Efisiensi Logistik untuk Daya Saing Indonesia
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
LOGISTIK memiliki peran penting dalam menentukan perekonomian suatu negara. Oleh karenanya, tak heran bila logistik kerap disebut sebagai lifeblood perekonomian suatu negara.
Negara yang memiliki indikator kinerja logistik yang baik cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi dan kualitas pembangunan ekonomi yang tinggi pula, begitu pula sebaliknya. Artinya, peran logistik tak hanya memberikan kontribusi pada nilai tambah dan kesempatan kerja, melainkan juga dapat mendongkrak dan menggeser kurva produksi ke kanan sekaligus meningkatkan kekuatan daya saing perusahaan.
Pasalnya, meski disadari kinerja logistik memainkan peran strategis dalam penguatan perekonomian, namun pada perkembangannya kinerja logistik Indonesia masih jauh dari harapan. Bank Dunia menyebutkan bahwa posisi Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 mengalami penurunan signifikan.
Data tersebut menunjukan bahwa dari 139 negara, Indonesia menempati peringkat ke-63 dengan penurunan skor dari 3,15 di tahun 2018 menjadi 3,0 di tahun 2023. Angka tersebut mengalami penurunan hingga 17 peringkat dari sebelumnya berada di peringkat ke-46 pada 2018.
Pada tahun ini, Singapura berhasil menduduki peringkat pertama dengan skor 4,3 yang selanjutnya diikuti Finlandia (4,2), Denmark (4,1), dan Jerman (4,1). Pada 2018, peringkat pertama adalah Jerman dengan skor 4,2, sementara Singapore pada peringkat 7 dengan skor 4,0.
Apabila dilihat di antara beerbagai negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi setelah Singapore adalah Malaysia (peringkat 31), diikuti Thailand (37), Philipina (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Kamboja (116), dan Lao PDR (82). Artinya, dari 8 negara ASEAN, hanya 3 negara yang naik peringkat dibandingkan periode sebelumnya di tahun 2018 yakni Singapura yang naik 6 peringkat menjadi peringkat pertama, lalu Philipina yang naik 13 peringkat, dan Malaysia yang mengalami kenaikan 10 peringkat.
Pada proses penetapan nilai, LPI melandaskan pada enam dimensi yakni Customs, Infrastructure, International Shipments, Logistics Competence and Quality, Timelines, dan Tracking & Tracing. Berdasarkan dimensi LPI tersebut, Indonesia memiliki catatan merah pada empat dimensi yang mengalami penurunan dari tahun 2018.
Dimensi Timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan Tracking & Tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan Logistics Competence & Quality (dari 3,1 menjadi 2,9). Dimensi Timeliness didefinisikan oleh LPI sebagai frekuensi pengiriman yang mencapai penerima dalam waktu pengiriman yang sudah dijadwalkan.
Indonesia mengalami penurunan skor Timeliness diduga disebabkan oleh adanya bottlenecks di Pelabuhan akibat disrupsi rantai pasok yang terjadi pasca pandemi dan keadaan geopolitik dunia yang tidak stabil. Selanjutnya, penurunan skor Tracking & Tracing yang berkaitan dengan kemampuan untuk melacak kiriman tersebut tak lain akibat implementasi logistics tracking system di Indonesia yang masih tergolong rendah.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
LOGISTIK memiliki peran penting dalam menentukan perekonomian suatu negara. Oleh karenanya, tak heran bila logistik kerap disebut sebagai lifeblood perekonomian suatu negara.
Negara yang memiliki indikator kinerja logistik yang baik cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi dan kualitas pembangunan ekonomi yang tinggi pula, begitu pula sebaliknya. Artinya, peran logistik tak hanya memberikan kontribusi pada nilai tambah dan kesempatan kerja, melainkan juga dapat mendongkrak dan menggeser kurva produksi ke kanan sekaligus meningkatkan kekuatan daya saing perusahaan.
Pasalnya, meski disadari kinerja logistik memainkan peran strategis dalam penguatan perekonomian, namun pada perkembangannya kinerja logistik Indonesia masih jauh dari harapan. Bank Dunia menyebutkan bahwa posisi Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 mengalami penurunan signifikan.
Data tersebut menunjukan bahwa dari 139 negara, Indonesia menempati peringkat ke-63 dengan penurunan skor dari 3,15 di tahun 2018 menjadi 3,0 di tahun 2023. Angka tersebut mengalami penurunan hingga 17 peringkat dari sebelumnya berada di peringkat ke-46 pada 2018.
Pada tahun ini, Singapura berhasil menduduki peringkat pertama dengan skor 4,3 yang selanjutnya diikuti Finlandia (4,2), Denmark (4,1), dan Jerman (4,1). Pada 2018, peringkat pertama adalah Jerman dengan skor 4,2, sementara Singapore pada peringkat 7 dengan skor 4,0.
Apabila dilihat di antara beerbagai negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi setelah Singapore adalah Malaysia (peringkat 31), diikuti Thailand (37), Philipina (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Kamboja (116), dan Lao PDR (82). Artinya, dari 8 negara ASEAN, hanya 3 negara yang naik peringkat dibandingkan periode sebelumnya di tahun 2018 yakni Singapura yang naik 6 peringkat menjadi peringkat pertama, lalu Philipina yang naik 13 peringkat, dan Malaysia yang mengalami kenaikan 10 peringkat.
Pada proses penetapan nilai, LPI melandaskan pada enam dimensi yakni Customs, Infrastructure, International Shipments, Logistics Competence and Quality, Timelines, dan Tracking & Tracing. Berdasarkan dimensi LPI tersebut, Indonesia memiliki catatan merah pada empat dimensi yang mengalami penurunan dari tahun 2018.
Dimensi Timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan Tracking & Tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan Logistics Competence & Quality (dari 3,1 menjadi 2,9). Dimensi Timeliness didefinisikan oleh LPI sebagai frekuensi pengiriman yang mencapai penerima dalam waktu pengiriman yang sudah dijadwalkan.
Indonesia mengalami penurunan skor Timeliness diduga disebabkan oleh adanya bottlenecks di Pelabuhan akibat disrupsi rantai pasok yang terjadi pasca pandemi dan keadaan geopolitik dunia yang tidak stabil. Selanjutnya, penurunan skor Tracking & Tracing yang berkaitan dengan kemampuan untuk melacak kiriman tersebut tak lain akibat implementasi logistics tracking system di Indonesia yang masih tergolong rendah.