UU Omnibus Kesehatan dalam Debat Capres
loading...
A
A
A
Sistem perwakilan politik menghasilkan wakil-wakil politik, sistem perwakilan teritorial menghasilkan wakil-wakil daerah, sedangkan sistem perwakilan fungsional menghasilkan wakil-wakil golongan fungsional. DPD merupakan perwujudan sistem perwakilan teritorial dan DPR sebagai perwakilan politik.
Secara lebih rinci, UUD 1945, Pasal 22D, mengatur kewenangan DPD sebagai berikut: Pertama, DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Kedua, DPD: (a) ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; dan (b) memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak, RUU yang berkaitan dengan pendidikan, dan RUU yang berkaitan dengan agama.
Ketiga, DPD dapat melakukan pengawasan atas: (a) pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama; dan (b) menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Selanjutnya, dalam bukunya, “Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,” Sinar Grafika, 2017, Jimly Asshiddiqie juga mengemukakan: “Kepentingan yang harus lebih diutamakan dalam rangka perwakilan daerah (Dewan Perwakilan Daerah) adalah kepentingan daerah secara keseluruhan, terlepas dari kepentingan individu-individu rakyat yang berkepentingan seharusnya disatukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat.” Artinya, kepentingan daerah yang diperjuangkan oleh DPD sudah dengan sendirinya berkaitan dengan kepentingan seluruh daerah-daerah yang bersangkutan.”
Pendapat lain dikemukakan Aritonang, D. M. (2019) dalam Jurnal Ilmu Administrasi: “Peran dan fungsi DPD sangat penting terutama dalam kaitannya dengan perbaikan di daerah. DPD merupakan lembaga yang sangat strategis untuk menjaga agar konsep densentralisasi dan pengembangan potensi serta keunggulan daerah tetap mendapat perhatian penuh dari pemerintah pusat baik eksekutif maupun DPR. Selain itu, untuk menjaga rasa nasionalisme dan menghilangkan sentimen negatif kedaerahan.”
Karena itu, hemat penulis setidaknya ada lima hal yang menyebabkan mengapa DPD perlu terlibat dalam pembentukan UU No 17/2023 tentang Kesehatan, sebagai berikut: Pertama, karena ruang lingkup dan materi muatan dalam RUU Kesehatan yang kemudian menjadi UU No 17/2023 berkaitan dengan dengan otonomi daerah yang melekat pada pemerintah daerah, baik secara substantif maupun secara yuridis formal sesuai UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
Kedua, karena UU No 17/2023 sendiri telah menjustifikasi memiliki ruang lingkup dan materi muatan yang berkaitan dengan otonomi daerah dan pendidikan kepada pemerintah daerah sebagai kewenangan otonomi daerah. Ketiga, urusan kesehatan menjadi tanggun jawab pemerintah daerah sebagai otonomi daerah, diatur dalam UU No 17/2023 BAB IV “Penyelenggaraan Kesehatan”, Pasal 18 ayat (3) huruf a sampai f.
Keempat, urusan pendidikan, dan kesehatan jika ditelaah secara yuridis- normatif dan historis konsisten menjadi urusan pemerintah daerah dan wewenang otonomi daerah. Kelima, tentu karena atas perintah konstitusi, Pasal 22D UUD 1945.
Catatan Akhir
UU No 17/2023 sejak awal pembentukannya telah menuai kontroversi sebab mengabaikan prinsip “meaningfull participation” atau pelibatan bermakna, yang merupakan hak warga negara. Di dalam meaningfull participation terdapat tiga hak yang wajib ditunaikan yaitu hak untuk didengar (rights to be heared), hak untuk dipertimbangkan (rights to be considered), dan hak untuk mendapat penjelasan (rights to be explained).
Secara lebih rinci, UUD 1945, Pasal 22D, mengatur kewenangan DPD sebagai berikut: Pertama, DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Kedua, DPD: (a) ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; dan (b) memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak, RUU yang berkaitan dengan pendidikan, dan RUU yang berkaitan dengan agama.
Ketiga, DPD dapat melakukan pengawasan atas: (a) pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama; dan (b) menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Selanjutnya, dalam bukunya, “Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,” Sinar Grafika, 2017, Jimly Asshiddiqie juga mengemukakan: “Kepentingan yang harus lebih diutamakan dalam rangka perwakilan daerah (Dewan Perwakilan Daerah) adalah kepentingan daerah secara keseluruhan, terlepas dari kepentingan individu-individu rakyat yang berkepentingan seharusnya disatukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat.” Artinya, kepentingan daerah yang diperjuangkan oleh DPD sudah dengan sendirinya berkaitan dengan kepentingan seluruh daerah-daerah yang bersangkutan.”
Pendapat lain dikemukakan Aritonang, D. M. (2019) dalam Jurnal Ilmu Administrasi: “Peran dan fungsi DPD sangat penting terutama dalam kaitannya dengan perbaikan di daerah. DPD merupakan lembaga yang sangat strategis untuk menjaga agar konsep densentralisasi dan pengembangan potensi serta keunggulan daerah tetap mendapat perhatian penuh dari pemerintah pusat baik eksekutif maupun DPR. Selain itu, untuk menjaga rasa nasionalisme dan menghilangkan sentimen negatif kedaerahan.”
Karena itu, hemat penulis setidaknya ada lima hal yang menyebabkan mengapa DPD perlu terlibat dalam pembentukan UU No 17/2023 tentang Kesehatan, sebagai berikut: Pertama, karena ruang lingkup dan materi muatan dalam RUU Kesehatan yang kemudian menjadi UU No 17/2023 berkaitan dengan dengan otonomi daerah yang melekat pada pemerintah daerah, baik secara substantif maupun secara yuridis formal sesuai UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
Kedua, karena UU No 17/2023 sendiri telah menjustifikasi memiliki ruang lingkup dan materi muatan yang berkaitan dengan otonomi daerah dan pendidikan kepada pemerintah daerah sebagai kewenangan otonomi daerah. Ketiga, urusan kesehatan menjadi tanggun jawab pemerintah daerah sebagai otonomi daerah, diatur dalam UU No 17/2023 BAB IV “Penyelenggaraan Kesehatan”, Pasal 18 ayat (3) huruf a sampai f.
Keempat, urusan pendidikan, dan kesehatan jika ditelaah secara yuridis- normatif dan historis konsisten menjadi urusan pemerintah daerah dan wewenang otonomi daerah. Kelima, tentu karena atas perintah konstitusi, Pasal 22D UUD 1945.
Catatan Akhir
UU No 17/2023 sejak awal pembentukannya telah menuai kontroversi sebab mengabaikan prinsip “meaningfull participation” atau pelibatan bermakna, yang merupakan hak warga negara. Di dalam meaningfull participation terdapat tiga hak yang wajib ditunaikan yaitu hak untuk didengar (rights to be heared), hak untuk dipertimbangkan (rights to be considered), dan hak untuk mendapat penjelasan (rights to be explained).