Urgensi Indonesia Melawan UE Menjegal Nikel

Senin, 10 Juli 2023 - 05:20 WIB
loading...
Urgensi Indonesia Melawan UE Menjegal Nikel
Ilustrasi: Win Cahyono/SINDONews
A A A
TEKANAN negara-negarabaratterhadap Indonesia seolah datang silih berganti. Belum berhenti Uni Eropa (UE) menghajarproduk kelapa sawit (CPO), teranyar giliran International Monetery Fund ( IMF ) berupaya menjegal hilirisasi nikel yang tengah digenjotIndonesia.

baca juga: Jokowi Resmi Larang Ekspor Bijih Bauksit mulai Juni 2023

Sejauh ini pemerintah RI tidak menggubris langkah tersebut dan memilih meneruskan kebijakan yang sudah digulirkan. Dalam artikel IV Consultation, IMF meminta pemerintah Indonesia mempertimbangkan pencabutan larangan ekspor bijih nikel dan tidak memperluas pelarangan ekspor ke komoditas tambang lainnya.

Alasannya, kebijakan larangan ekspor komoditas tersebut memberikan dampak rambatan bagi negara lainnya. Langkah IMF menegaskan kepentingan selaras mereka dengan UE yang telah melayangkan gugatan persoalan sama ke organisasi perdagangan dunia ( WTO ).

Bahkan lembaga itu pun telah memutuskan Indonesia kalah dalam gugatan itu. Pelarangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak Januari 2022 seiring dengan kebijakan hilirisasi bijih nikel.

baca juga: Jokowi Resmi Larang Ekspor Bijih Bauksit di 2023, Berikut Kendala Terbesarnya

Rencananya kebijakan itu juga bakal diterapkan untuk komoditas tambang lain seperti tembaga, bauksit dan timah. Dengan hilirisasi, Indonesia akan mendapatkan nilai tambah ekonomi atas kekayaan, menciptakan lapangan kerja,danpada akhirnya memaksimalkan pendapatan negara.

Namun, apapun dalih dan modusnya, Jokowi telah berkali-kali menegaskan sikapnya melawan intervensi barat terhadap nikel. Ia menyatakan tidak gentar atas digugatnya larangan ekspor bijih nikel ke WTO.

Malahan mantan wali kota Solotersebut merilis terobosan anyar dengan melarang ekspor bauksit mulai Juni 2023 ini. Sikap ini harus diambil karena sudah diamanatkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

baca juga: Larang Ekspor Nikel hingga Bauksit, Jokowi Tak Takut Digugat

Kepada UE, Jokowi meminta mereka tidak selalu memaksa Indonesia terus mengizinkan ekspor bahan mentah, karena pelarangan ekspor komoditas tambang mentah dibutuhkan untuk memberi nilai tambah pada sumber daya alam yang dimiliki negeri ini. Di sisi lain Indonesia sangat terbuka terhadap kerja sama hilirisasi sumber daya alam dengan perusahaan asing atau negara manapun.

Mempertahankan Posisi Juragan

Mengapa UE berupaya begitu keras menjegal kebijakan hilirisasi nikel dan komoditas tambang lain? Padahal, pemerintah telah membuka pintu perusahaan atau negara asing bekerja sama membuat industri hilirasi dan pengembangan produk turunan lain sehingga bisa bersama-sama menikmati berkah alam tersebut?

Jawabannya, tidak beranjak dari upaya untuk mempertahankan hegemoni mereka. Negara-negara UE, dan lebih luas negara-negara dengan aliansinya, masih merasa sebagai sebagai center atau pusat dan menganggap Indonesia dan negara-negara berkembang sebagai pheriphery atau pinggiran.

baca juga: Berkaca pada Nikel, Jokowi Bakal Larang Ekspor Timah dan Tembaga Mentah

Ilmuwan Amerika Latin, Presbich (1949), mendefinisikan model center-pheriphery ini sebagai bentuk ekonomi global yang dicirikan adanya hubungan terstruktur antara pusat-pusat ekonomi yang menggunakan kekuatan militer, politik, dan perdagangan mengekstrasi surplus ekonomi dari negara-negara pinggiran atau bawahan.

Muara teori ini mengarah pada adanya pengabadian bahkan pelebaran kesenjangan. Karena negara-negara pinggiran harus mengekspor produk-produk primer selama jangka waktu lama dan dalam jumlah meningkat untuk ditukar dengan komoditas impor yang berasal dari negara maju atau pusat dalam jumlah sama.

Realitas yang terjadi tidak seperti teori comparative advantage, tapi perdagangan internasional model ini memunculkan transfer surplus ekonomi dari pinggiran ke pusat.

baca juga: Kalah di Panel WTO, Indonesia Akan Ajukan Banding Soal Ekspor Bijih Nikel

Teori Presbich dipertajam Singer (1950). Dalam pandangannya, keuntungan yang dinikmati negara-negara pinggiran semakin merosot sebagai akibat dari elastisitas pendapatan yang lebih rendah dari permintaan produk primer dibandingkan dengan produk industri. Musababnya, kenaikan harga komoditas industri lebih tinggi dibandingkan komoditas primer.

Saat dipercaya sebagai Sekjen UNCTAD pada 1964, Presbich memproyeksikan gagasan strukturalis ke panggung global dengan harapan dapat menegosiasikan distribusi manfaat perdagangan internasional yang lebih setara melalui kebijakan perdagangan baru untuk pembangunan.

Ia berharap 'tatanan ekonomi internasional baru' bisa terwujud, yang ditandai adanya peningkatan harga ekspor komoditas primer dari negara berkembang, dan negara-negara maju membuka pintu ekspor industri dari selatan atau negara berkembang.

baca juga: Program Mobil Listrik Pacu Hilirisasi Bijih Nikel

Kemudian, mencabut subsidi pertanian untuk petani serta langkah-langkah proteksionis untuk pertanian yang diterapkan negara maju, dan mengatur perilaku perusahaan multinasional untuk memastikan manfaat yang lebih besar bagi tuan rumah di Selatan.

Namun, kritik yang muncul sejak 1949 ternyata hingga kini tidak mengubah cara pandang dan sikap UE dan negara-negara barat terhadap negara-negara berkembang. Watak dan sikap mereka tidak beranjak dari era kolonialisme. Mereka masih merasa sebagai juragan dunia yang sok mengatur dan mau menang sendiri.

Perilaku inilah yang ditunjukkan UE dan lembaga internasional yang merupakan kepanjangan tangannya dalam mengatur ekonomi dunia dan merepresentasikan kepentingannya, IMF atau WTO, terhadap Indonesia.

baca juga: Soal Ekspor 5 Juta Ton Bijih Nikel Bodong ke China, Anggota DPR: Segera Lacak Perusahaan Mana!

Merekaberupaya mengatur agar Indonesia hanya mengekspor raw material nikel dan komoditas tambang lainnya. Kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel mengancam nilai tambah yang mereka nikmati selama ini.

Berdasar pemahaman ini, muara langkah UE menghajar hilirisasi nikel adalah agar tetap mengendalikan Indonesia dan negara-negara berkembang lain, mempertahankan privilase nilai tambah dari pengelolaan sumber daya alam dunia, dan tidak mau negara-negara berkembang naik kelas dan bisa menikmati kesejahteraan.

UE ingin tetap menjadi negara center, sedangkan di luarmereka, termasuk Indonesia, harus tetap sebagai negara pheriphery atau pinggiran yang terbelakang dan pas-pasan.

On The Right Track

ā€Digugat di WTO, terus. Kalah, tetap terus, karena inilah yang akan melompatkan negara berkembang menjadi negara maju, bagi negara kita. Jangan berpikir negara kita akan jadi negara maju kalau kita takut menghilirkan bahan-bahan mentah yang ada di negara kita.ā€ Demikianlah sikap tegas Presiden Jokowi dalam menghadapi penjegalan yang dilakukan UE terhadap kebijakan hilirisasi nikel Indonesia.

baca juga: Tak Hanya Nikel, Jokowi Minta Stop Ekspor Bauksit Tahun Depan

Apapun rintangannya,Jokowi bersikukuh meneruskanhilirisasi nikel karena kebijakan inilahkunci negeri membawa Indonesia sebagainegara maju dan sejahtera. Konsistensi hilirisasi akan mendorong Indonesiapada 2045 menjadi negara dengan pendapatan domestik bruto berkisar USD9 triliun-11 triliun dan pendapatan per kapita USD21.000-29.000.

Pernyataan Jokowi bahwa hilirisasi nikel akan menjadi pengungkit kekayaan negara bukanlah isapan jempol. Pada 2022, berdasarlaporan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nikel dan produk olahannya di Indonesia tercatat senilai USD5,97 miliar dengan volume 777.411,8 ton pada 2022.

Nilai tersebut melonjak hingga 369,37% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar USD1,27 miliar dengan volume 166.331,7 ton. Bagaimana lonjakan pendapatan itu terjadi? Dalam konteks penerimaan negara,sejak kebijakan larangan ekspor diterapkan,pajak ekspor komoditas memang mengalami pengurangan.

baca juga: Larangan Ekspor Nikel Mentah Membuahkan Hasil, Jokowi: Selanjutnya Bauksit hingga Timah

Namun, penerapan hilirisasi membuat pemerintah mengantongi penambahan pendapatan dari sisi pajak penghasilan (PPh) badan, pajak pertambahan nilai (PPN), serta PPh pasal 21 dari tenaga kerja. Tak kalah pentingnya adalahmeningkatnya lapangan pekerjaan.

Bagi Indonesia, nikel memang bisa menjadi andalan utama. Betapa tidak, Indonesia dikarunia bahan tambang ini dengan jumlah sangat besar. Berdasar laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), produksi nikel di dunia diperkirakan mencapai 3,3 juta metrik ton pada 2022. Jumlah itu meningkat 20,88% dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 2,73 juta metrik ton.

Dengan jumlah produksi ini,Indonesia menjadi penghasil nikel nomor satu. Total produksinya diperkirakan mencapai 1,6 juta metrik ton atau menyumbang 48,48% dari total produksi nikel global sepanjang tahun lalu. Indonesia tercatat sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia pada 2022 yakni mencapai 21 juta metrik ton.

baca juga: Soal Ekspor 5 Juta Ton Bijih Nikel Ilegal ke China, Menteri ESDM: Masa Segede Itu Sih?

Posisi ini setara dengan Australia. Ini artinya, Indonesia dan Australia masing-masing menyumbang 21% dari total cadangan nikel global sepanjang tahun lalu. Di sisi lain, posisi nikel sangat penting untuk mendukung energi ramah lingkungan dan enegeri baru-terbarukan (EBT).

Menurut International Energy Agency (IEA) dalam laporan Southeast Asia Energy Outlook 2022, nikel merupakan bahan baku penting bagi industri baterai kendaraan listrik serta pembangkitan energi geotermal. Dengan posisi ini, masa depan nikel sangat cerah.

Permintaan nikel di pasar global pun diproyeksikan akan terus meningkat, seiring dengan penguatan tren EBT. Diperkirakan permintaan nikel untuk teknologi energi bersih akan berkembang pesat hingga 20 kali lipat selama periode 2020 sampai 2040.

Masih menurut laporan IEA,dengan kapasitas produksi yang dimiliki Indonesia bisamenyumbang sekitar setengah dari pertumbuhan nikel global. Dengan kekuatan itu rantai pasokan nikel akanterpengaruh signifikan oleh kebijakan Indonesia.

Untuk memaksimalkan potensi tersebut dan mendukung program hilirisasi nikel, pemerintah telah mendorong pembangunan smelter. Beberapa smelter yang sudah dibangun antara lain milik PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, PT Vale Indonesia di Sulawesi Selatan.

baca juga: RI Setop Ekspor Bijih Bauksit Mulai Juni, Jokowi: Siap-Siap Digugat China!

Ada jugatiga smelter di Maluku Utara yang masing-masing dimilikiPT Wanatiara Persada, PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara, dan PT Weda Bay Nickel. Selain itu masih ada smelter yang dalam proses pembangunan, yakni milik PT Antam di Maluku UtaradanPT Sebuku Iron Leteritic Ores di Kalimantan Selatan. telah mencapai 80,11%.

Pada 2023, Kementerian ESDM menargetkan pembangunan total 17 smelter. Dalam jangka panjang, Indonesia juga sudah menyusun peta jalan (roadmap) hilirisasi investasi strategis dalam rangka mendorong transformasi ekonomi.

Roadmapdibagi menjadi 8 bagian dari 21 komoditas. Untuk mewujudkan target tersebut dibutuhkan investasi hingga USD545,3 miliar sampai 2040.Roadmap hilirisasi bukan hanya untuk nikel. Keberhasilan hilirisasi nikel akan menjadi prototipe untuk hilirisasi timah, bauksit, minyak dan gas, dan tembaga.

Bahkan, sektor perkebunan, pangan, perikanan juga menjadi target hilirisasi. Melihat besarnya keuntungan riil yang diraup dari hilirisasi nikel, maka kebijakan yang diambil Presiden Jokowi tersebut sudah on the right yang harus dilanjutkan dan didukung semua komponen bangsa.

Roadmap yang sudah dibuat jangan hanya sebatas membangun smelter hilirisasi nikel dan bahan tambang lainnya, tapi juga industri untuk mengolah produk-produk turunan yang tentu memiliki nilai tambah ekonomi lebih tinggi.

Termasuk, mewujudkan target Jokowi menjadikan Indonesia Indonesia sebagai pusat baterai yang merupakan komponen penting kendaraan listrik danterwujudnya energi bersih dan EBT. Lebih strategis lagi, keseriusan Indonesia menggarap hilirisasi nikel dan bahan tambang merupakan kunci Indonesia masuk sebagai negara maju.

baca juga: Dongkrak Pendapatan, Hillcon Bakal Kerek Volume Produksi dan Pengangkutan Bijih Nikel

Pada tahap awal, hilirisasi sudah menjadi variabel yang mendorong Indonesia menjadi negara Upper Middle Incomeseperti disampaikanWorld Bank, karena Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia sudah lebih dari USD4.046 dari posisi sebelumnya USD3.840.

Bisa dipastikan,ketahanan ekonomi Indonesia dan kesinambungan pertumbuhan yang sudah terjaga dalam beberapa tahun terakhir akan terakselerasibila negeri ini mampu memanfaatkan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti diamanatkan konstitusi.

Beranjak dari pemahaman ini, tidak ada pilihan bagi pemerintah Indonesia selain harus melawan kerasberbagai upaya penjegalan, termasuk dilakukan UE dan IMF.

Sampai kapanpun negara-negara maju tidak akan sudiberbaik hati mendukung Indonesia menjadi negara maju, kecuali hanyamelestarikan posisi Indonesia dan negara-negara sedang berkembang sebagai pheriphery mereka alias sebagai budak yang bisa dieksploitasi kekayaan alamnya sesuai kemauan mereka.(*)
(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2126 seconds (0.1#10.140)