Fenomena Calon Tunggal, Demokrasi Dirongrong Kotak Kosong

Jum'at, 07 Agustus 2020 - 08:35 WIB
loading...
A A A
Berdasarkan pengamatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pilkada yang potensial calon tunggal yakni Kota Semarang, Solo, Kebumen, Grobogan, Sragen, Wonosobo, Ngawi, Wonogiri, Banyuwangi, Blitar, Kabupaten Semarang. Selain itu, Kediri, Boyolali, Klaten, Gowa, Soppeng, Gunung Sitoli, Kota Balikpapan, Buru Selatan, dan Pematang Siantar.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyebut, sumber utama pemicu munculnya calon tunggal di pilkada adalah pragmatisme partai politik (parpol). Selain itu, juga karena faktor regulasi. Ketentuan syarat dukungan kursi DPRD 20% atau 25% suara hasil Pemilu DPRD tidak mudah untuk dipenuhi parpol.

Faktor berikutnya adalah kelembagaan parpol yang tidak demokratis dalam melakukan rekrutmen politik. Tak jarang kendali elite parpol di pusat menentukan pencalonan di daerah. (Baca juga: Presiden Belarus Mengaku Sengaja Ditulari Virus Covid-19)

Ada kecenderungan parpol mendukung calon yang memiliki sumber dana yang besar. Pragmatisme ini sejalan dengan kepentingan petahana yang ingin menang mudah dengan memborong dukungan parpol agar pintu bagi calon lain tertutup.

“Praktik mahar politik yang ditengarai kerap terjadi membuat makin sulit upaya figur lain untuk memperoleh tiket pencalonan dari partai,” ujar i saat dihubungi kemarin.

Potensi calon tunggal kian besar karena calon perseorangan juga dihadang aturan berat berupa syarat dukungan KTP. “Berat dan mahalnya syarat dukungan untuk menjadi calon perseorangan juga membuat mereka sulit untuk bisa maju di pilkada,” kata Titi.

Namun, Titi mengingatkan masyarakat tetap berhak menentukan pilihan. Kotak kosong atau kolom kosong menurut dia bisa jadi saluran politik alternatif kalau pemilih tidak mau memilih atau punya pilihan berbeda dengan calon tunggal. (Baca juga: Polisi Segera Periksa Musisi Anji terkait Kasus Penyebaran Hoaks)

Untuk itu dia meminta agar sosialisasi penyelenggara pemilu kepada pemilih harus dilakukan proporsional dan memastikan pemilih mengetahui bahwa ada pilihan lain selain calon tunggal.

“Di Pilkada Kota Makassar 2018, kolom kosong atau kotak kosong berhasil mengalahkan calon tunggal. Sekali lagi calon tunggal bukan berarti satu-satunya pilihan. Kita bisa punya pilihan berbeda,” ujar Titi.

Kian banyaknya daerah yang berpotensi calon tunggal di pilkada 9 Desember mendatang disayangkan karena bisa makin menurunkan partisipasi pemilih. Kekahwatiran pasrtisipasi rendah sudah muncul lebih awal karena pilkada digelar di masa pandemi Covid-19. Pemilih merasa kurang aman untuk datang ke TPS karena rawan tetular virus.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1280 seconds (0.1#10.140)