Urgensi Indonesia Melawan UE Menjegal Nikel

Senin, 10 Juli 2023 - 05:20 WIB
loading...
A A A
Saat dipercaya sebagai Sekjen UNCTAD pada 1964, Presbich memproyeksikan gagasan strukturalis ke panggung global dengan harapan dapat menegosiasikan distribusi manfaat perdagangan internasional yang lebih setara melalui kebijakan perdagangan baru untuk pembangunan.

Ia berharap 'tatanan ekonomi internasional baru' bisa terwujud, yang ditandai adanya peningkatan harga ekspor komoditas primer dari negara berkembang, dan negara-negara maju membuka pintu ekspor industri dari selatan atau negara berkembang.

baca juga: Program Mobil Listrik Pacu Hilirisasi Bijih Nikel

Kemudian, mencabut subsidi pertanian untuk petani serta langkah-langkah proteksionis untuk pertanian yang diterapkan negara maju, dan mengatur perilaku perusahaan multinasional untuk memastikan manfaat yang lebih besar bagi tuan rumah di Selatan.

Namun, kritik yang muncul sejak 1949 ternyata hingga kini tidak mengubah cara pandang dan sikap UE dan negara-negara barat terhadap negara-negara berkembang. Watak dan sikap mereka tidak beranjak dari era kolonialisme. Mereka masih merasa sebagai juragan dunia yang sok mengatur dan mau menang sendiri.

Perilaku inilah yang ditunjukkan UE dan lembaga internasional yang merupakan kepanjangan tangannya dalam mengatur ekonomi dunia dan merepresentasikan kepentingannya, IMF atau WTO, terhadap Indonesia.

baca juga: Soal Ekspor 5 Juta Ton Bijih Nikel Bodong ke China, Anggota DPR: Segera Lacak Perusahaan Mana!

Merekaberupaya mengatur agar Indonesia hanya mengekspor raw material nikel dan komoditas tambang lainnya. Kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel mengancam nilai tambah yang mereka nikmati selama ini.

Berdasar pemahaman ini, muara langkah UE menghajar hilirisasi nikel adalah agar tetap mengendalikan Indonesia dan negara-negara berkembang lain, mempertahankan privilase nilai tambah dari pengelolaan sumber daya alam dunia, dan tidak mau negara-negara berkembang naik kelas dan bisa menikmati kesejahteraan.

UE ingin tetap menjadi negara center, sedangkan di luarmereka, termasuk Indonesia, harus tetap sebagai negara pheriphery atau pinggiran yang terbelakang dan pas-pasan.
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1346 seconds (0.1#10.140)