ASEAN Benteng Stabilitas Indo-Pasifik
loading...
A
A
A
baca juga: Para Kepala Negara Sepakat Ubah Nama ASEAN Secretariat Jadi Markas Besar ASEAN
Berangkat dari pertarungan yang kian mengeras antara dua kekuatan besar dunia tersebut, muncul pertanyaan apakah sikap ASEAN seperti disampaikan Jokowi relevan untuk menjadi peredam atau penangkal potensi meledaknya pertarungan di LCS menjadi medan laga? Langkah seperti apa yang urgen dilakukan,terutama di internal negara-negara ASEAN, agar perdamaian di kawasan Indo-Pasifik bisa terwujud?
Deklarasi Bangkok
ASEAN yang didirikan Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand pada 8 Agustus 1967 dibentuk berdasar keinginan kuat anggota pendiri untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara damai, aman, stabil, dan sejahtera. Namun upaya mewujudkan harapan tersebut tidaklah mudah. Dengan latar waktu perang dingin, tarik-menarik kepentingan blok barat yang dipimpin AS dan blok timur yang kala itu dikomandoi Uni Sovyet sangat kuat.
Dinamika yang mewarnai perang dingin kala itu antara lain ekspansi AS ke Vietnam untuk membendung perluasan pengaruh komunisme di kawasan, invansi Indonesia ke Timor Leste yang mendapat restu dari AS untuk mencegah lahirnya rezim pro-komunis di negeri yang berbatasan darat dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, juga berdirinya pangkalan AS di Cubic Filipina.
Indikator masuknya intervensi asing ke Asia Tenggara juga ditandai dengan berdirinya Five Power Defense Arrangement (FPDA) pada 1971 yang di dalamnya melibatkan Malaysia, Singapura, Selandia Baru, dan Inggris. Selain AS, Sovyet, Inggris, China juga tak luput menancapkan pengaruhnya di kawasan ini, terutama di beberapa negara Indo-China.
Walapun kehadiran kekuatan global sudah sangat kuat di kawasan Asia Tenggara, sejak berdirinya ASEAN hampir tidak ada catatan konflik yang melibatkan internal anggota dan intervensi negara eksternal ke dalamnya. ASEAN pun mencatatkan diri sebagai kawasaan paling stabil, bahkan menjadi katalis bagi perdamaian.
baca juga: Tumbuh Bersama Negara ASEAN
Pengakuan peran ASEAN yang demikian disampaikan langsung Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antoni Guterres saat menyampaikan konferensi pers tentang ASEAN-UN Summit, di sela-sela KTT ASEAN pekan kemarin. “ASEAN telah menjadi faktor penting bagi persatuan dunia yang terbagi, karena kita memerlukan hal-hal tersebut lebih dari sebelumnya di dunia yang semakin multipolar,” demikian disampaikan Guterres.
Stabilitas terjaga di ASEAN tentu berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota. Sejumlah kalangan pun memprediksi ASEAN akan menjadi pusat pertumbuhan dunia. Modal kekuatan ini sudah dimiliki ASEAN dengan PDB-nya yang mencapai USD3,34 triliun pada 2021 lalu, dan menjadi kawasan ekonomi terbesar ke-5 dunia. Belum lagi dukungan populasi di kawasan yang mencapai 650 juta jiwa.
Berangkat dari pertarungan yang kian mengeras antara dua kekuatan besar dunia tersebut, muncul pertanyaan apakah sikap ASEAN seperti disampaikan Jokowi relevan untuk menjadi peredam atau penangkal potensi meledaknya pertarungan di LCS menjadi medan laga? Langkah seperti apa yang urgen dilakukan,terutama di internal negara-negara ASEAN, agar perdamaian di kawasan Indo-Pasifik bisa terwujud?
Deklarasi Bangkok
ASEAN yang didirikan Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand pada 8 Agustus 1967 dibentuk berdasar keinginan kuat anggota pendiri untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara damai, aman, stabil, dan sejahtera. Namun upaya mewujudkan harapan tersebut tidaklah mudah. Dengan latar waktu perang dingin, tarik-menarik kepentingan blok barat yang dipimpin AS dan blok timur yang kala itu dikomandoi Uni Sovyet sangat kuat.
Dinamika yang mewarnai perang dingin kala itu antara lain ekspansi AS ke Vietnam untuk membendung perluasan pengaruh komunisme di kawasan, invansi Indonesia ke Timor Leste yang mendapat restu dari AS untuk mencegah lahirnya rezim pro-komunis di negeri yang berbatasan darat dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, juga berdirinya pangkalan AS di Cubic Filipina.
Indikator masuknya intervensi asing ke Asia Tenggara juga ditandai dengan berdirinya Five Power Defense Arrangement (FPDA) pada 1971 yang di dalamnya melibatkan Malaysia, Singapura, Selandia Baru, dan Inggris. Selain AS, Sovyet, Inggris, China juga tak luput menancapkan pengaruhnya di kawasan ini, terutama di beberapa negara Indo-China.
Walapun kehadiran kekuatan global sudah sangat kuat di kawasan Asia Tenggara, sejak berdirinya ASEAN hampir tidak ada catatan konflik yang melibatkan internal anggota dan intervensi negara eksternal ke dalamnya. ASEAN pun mencatatkan diri sebagai kawasaan paling stabil, bahkan menjadi katalis bagi perdamaian.
baca juga: Tumbuh Bersama Negara ASEAN
Pengakuan peran ASEAN yang demikian disampaikan langsung Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antoni Guterres saat menyampaikan konferensi pers tentang ASEAN-UN Summit, di sela-sela KTT ASEAN pekan kemarin. “ASEAN telah menjadi faktor penting bagi persatuan dunia yang terbagi, karena kita memerlukan hal-hal tersebut lebih dari sebelumnya di dunia yang semakin multipolar,” demikian disampaikan Guterres.
Stabilitas terjaga di ASEAN tentu berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota. Sejumlah kalangan pun memprediksi ASEAN akan menjadi pusat pertumbuhan dunia. Modal kekuatan ini sudah dimiliki ASEAN dengan PDB-nya yang mencapai USD3,34 triliun pada 2021 lalu, dan menjadi kawasan ekonomi terbesar ke-5 dunia. Belum lagi dukungan populasi di kawasan yang mencapai 650 juta jiwa.