokrasi, yaitu: (1) Sistem perwakilan politik (political representation); (2) Sistem perwakilan teritorial (territorial representation atau regional representation); dan (3) Sistem perwakilan fungsional (functional representation).
Ketua Koordinasi Judicial Review (JR) lima organisasi profesi kesehatan, yang juga Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr Mahesa Paranadipa Maikel, M.H, mengungkapkan kepada penulis hal yang tak kalah menariknya, yakni tidak dilibatkannya Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Padahal DPD memiliki kewenangan yang sangat luas di bidang otonomi daerah. Kewenangannya berkaitan dengan seluruh urusan (sektor) yang telah diserahkan ke daerah. Satu hal yang harus dipahami kembali bahwa DPD adalah salah satu lembaga tinggi negara yang seharusnya dihormati oleh pengusul RUU.
Mahesa pun menyampaikan beberapa fakta tidak ikut sertanya DPD sebagai berikut: Pertama, DPD tidak ikut serta dalam pembahasan/pembicaraan Tingkat I Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan di Komisi IX DPR, termasuk dalam rapat pembukaan musyawarah, pembahasan, dan persetujuan di tikngkat paripurna.
Kedua, tidak adanya pertimbangan DPD dalam Pembicaraan Tingkat I RUU Kesehatan pada Rapat Kerja Komisi IX DPR tanggal 19 Juni 2023, sebagaimana diakui Pemerintah dalam dokumen “Pendapat Akhir Presiden terhadap Rancangan Undang-undang Tentang Kesehatan”, tertanggal 11 Juli 2023. Ketiga, tidak adanya daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU Kesehatan aquo dari DPD. Keempat, tidak hadirnya DPD pada pembicaraan Tingkat II pengesahan RUU Kesehatan.
Selain lima organisasi profesi kesehatan dan DPD, masih ada lima organisasi kesehatan lagi yang menyampaikan Nota Keberatan kepada Ketua Komisi IX DPR RI (13 April 2023). Organisasi yang menamakan diri “Koalisi Nasional Profesional di Bidang Kesehatan Jiwa dan Psikososial” ini meliputi:Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI); Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK–Indonesia); Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI); Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI); Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI).
Mengapa DPD Perlu Tertibat?
DPD merupakan lembaga negaraproduk amandemen UUD 1945, yang mempunyai kedudukan penting dalam strukturkelembagaan negara, khususnya sebagai lembaga perwakilan. Hal ini dapat diperhatikan pada dua hal.
Pertama, Pembentukan DPD dimaksudkan dalam rangkamereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bicameral) yang terdiri atas DPR dan DPD. Dengan struktur bicameral itu diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan sistem double-check yang memungkinkanrepresentasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan denganbasis sosial yang lebih luas.
Kedua, DPD merupakan representasi wilayah (territorial representation) yang mempunyai fungsi check and balances terhadap DPR. Terciptanya check and balances diantara kedua lembaga tersebut sejatinya adalah cita negara hukum yang menjunjung tinggi pembatasan kekuasaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Jimly Asshiddiqie dalam “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” Jilid II, MKRI, 2006, mengemukakan bahwa secara teorilembaga legislatif mempunyai tiga jenis fungsi yaitu fungsi pengaturan (legislasi), fungsi pengawasan (kontrol), dan fungsi perwakilan (representasi). Dalam fungsi perwakilan, terdapat tiga sistem perwakilan yang dipraktikkan di berbagai negara demokrasi, yaitu: (1) Sistem perwakilan politik (political representation); (2) Sistem perwakilan teritorial (territorial representation atau regional representation); dan (3) Sistem perwakilan fungsional (functional representation).