Urgensi Indonesia Melawan UE Menjegal Nikel
loading...
A
A
A
Kepada UE, Jokowi meminta mereka tidak selalu memaksa Indonesia terus mengizinkan ekspor bahan mentah, karena pelarangan ekspor komoditas tambang mentah dibutuhkan untuk memberi nilai tambah pada sumber daya alam yang dimiliki negeri ini. Di sisi lain Indonesia sangat terbuka terhadap kerja sama hilirisasi sumber daya alam dengan perusahaan asing atau negara manapun.
Mempertahankan Posisi Juragan
Mengapa UE berupaya begitu keras menjegal kebijakan hilirisasi nikel dan komoditas tambang lain? Padahal, pemerintah telah membuka pintu perusahaan atau negara asing bekerja sama membuat industri hilirasi dan pengembangan produk turunan lain sehingga bisa bersama-sama menikmati berkah alam tersebut?
Jawabannya, tidak beranjak dari upaya untuk mempertahankan hegemoni mereka. Negara-negara UE, dan lebih luas negara-negara dengan aliansinya, masih merasa sebagai sebagai center atau pusat dan menganggap Indonesia dan negara-negara berkembang sebagai pheriphery atau pinggiran.
baca juga: Berkaca pada Nikel, Jokowi Bakal Larang Ekspor Timah dan Tembaga Mentah
Ilmuwan Amerika Latin, Presbich (1949), mendefinisikan model center-pheriphery ini sebagai bentuk ekonomi global yang dicirikan adanya hubungan terstruktur antara pusat-pusat ekonomi yang menggunakan kekuatan militer, politik, dan perdagangan mengekstrasi surplus ekonomi dari negara-negara pinggiran atau bawahan.
Muara teori ini mengarah pada adanya pengabadian bahkan pelebaran kesenjangan. Karena negara-negara pinggiran harus mengekspor produk-produk primer selama jangka waktu lama dan dalam jumlah meningkat untuk ditukar dengan komoditas impor yang berasal dari negara maju atau pusat dalam jumlah sama.
Realitas yang terjadi tidak seperti teori comparative advantage, tapi perdagangan internasional model ini memunculkan transfer surplus ekonomi dari pinggiran ke pusat.
baca juga: Kalah di Panel WTO, Indonesia Akan Ajukan Banding Soal Ekspor Bijih Nikel
Teori Presbich dipertajam Singer (1950). Dalam pandangannya, keuntungan yang dinikmati negara-negara pinggiran semakin merosot sebagai akibat dari elastisitas pendapatan yang lebih rendah dari permintaan produk primer dibandingkan dengan produk industri. Musababnya, kenaikan harga komoditas industri lebih tinggi dibandingkan komoditas primer.
Mempertahankan Posisi Juragan
Mengapa UE berupaya begitu keras menjegal kebijakan hilirisasi nikel dan komoditas tambang lain? Padahal, pemerintah telah membuka pintu perusahaan atau negara asing bekerja sama membuat industri hilirasi dan pengembangan produk turunan lain sehingga bisa bersama-sama menikmati berkah alam tersebut?
Jawabannya, tidak beranjak dari upaya untuk mempertahankan hegemoni mereka. Negara-negara UE, dan lebih luas negara-negara dengan aliansinya, masih merasa sebagai sebagai center atau pusat dan menganggap Indonesia dan negara-negara berkembang sebagai pheriphery atau pinggiran.
baca juga: Berkaca pada Nikel, Jokowi Bakal Larang Ekspor Timah dan Tembaga Mentah
Ilmuwan Amerika Latin, Presbich (1949), mendefinisikan model center-pheriphery ini sebagai bentuk ekonomi global yang dicirikan adanya hubungan terstruktur antara pusat-pusat ekonomi yang menggunakan kekuatan militer, politik, dan perdagangan mengekstrasi surplus ekonomi dari negara-negara pinggiran atau bawahan.
Muara teori ini mengarah pada adanya pengabadian bahkan pelebaran kesenjangan. Karena negara-negara pinggiran harus mengekspor produk-produk primer selama jangka waktu lama dan dalam jumlah meningkat untuk ditukar dengan komoditas impor yang berasal dari negara maju atau pusat dalam jumlah sama.
Realitas yang terjadi tidak seperti teori comparative advantage, tapi perdagangan internasional model ini memunculkan transfer surplus ekonomi dari pinggiran ke pusat.
baca juga: Kalah di Panel WTO, Indonesia Akan Ajukan Banding Soal Ekspor Bijih Nikel
Teori Presbich dipertajam Singer (1950). Dalam pandangannya, keuntungan yang dinikmati negara-negara pinggiran semakin merosot sebagai akibat dari elastisitas pendapatan yang lebih rendah dari permintaan produk primer dibandingkan dengan produk industri. Musababnya, kenaikan harga komoditas industri lebih tinggi dibandingkan komoditas primer.