Relevansi Islam Humanitarian bagi Indonesia Kontemporer

Sabtu, 09 November 2024 - 11:50 WIB
loading...
Relevansi Islam Humanitarian...
Ridwan, Dosen pengajar mata kuliah Agama, Demokrasi dan Pembangunan di Jurusan Ilmu Politik UIII. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Ridwan
Dosen pengajar mata kuliah Agama, Demokrasi dan Pembangunan di Jurusan Ilmu Politik UIII
Direktur Center of Muslim Politics and World Society (COMPOSE) UIII

APA yang dimaksud dengan Islam Humanitarian (Islam Kemanusiaan)? Bagaimana kita memahami konsep atau kerangka kerja Islam Humanitarian? Bagaimana praktik dan tantangan Islam humanitarian di Indonesia?

Apakah Indonesia membutuhkan Islam Humanitarian? Beberapa pertanyaan tersebut mungkin menghinggapi benak kita, terkait dengan pelaksanaan konferensi Islam Humanitarian yang telah diadakan pada 4-7 November 2024 di Jakarta.

Berdasarkan pemberitaan media massa, acara dibuka Presiden Prabowo Subianto, menekankan komitmen Indonesia sebagai jembatan perdamaian di dunia yang dibacakan Menteri Agama Nasaruddin Umar. Sejumlah akademisi yang konsern dengan studi Islam di Indonesia hadir di antaranya adalah Greg Barton, Robert Hefner, James B. Hoesterey menghadiri event tersebut.

Juga, sejumlah akademisi dari luar dan dalam negeri serta pemerhati kajian-kajian Islam dan politik menghadiri acara tersebut. Acara konferensi juga dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke beberapa situs-situs bersejarah di Jawa Tengah dan Yogyakarta pada 7-10 November 2024.

Tulisan ini ingin memberikan catatan penting pascakonferensi dengan menampilkan secara singkat diskursus Islam Humanitarian dalam literature. Konsepsi atau kerangka kerja Islam Humanitarian, dan juga melihat praktiknya dan apakah konsepsi Islam Humanitarian memang diperlukan di tanah air.

Penulis berargumen bahwa konsep humanitarian Islam tampaknya belum memiliki kerangka kerja konseptual yang solid dan masih perlu studi-studi lanjutan dan mendalam. Juga konsep Islam Humanitarian tampaknya hanya mengulang diskursus-diskursus sebelumnya, seperti Islam moderat, Islam Nusantara, Islan Inklusif, Islam Progressif, dll, yang sama-sama bertujuan menjelaskan bahwa Islam sesuai dengan modernitas, sekularisme dan demokrasi.

Islam yang menerima pluralisme dan mengharagai Hak Asasi Manusia dan kebebasan beragama. Juga, hemat saya Nahdlatul Ulama (NU) sebagai penarik gerbong utama Islam Humanitarian tampaknya terjebak dalam gagasan-gagasan besar tapi belum menunjukkan satu kerangka konsep yang kokoh, meskipun sejumlah intelektualnya seperti Ulil Abshar Abdalla dan Ahmad Suaedy telah berupaya mengisi kekosongan ilmiah tersebut.

Secara diskursus ilmiah, kajian tentang Islam humanitarian belum mendapatkan tempat yang memadai dalam literatur. Misalnya, Ivanyi dan Lohlker (2023) menyatakan bahwa pemikiran Islam Humanitarian belum menyebar di luar Asia Tenggara. Karena itu, mereka berinisiatif menulis sebuah kumpulan tulisan reflektif tentang ide-ide Islam Humanitarian dari para sarjana Muslim dan non-Muslim di Eropa dan non-Eropa.

Tulisan terbaru dari Loo dan Suryana (2024) juga tidak menyertakan survei literature tentang Islam Humanitarian. Meskipun demikian, tulisan-tulisan tersebut berhasil menjelaskan konsep Islam Humanitarian, praktiknya dan tantangan membumikan Islam humanitarian di Indonesia.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0967 seconds (0.1#10.140)