Ketua MKMK Sebut Semua Pihak Punya Kepentingan dalam Perkara Usia Capres-Cawapres
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie tak menampik adanya kepentingan dalam perkara batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang dikabulkan MK. Dalam putusannya, MK menyatakan syarat capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
Dalam sidang pemeriksaan laporan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, Jimly menjelaskan, perbedaan pendapat terjadi karena sebuah kepentingan.
"Udahlah kita akui saja, semua pribadi punya kepentingan, semua keluarga punya kepentingan, semua golongan, kelompok, apalagi partai, partai itu kan golongan, punya kepentingannya sendiri-sendiri," katanya di ruang sidang MKMK, Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, (1/11/2023).
Menurutnya, perbedaan pendapat merupakan penalaran yang didorong oleh kepentingan. Namun, apabila dimusyawarahkan soal kepentingan tersebut secara luas, maka akan ditemukan perbedaannya.
Jimly lantas merangkum isu yang dipermasalahkan dalam laporan pelanggaran kode etik yang mengacu pada perkara batas usia capres-cawapres.
Pertama, soal dugaan konflik kepentingan Ketua MK Anwar Usman dalam perkara tersebut. Anwar Usman tidak mundur dari perkara tersebut padahal dia merupakan paman Gibran Rakabuming Raka.
Kedua, soal hakim yang membicarakan subtansi perkara tersebut di ruang publik. Anwar membicarakan hal tersebut saat mengisi materi di salah satu kampus di Semarang beberapa waktu lalu.
"Ketiga, ini ada hakim yang menulis dissenting opinion tapi bukan mengenai substansi. Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah internal," kata Jimly.
Keempat, soal hakim yang berbicara terkait permasalahan di internal MK. Hakim yang dimaksud yakni Arief Hidayat yang mengatakan ada prahara di MK saat mengisi acara Kemenkumham, beberapa waktu lalu.
Kelima, soal pelanggaran prosedur registrasi dan persidangan yang diduga ada intervensi dari Anwar Usman. Perkara tersebut kata dia sudah dicabut dan pokoknya diperiksa. Karena itu itu, MKMK berencana memeriksa paniteranya usai hakim.
"Ini ada masalah Yudisial Government. Ini nggak boleh terjadi. Ini berpengaruh ke mana mana. Salah etika, profesionalisme, dan juga mempengaruhi putusan," tuturnya.
Keenam, soal pembentukan MKMK yang dinilai lambat. MKMK dibentuk setelah banyaknya laporan soal kode etik yang masuk. Padahal, laporan pertama masuk pada Agustus 2023 oleh Denny Indrayana. Hal itu dipersoalkan oleh Zico Simanjuntak.
"Dia persoalkan, dia minta ada saksi saksi karena dia mengajukan laporan kode etik tapi tidak diproses. sengaja tidak dibentuk. Nah itu soal etik juga," katanya.
Ketujuh, soal semerawutnya mekanisme pengambilan keputusan. Kedelapan, soal MK yang diduga dijadikan alat politik praktis.
"MK dijadikan alat politik. Politik praktis dan lain-lain, memberi kesempatan kekuatan dari luar mengintervensi ke dalam dengan nada kesengajaan. Itu ada juga yang mempersoalkan kayak gitu," katanya.
Kesembilan, soal berita TEMPO terkait permasalahan sidang putusan perkara tersebut. Menurut Jimly, media tersebut menjelaskan secara rinci yang sebenarnya hanya internal MK yang seharusnya tahu.
"Artinya ada masalah serius di dalam. Kan nggak boleh yang rahasia kok ketahuan kaya CCTV. Kayak Pak Petrus ini punya CCTV nonton bagaimana berdebatnya hakim. Sampai begitu kok tahu semua. Berarti ada masalah. Sumber dari dalam. Bisa hakimnya bisa karyawannya," urai Jimly.
Laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman Cs bermula ketika para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Tepatnya, soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres), dari 11 gugatan hanya 1 saja yang dikabulkan oleh MK,yakni gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Gugatan tersebut ditengarai untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Wali Kota Solo.
Benar atau tidak anggapan tersebut, sepekan pascauji materiil itu dikabulkan MK, Gibran resmi diumumkan menjadi Cawapres mendampingi capres Prabowo Subianto, Minggu (22/10/2023). Mereka juga sudah mendaftar di KPU RI sebagai pasangan capres-cawapres. Hubungan kekeluargaan antara Gibran dan Anwar Usman disorot. Anwar merupakan paman dari Gibran. Lantaran hubungan kekeluargaan itu, Anwar Usman dikhawatirkan ada konflik kepentingan dalam perkara tersebut.
Dalam sidang pemeriksaan laporan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, Jimly menjelaskan, perbedaan pendapat terjadi karena sebuah kepentingan.
"Udahlah kita akui saja, semua pribadi punya kepentingan, semua keluarga punya kepentingan, semua golongan, kelompok, apalagi partai, partai itu kan golongan, punya kepentingannya sendiri-sendiri," katanya di ruang sidang MKMK, Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, (1/11/2023).
Menurutnya, perbedaan pendapat merupakan penalaran yang didorong oleh kepentingan. Namun, apabila dimusyawarahkan soal kepentingan tersebut secara luas, maka akan ditemukan perbedaannya.
Jimly lantas merangkum isu yang dipermasalahkan dalam laporan pelanggaran kode etik yang mengacu pada perkara batas usia capres-cawapres.
Pertama, soal dugaan konflik kepentingan Ketua MK Anwar Usman dalam perkara tersebut. Anwar Usman tidak mundur dari perkara tersebut padahal dia merupakan paman Gibran Rakabuming Raka.
Kedua, soal hakim yang membicarakan subtansi perkara tersebut di ruang publik. Anwar membicarakan hal tersebut saat mengisi materi di salah satu kampus di Semarang beberapa waktu lalu.
"Ketiga, ini ada hakim yang menulis dissenting opinion tapi bukan mengenai substansi. Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah internal," kata Jimly.
Keempat, soal hakim yang berbicara terkait permasalahan di internal MK. Hakim yang dimaksud yakni Arief Hidayat yang mengatakan ada prahara di MK saat mengisi acara Kemenkumham, beberapa waktu lalu.
Kelima, soal pelanggaran prosedur registrasi dan persidangan yang diduga ada intervensi dari Anwar Usman. Perkara tersebut kata dia sudah dicabut dan pokoknya diperiksa. Karena itu itu, MKMK berencana memeriksa paniteranya usai hakim.
"Ini ada masalah Yudisial Government. Ini nggak boleh terjadi. Ini berpengaruh ke mana mana. Salah etika, profesionalisme, dan juga mempengaruhi putusan," tuturnya.
Keenam, soal pembentukan MKMK yang dinilai lambat. MKMK dibentuk setelah banyaknya laporan soal kode etik yang masuk. Padahal, laporan pertama masuk pada Agustus 2023 oleh Denny Indrayana. Hal itu dipersoalkan oleh Zico Simanjuntak.
"Dia persoalkan, dia minta ada saksi saksi karena dia mengajukan laporan kode etik tapi tidak diproses. sengaja tidak dibentuk. Nah itu soal etik juga," katanya.
Ketujuh, soal semerawutnya mekanisme pengambilan keputusan. Kedelapan, soal MK yang diduga dijadikan alat politik praktis.
"MK dijadikan alat politik. Politik praktis dan lain-lain, memberi kesempatan kekuatan dari luar mengintervensi ke dalam dengan nada kesengajaan. Itu ada juga yang mempersoalkan kayak gitu," katanya.
Kesembilan, soal berita TEMPO terkait permasalahan sidang putusan perkara tersebut. Menurut Jimly, media tersebut menjelaskan secara rinci yang sebenarnya hanya internal MK yang seharusnya tahu.
"Artinya ada masalah serius di dalam. Kan nggak boleh yang rahasia kok ketahuan kaya CCTV. Kayak Pak Petrus ini punya CCTV nonton bagaimana berdebatnya hakim. Sampai begitu kok tahu semua. Berarti ada masalah. Sumber dari dalam. Bisa hakimnya bisa karyawannya," urai Jimly.
Laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman Cs bermula ketika para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Tepatnya, soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres), dari 11 gugatan hanya 1 saja yang dikabulkan oleh MK,yakni gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Gugatan tersebut ditengarai untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Wali Kota Solo.
Benar atau tidak anggapan tersebut, sepekan pascauji materiil itu dikabulkan MK, Gibran resmi diumumkan menjadi Cawapres mendampingi capres Prabowo Subianto, Minggu (22/10/2023). Mereka juga sudah mendaftar di KPU RI sebagai pasangan capres-cawapres. Hubungan kekeluargaan antara Gibran dan Anwar Usman disorot. Anwar merupakan paman dari Gibran. Lantaran hubungan kekeluargaan itu, Anwar Usman dikhawatirkan ada konflik kepentingan dalam perkara tersebut.
(abd)