Efisiensi Logistik untuk Daya Saing Indonesia

Senin, 05 Juni 2023 - 08:29 WIB
loading...
Efisiensi Logistik untuk Daya Saing Indonesia
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

LOGISTIK memiliki peran penting dalam menentukan perekonomian suatu negara. Oleh karenanya, tak heran bila logistik kerap disebut sebagai lifeblood perekonomian suatu negara.

Negara yang memiliki indikator kinerja logistik yang baik cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi dan kualitas pembangunan ekonomi yang tinggi pula, begitu pula sebaliknya. Artinya, peran logistik tak hanya memberikan kontribusi pada nilai tambah dan kesempatan kerja, melainkan juga dapat mendongkrak dan menggeser kurva produksi ke kanan sekaligus meningkatkan kekuatan daya saing perusahaan.

Pasalnya, meski disadari kinerja logistik memainkan peran strategis dalam penguatan perekonomian, namun pada perkembangannya kinerja logistik Indonesia masih jauh dari harapan. Bank Dunia menyebutkan bahwa posisi Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 mengalami penurunan signifikan.

Data tersebut menunjukan bahwa dari 139 negara, Indonesia menempati peringkat ke-63 dengan penurunan skor dari 3,15 di tahun 2018 menjadi 3,0 di tahun 2023. Angka tersebut mengalami penurunan hingga 17 peringkat dari sebelumnya berada di peringkat ke-46 pada 2018.

Pada tahun ini, Singapura berhasil menduduki peringkat pertama dengan skor 4,3 yang selanjutnya diikuti Finlandia (4,2), Denmark (4,1), dan Jerman (4,1). Pada 2018, peringkat pertama adalah Jerman dengan skor 4,2, sementara Singapore pada peringkat 7 dengan skor 4,0.

Apabila dilihat di antara beerbagai negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi setelah Singapore adalah Malaysia (peringkat 31), diikuti Thailand (37), Philipina (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Kamboja (116), dan Lao PDR (82). Artinya, dari 8 negara ASEAN, hanya 3 negara yang naik peringkat dibandingkan periode sebelumnya di tahun 2018 yakni Singapura yang naik 6 peringkat menjadi peringkat pertama, lalu Philipina yang naik 13 peringkat, dan Malaysia yang mengalami kenaikan 10 peringkat.

Pada proses penetapan nilai, LPI melandaskan pada enam dimensi yakni Customs, Infrastructure, International Shipments, Logistics Competence and Quality, Timelines, dan Tracking & Tracing. Berdasarkan dimensi LPI tersebut, Indonesia memiliki catatan merah pada empat dimensi yang mengalami penurunan dari tahun 2018.

Dimensi Timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan Tracking & Tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan Logistics Competence & Quality (dari 3,1 menjadi 2,9). Dimensi Timeliness didefinisikan oleh LPI sebagai frekuensi pengiriman yang mencapai penerima dalam waktu pengiriman yang sudah dijadwalkan.

Indonesia mengalami penurunan skor Timeliness diduga disebabkan oleh adanya bottlenecks di Pelabuhan akibat disrupsi rantai pasok yang terjadi pasca pandemi dan keadaan geopolitik dunia yang tidak stabil. Selanjutnya, penurunan skor Tracking & Tracing yang berkaitan dengan kemampuan untuk melacak kiriman tersebut tak lain akibat implementasi logistics tracking system di Indonesia yang masih tergolong rendah.

Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya dukungan teknologi informasi dan komunikasi yang belum memadai, kurangnya stimulus kebijakan serta rendahnya efisiensi kelembagaan yang terpadu. Sementara itu, rendahnya skor International Shipments yang berkaitan dengan kemudahan mengatur dan mengelola harga pengiriman internasional merupakan akibat harga pengiriman internasional Indonesia yang masih kurang kompetitif jika dibandingkan dengan negara lainnya.

Pengelolaan kinerja logistik nasional menjadi salah satu aspek penting bagi calon investor sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan bisnis di Indonesia. Biaya logistik yang tinggi akan berpengaruh pada minat investor, sehingga perencanaan sistem logistik yang baik dan komprehensif akan mempercepat proses transformasi struktural perekonomian menuju capaian daya saing yang tinggi di 2045.

Logistik dan Daya Saing Indonesia
Sebagai negara kepulauan, peranan logistik dalam pergerakan aliran barang di dalam memegang peranan penting yang tak hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat saja, melainkan juga sebagai wahana untuk mengantarkan hasil produksi pertanian, pertambangan dan industri agar dapat digunakan dan dipasarkan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Oleh sebab itu, Indonesia sangat perlu untuk memberikan perhatian penuh dan mengembangkan strategi yang tepat di bidang logistik agar bisa meningkatkan daya saing.

Ketersedian barang di banyak wilayah di Indonesia harus didukung oleh manajemen rantai pasok dan logistik yang mumpuni agar produk-produk dapat dijangkau konsumen dengan cepat dan murah. Mata rantai logistic yang terlalu panjang dan berbelit dapat menjadikan logistik tidak efisien dan efektif. Jika mata rantai dapat dibuat menjadi lebih pendek, maka bisa dipastikan bahwa biaya logistik dapat menjadi lebih efisien.

Logistik diukur dengan berbagai dimensi, yang berarti dalam pelaksanaanya melibatkan beberapa Lembaga/kementrian. Hal yang tidak dalam realisasinya, dan itu terlihat dari penilaian LPI pada indeks logistik Indonesia. Pemerintah sudah memperbaiki konektivitas antarwilayah di Indonesia, tetapi pemanfaatan teknologi informasi (integrasi data) dalam managemen logistik, belum dijalankan secara optimal.

Hal itu yang menyebabkan beberapa dimensi (timelines, tracking and trading) mengalami penurunan. Sistem logistik di Indonesia masih belum berfungsi secara optimal tersebut, juga menyebabkan daya saing Indonesia saat ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni berada di posisi ke-44 dari posisi 37 di tahun 2021.

Biaya logistik di Indonesia – khusunya di Pelabuhan – mencapai 17% dari keseluruhan biaya operasional usaha. Biaya ini sangat tinggi dibandingkan negara-negara di satu kawasan, seperti Malaysia hanya membutuhkan 8%, Filipina 7% dan Singapura 6% dari biaya operasionalnya.

Oleh sebab itu, dalam menekan biaya logistik di Indonesia, diperlukan berbagai terobosan baru dengan sistem logistik yang terpadu, sehingga dapat menekan biaya, menjamin ketepatan waktu, meningkatkan kecepatan transaksi, dan menjaga kualitas barang dan jasa. Terkait hal ini, semua harus dapat terintegrasi dari hulu hingga hilir yang mutlak akan melibatkan banyak pemangku kepentingan dalam prosesnya.

Harmonisasi Kebijakan Logistik di Indonesia
Perpres No 26/2012 tentang Sistem Logistik Nasional dengan visi logistik Indonesia 2025 yaitu “Terwujudnya sistem logistik yang terintegrasi secara lokal, terhubung secara global untukmeningkatkan daya saing nasional dan kesejahteraan rakyat”, terasa masih jauh wujudnya dari harapan. Padahal, jarak tempuhnya kini kurang dari tiga tahun lagi. Artinya, sebuah terobosan dan kerja nyata diperlukan untuk dapat menghadirkan sistem logistik yang terintegrasi lokal dan terhubung global sehingga bisa meningkatkan daya saing dan tentunya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Banyak hal tentunya yang perlu turut berkontribusi bagi terwujudnya tahapan visi logistik nasional yang dicita-citakan pada hari ini. Banyak kendala yang masih dihadapi untuk menguatkan logistik Indonesia.

Tantangan geografis, geoekonomi, dan geopolitik menjadi tantangan yang harus dilalui. Tentunya untuk mencapai perbaikan logistik di Indonesia diperlukan penguatan sistem logistik yang baik dalam tataran kebijakan dan regulasi, teknis dan operasional, pembiayaan dan investasi, hingga SDM pendukung yang saat ini masih belum optimal.

Kegiatan logistik sangat membutuhkan keterpaduan, baik dari aspek infrastruktur maupun manajemen, sementara kegiatan logistik saat ini bersifat parsial dan pembinaannya tersebar di berbagai Kementerian. Kondisi yang demikian ini dapat berpotensi menimbulkan masalah yang berkaitan dengan aspek koordinasi, keselarasan, keterpaduan berbagai unsur yang terlibat dalam aktifitas logistik.

Secara sederhana, upaya penguatan ekosistem logistik untuk memajukan perekonomian dapat diklasterisasi di antaranya melalui sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan, penyederhanaan birokrasi dan kewenangan, pembiayaan dan investasi logistik, serta jaminan kemudahan berusaha dan dukungan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Semoga.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1185 seconds (0.1#10.140)