UU Omnibus Kesehatan dalam Debat Capres
loading...
A
A
A
Zaenal Abidin
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia
(periode 2012-2015)
MENURUT Komisi Pemilihan Umum (KPU), debat dengan tema kesehatan akan berlangsung pada sesi kelima, Minggu (4/2/2024), bersamaan dengan tema lain, seperti: peningkatan pelayanan publik, hoaks, teknologi informasi, intoleransi, pendidikan, dan ketenagakerjaan.
Penulis berharap agar pada debat pamungkas tersebut ketiga capres dapat adu argumen tentang UU Omnibus Kesehatan yang kini dikenal UU No 17/2023 tentang Kesehatan. UU yang telah menuai kontrovesi dan penolakan berbagai pihak, sampai melakukan Uji Formil di Mahkamah Konstitusi.
Mengapa Menuai Konroversi?
Seperti diketahui, sejak awal pembentukan UU No 17/2023 tentang Kesehatan ini telah menuai kontroversi. Penyebabnya karena sangat tidak transparan. Beredar beberapa versi draft RUU yang tidak jelas siapa yang membuatnya. Apakah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian Kesehatan, atau stakeholder lain.
Ketua Badan Legislasi DPR sendiri mengatakan bahwa pihaknya sementara menyusun RUU yang akan menjadi undang-undang. Pernyataan ini menunjukkan bahwa draft RUU yang beredar tersebut bukan dari pihaknya. Pertanyaanya, dari mana draft beredar tersebut?
Karena itu lima organisasi profesi kesehatan Persaturan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dalam jumpa persnya sangat tegas menolak dafat RUU tersebut.
Menyusul kelima organisasi profesi kesehatan di atas, 43 lembaga yang tergabung dalam “Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan” dalam konferensi persnya di kantor YLBH Indonesia, Menteng Jakarta Pusat, 13 Juni 2023, juga menolak. Mereka menolak RUU (OBL) Kesehatan ini karena belum mengupayakan partisipasi bermakna. Alasan Koalisi Masyarakat Sipil menolak sama dengan lima organisasi profesi kesehatan, karena pembentuk UU mengabaikan partisipasi bermakna atau “meaningfull participation.”
Padahal diketahui bahwa sejak awal berdirinya kelima lima organisasi profesi kesehatan berserta kolegiumnya telah mendedikasikan diri sebagai stakeholder utama pembangunan, pelayanan, dan pendidikan kesehatan di Indonesia. Bahkan selama pandemi Covid-19 kelimanya terlibat sangat aktif membantu pemerintah dalam pengentasannya. Pemerintah kemudian menyanjungnya sebagai “garda terdepan” merangkap garda tengah, belakang, dan samping kanan-kiri sekaligus dalam penanganan Covid-19.
Persaturan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) berdiri sejak 22 Januari 1950; Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berdiri sejak 24 Oktober 1950; Ikatan Bidan Indonesia (IBI) berdiri sejak 24 Juni 1951; Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) berdiri sejak 18 Juni 1955; dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) berdiri sejak 17 Maret 1974.
IDI dan PDGI merupakan organisasi profesi kesehatan bagi dokter dan dokter gigi yang selama ini diakui secara eksplisit di dalam UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. PPNI di dalam UU No 38/2014 tentang Keperawatan dan IBI dalam UU No 4/2019 tentang Kebidanan. Sementara IAI sementara berjuang dan sudah masuk prolegnas DPR. Artinya, hingga sebelum UU No 17/2023 tersebut disahkan di paripurna DPR dan dituangkan dalam lembaran negara, IDI, PDGI, PPNI, dan IBI sudah diakui oleh UU.
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia
(periode 2012-2015)
MENURUT Komisi Pemilihan Umum (KPU), debat dengan tema kesehatan akan berlangsung pada sesi kelima, Minggu (4/2/2024), bersamaan dengan tema lain, seperti: peningkatan pelayanan publik, hoaks, teknologi informasi, intoleransi, pendidikan, dan ketenagakerjaan.
Penulis berharap agar pada debat pamungkas tersebut ketiga capres dapat adu argumen tentang UU Omnibus Kesehatan yang kini dikenal UU No 17/2023 tentang Kesehatan. UU yang telah menuai kontrovesi dan penolakan berbagai pihak, sampai melakukan Uji Formil di Mahkamah Konstitusi.
Mengapa Menuai Konroversi?
Seperti diketahui, sejak awal pembentukan UU No 17/2023 tentang Kesehatan ini telah menuai kontroversi. Penyebabnya karena sangat tidak transparan. Beredar beberapa versi draft RUU yang tidak jelas siapa yang membuatnya. Apakah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian Kesehatan, atau stakeholder lain.
Ketua Badan Legislasi DPR sendiri mengatakan bahwa pihaknya sementara menyusun RUU yang akan menjadi undang-undang. Pernyataan ini menunjukkan bahwa draft RUU yang beredar tersebut bukan dari pihaknya. Pertanyaanya, dari mana draft beredar tersebut?
Karena itu lima organisasi profesi kesehatan Persaturan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dalam jumpa persnya sangat tegas menolak dafat RUU tersebut.
Menyusul kelima organisasi profesi kesehatan di atas, 43 lembaga yang tergabung dalam “Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan” dalam konferensi persnya di kantor YLBH Indonesia, Menteng Jakarta Pusat, 13 Juni 2023, juga menolak. Mereka menolak RUU (OBL) Kesehatan ini karena belum mengupayakan partisipasi bermakna. Alasan Koalisi Masyarakat Sipil menolak sama dengan lima organisasi profesi kesehatan, karena pembentuk UU mengabaikan partisipasi bermakna atau “meaningfull participation.”
Padahal diketahui bahwa sejak awal berdirinya kelima lima organisasi profesi kesehatan berserta kolegiumnya telah mendedikasikan diri sebagai stakeholder utama pembangunan, pelayanan, dan pendidikan kesehatan di Indonesia. Bahkan selama pandemi Covid-19 kelimanya terlibat sangat aktif membantu pemerintah dalam pengentasannya. Pemerintah kemudian menyanjungnya sebagai “garda terdepan” merangkap garda tengah, belakang, dan samping kanan-kiri sekaligus dalam penanganan Covid-19.
Persaturan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) berdiri sejak 22 Januari 1950; Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berdiri sejak 24 Oktober 1950; Ikatan Bidan Indonesia (IBI) berdiri sejak 24 Juni 1951; Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) berdiri sejak 18 Juni 1955; dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) berdiri sejak 17 Maret 1974.
IDI dan PDGI merupakan organisasi profesi kesehatan bagi dokter dan dokter gigi yang selama ini diakui secara eksplisit di dalam UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. PPNI di dalam UU No 38/2014 tentang Keperawatan dan IBI dalam UU No 4/2019 tentang Kebidanan. Sementara IAI sementara berjuang dan sudah masuk prolegnas DPR. Artinya, hingga sebelum UU No 17/2023 tersebut disahkan di paripurna DPR dan dituangkan dalam lembaran negara, IDI, PDGI, PPNI, dan IBI sudah diakui oleh UU.