Anak Korban Penculikan Ditukar Gas 3 Kg, Psikolog: Ini Masalah Serius
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penculikan anak yang ditukar dengan empat tabung elpiji 3 kilogram (kg) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tidak bisa dianggap kasus remeh. Kepolisian harus menelusuri lebih dalam motif dan jaringan terduga pelaku.
Pola dan cara terduga para pelaku ini tidak lazim dalam kasus-kasus penculikan anak. Korban AAD (8) sempat diajak berputar oleh dua orang pelaku dengan mengendarai sepeda motor. Terakhir, korban dititipkan di sebuah toko dengan alasan kedua pelaku lupa membawa uang untuk membayar tabung gas.
"Kesannya konyol. Malah bisa dianggap lucu. Padahal ini serius," ujar psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (28/7/2020). ( )
Lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan kepolisian tidak boleh melihat kasus ini sebagai penculikan biasa. Ini bisa sudah termasuk tindakan perdagangan orang karena ada eksploitasi anak secara ekonomi.
"Dengan menyikapi seperti itu, polisi tidak cukup hanya memproses hukum para pelaku. Lebih penting lagi adalah memproses pemberian perlindungan khusus dan restitusi bagi korban," kata pria kelahiran 1974 itu.
Kasus penculikan di Kota Makassar itu membuktikan ancaman kejahatan terhadap anak-anak tidak menurun saat pandemi. Untuk itu, anak-anak harus mendapatkan perhatian serius dari para orang tua dan lingkungan sekitarnya.
"Kasus ini menjadi contoh tambahan bahwa dalam situasi pandemi COVID-19, anak-anak menjadi kelompok usia dengan kerentanan ekstra. Merek berpotensi untuk mengalami viktimisasi," katanya. ( )
Pola dan cara terduga para pelaku ini tidak lazim dalam kasus-kasus penculikan anak. Korban AAD (8) sempat diajak berputar oleh dua orang pelaku dengan mengendarai sepeda motor. Terakhir, korban dititipkan di sebuah toko dengan alasan kedua pelaku lupa membawa uang untuk membayar tabung gas.
"Kesannya konyol. Malah bisa dianggap lucu. Padahal ini serius," ujar psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (28/7/2020). ( )
Lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan kepolisian tidak boleh melihat kasus ini sebagai penculikan biasa. Ini bisa sudah termasuk tindakan perdagangan orang karena ada eksploitasi anak secara ekonomi.
"Dengan menyikapi seperti itu, polisi tidak cukup hanya memproses hukum para pelaku. Lebih penting lagi adalah memproses pemberian perlindungan khusus dan restitusi bagi korban," kata pria kelahiran 1974 itu.
Kasus penculikan di Kota Makassar itu membuktikan ancaman kejahatan terhadap anak-anak tidak menurun saat pandemi. Untuk itu, anak-anak harus mendapatkan perhatian serius dari para orang tua dan lingkungan sekitarnya.
"Kasus ini menjadi contoh tambahan bahwa dalam situasi pandemi COVID-19, anak-anak menjadi kelompok usia dengan kerentanan ekstra. Merek berpotensi untuk mengalami viktimisasi," katanya. ( )
(abd)