Tangis Keluarga Korban Pelanggaran HAM Pecah Saat Nyanyikan Gugur Bunga di Depan Istana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tangis keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan penculikan 1998 pecah saat menyanyikan lagu 'Gugur Bunga' di depan Istana Negara, Jakarta, Minggu (11/2/2024).
Awalnya, salah seorang masa aksi Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mengajak para keluarga korban untuk berdoa bersama. Mereka mengantungkan harapan-harapannya untuk bertahan dalam mengungkap kebenaran, serta mencari keadilan.
Baca juga: Keluarga Korban Penculikan Minta Indonesia Dibebaskan dari Pemimpin Pelanggar HAM
Mereka ingin, ada sebuah informasi mengenai keberadaan anggota keluarga yang hilang 25 tahun lamanya, entah dalam keadaan hidup ataupun tidak.
Setelah doa dipanjatkan kepada Tuhan, sebanyak 30 orang dari keluarga berbeda menyanyikan lagu 'Ibu Pertiwi' ciptaan Ismail Marzuki. Lagu itu dianggap cocok dengan keadaan Indonesia saat ini.
Kemudian, sampailah di lagu kedua, 'Gugur Bunga'. Tangis massa pun pecah, salah seorang bahkan terlihat terisak. Ia melanjutkan setiap lirik dengan lirik, sambil terus mengusap air mata yang jatuh ke pipi.
Sebagai informasi, IKOHI menggelar aksi yang bertajuk 'Doa Ibu untuk keselamatan Bangsa dari Capres pelanggar HAM'. Kegiatan itu digelar menjelang pemungutan suara pada Pemilu 2024.
Massa aksi merupakan keluarga dari korban pelanggaran HAM dan penculikan 1998 dan didominasi oleh para ibu yang kehilangan anaknya pada kala itu.
Sekretaris IKOHI, Zaenal Muttaqin mengatakan, pihaknya sengaja berdoa di depan Istana sebagai simbol bahwa negara belum memberikan keadilan dan penjelasan.
"Jadi kami hari ini melaksanakan doa bersama keluarga, untuk menyelamatkan negeri ini dari capres pelanggar HAM, capres yang telah memerintahkan penculikan kepada keluarga kami," kata Zaenal di seberang Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Minggu (11/2/2024).
Para keluarga korban, kata Zaenal, tidak ingin Indonesia dipimpin oleh orang yang mempunyai rekam jejak dengan pelanggaran HAM.
"Kami ingin negara ini selamat dari orang yang pernah melakukan kejahatan kejam, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan yang berlangsung hingga kini," katanya.
Awalnya, salah seorang masa aksi Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mengajak para keluarga korban untuk berdoa bersama. Mereka mengantungkan harapan-harapannya untuk bertahan dalam mengungkap kebenaran, serta mencari keadilan.
Baca juga: Keluarga Korban Penculikan Minta Indonesia Dibebaskan dari Pemimpin Pelanggar HAM
Mereka ingin, ada sebuah informasi mengenai keberadaan anggota keluarga yang hilang 25 tahun lamanya, entah dalam keadaan hidup ataupun tidak.
Setelah doa dipanjatkan kepada Tuhan, sebanyak 30 orang dari keluarga berbeda menyanyikan lagu 'Ibu Pertiwi' ciptaan Ismail Marzuki. Lagu itu dianggap cocok dengan keadaan Indonesia saat ini.
Kemudian, sampailah di lagu kedua, 'Gugur Bunga'. Tangis massa pun pecah, salah seorang bahkan terlihat terisak. Ia melanjutkan setiap lirik dengan lirik, sambil terus mengusap air mata yang jatuh ke pipi.
Sebagai informasi, IKOHI menggelar aksi yang bertajuk 'Doa Ibu untuk keselamatan Bangsa dari Capres pelanggar HAM'. Kegiatan itu digelar menjelang pemungutan suara pada Pemilu 2024.
Massa aksi merupakan keluarga dari korban pelanggaran HAM dan penculikan 1998 dan didominasi oleh para ibu yang kehilangan anaknya pada kala itu.
Sekretaris IKOHI, Zaenal Muttaqin mengatakan, pihaknya sengaja berdoa di depan Istana sebagai simbol bahwa negara belum memberikan keadilan dan penjelasan.
"Jadi kami hari ini melaksanakan doa bersama keluarga, untuk menyelamatkan negeri ini dari capres pelanggar HAM, capres yang telah memerintahkan penculikan kepada keluarga kami," kata Zaenal di seberang Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Minggu (11/2/2024).
Para keluarga korban, kata Zaenal, tidak ingin Indonesia dipimpin oleh orang yang mempunyai rekam jejak dengan pelanggaran HAM.
"Kami ingin negara ini selamat dari orang yang pernah melakukan kejahatan kejam, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan yang berlangsung hingga kini," katanya.
(kri)