Forum Dialog Antaragama dan Budaya ASEAN 2023
loading...

Ridwan, Dosen Ilmu Politik UIII dan Direktur Compose UIII. Foto/Dok. SINDOnews
A
A
A
Ridwan
Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
Direktur Center of Muslim Politics and World Society (Compose) UIII
NAHDLATUL Ulama (NU) tampaknya sedang sangat bersemangat sebagai inisiator dan ikut serta dalam upaya membangun perdamaian global. Pada awal November 2022, NU telah sukses mengadakan Forum Religion Twenty (R20), sebagai kegiatan tambahan G20 di Indonesia 2022, yang telah berhasil merumuskan komunike R20 dengan mengusung agenda menjadikan agama sebagai solusi daripada sebagai problem kemanusiaan.
Setelah itu, NU juga melalui Ketum PB NU Gus Yahya, gencar membicarakan fikih peradaban dalam pelbagai kesempatan, misalnya di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), UIN Jakarta, dan berbagai kegiatan lainnya, yang sempat penulis ikuti. Kedua kegiatan besar ini (R20 dan Fikih Peradaban) bagi NU, dapat dilihat sebagai bagian dari satu kerangka kerja dialog antaragama dan budaya. Sudah bukan rahasia lagi, secara global agama pernah menjadi kambing hitam bagi peradaban gelap yang menghnacurkan kemanusiaan.
Secara kesejarahan, pada masa Eropa telah terjadi perang-perang agama yang menjadi dasar kritik Pencerahan terhadap agama. Perang 30 tahun di Jerman yang membuat jumlah penduduk Jerman menyusut drastis dan mendorong gelombang migrasi untuk mencari hidup damai tanpa perang agama.
Ada narasi besar (grand narrative) dalam historiografi Pencerahan, yang diwakili Edward Gibbon dan Voltaire, yang memandang perang agama sebagai hembusan napas terakhir dari barbarisme pertengahan dan fanatisisisme sebelum kegelapan lenyap berganti terang. Sampai saat ini, masyarakat Eropa pada umumnya memiliki pandangan yang negatif terhadap posisi agama di ruang publik. Dalam hal ini agama dilihat sebagai sumber konflik dan kekerasan yang mewujud dalam aksi-aksi terorisme.
Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
Direktur Center of Muslim Politics and World Society (Compose) UIII
NAHDLATUL Ulama (NU) tampaknya sedang sangat bersemangat sebagai inisiator dan ikut serta dalam upaya membangun perdamaian global. Pada awal November 2022, NU telah sukses mengadakan Forum Religion Twenty (R20), sebagai kegiatan tambahan G20 di Indonesia 2022, yang telah berhasil merumuskan komunike R20 dengan mengusung agenda menjadikan agama sebagai solusi daripada sebagai problem kemanusiaan.
Setelah itu, NU juga melalui Ketum PB NU Gus Yahya, gencar membicarakan fikih peradaban dalam pelbagai kesempatan, misalnya di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), UIN Jakarta, dan berbagai kegiatan lainnya, yang sempat penulis ikuti. Kedua kegiatan besar ini (R20 dan Fikih Peradaban) bagi NU, dapat dilihat sebagai bagian dari satu kerangka kerja dialog antaragama dan budaya. Sudah bukan rahasia lagi, secara global agama pernah menjadi kambing hitam bagi peradaban gelap yang menghnacurkan kemanusiaan.
Secara kesejarahan, pada masa Eropa telah terjadi perang-perang agama yang menjadi dasar kritik Pencerahan terhadap agama. Perang 30 tahun di Jerman yang membuat jumlah penduduk Jerman menyusut drastis dan mendorong gelombang migrasi untuk mencari hidup damai tanpa perang agama.
Ada narasi besar (grand narrative) dalam historiografi Pencerahan, yang diwakili Edward Gibbon dan Voltaire, yang memandang perang agama sebagai hembusan napas terakhir dari barbarisme pertengahan dan fanatisisisme sebelum kegelapan lenyap berganti terang. Sampai saat ini, masyarakat Eropa pada umumnya memiliki pandangan yang negatif terhadap posisi agama di ruang publik. Dalam hal ini agama dilihat sebagai sumber konflik dan kekerasan yang mewujud dalam aksi-aksi terorisme.
Lihat Juga :