Pancasila: Meneguhkan Nasionalisme Pemuda
loading...
A
A
A
Sejarah membuktikan peran golongan muda dalam mendorong perubahan serta peranannya merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Tetapi membiarkan diri larut ke dalam romantisme sejarah, tentu bukan pilihan bijak.
Setiap generasi selalu memiliki tantangannya sendiri. Kaum muda di masa pra kemerdekaan, semisal, memiliki cita-cita yang jelas dan idealisme yang kuat dalam mewujudkan kemerdekaan. Aktivisme politik mereka di masa itu menyatu dengan grassroot, sehingga memungkinkan terbangunnya solidaritas melawan kolonialisme.
Berbeda dari tantangan pada masa perjuangan kemerdekaan. Tugas kesejarahan yang mesti diambil golongan muda hari ini adalah memastikan trajectory Indonesia sebagai satu bangsa tetap berada di jalur konstitusional yang tepat dalam rangka mencapai cita-cita kemerdekaan. Faktor sejarah di sini hanya diperlukan sebagai titik beranjak, bukan romantisme!
Pemahaman akan sejarah tidak hanya relevan memupuk nasionalisme dan memperkuat komitmen kebangsaan, tetapi juga berguna dalam memastikan dari mana perubahan bangsa ini harus diupayakan oleh golongan muda. Dalam perspektif konstitusional, pintu masuk yang legal-legitimate mendorong perubahan, salah satu yang terpenting adalah Pemilu. Melalui agenda atau momentum demokrasi elektoral, pemuda harus tampil sebagai mercusuar, dengan turut menggariskan platform perjuangan yang berbasiskan pada gagasan dan program.
Pemuda dan politik merupakan dua entitas yang koheren dan bersinggungan. Tidak perlu mengeksklusifkan diri dari dunia politik sebab perubahan hakiki bisa dimulai dari sana.
Hanya saja, politik golongan muda adalah politik kebangsaan yang termanifestasikan dalam politik programatik, bukan politik partisan. Politik programatik yang diekspresikan kaum muda merupakan politik yang bersumber pada nilai-nilai luhur bangsa ini, yakni Pancasila. Atas dasar itulah, maka, ada tiga prinsip yang harus dipegang teguh dalam aktivisme politik golongan muda: persatuan, solidaritas dan swadaya.
Dari prinsip persatuan, aktivisme politik harus berorientasi pada upaya merajut persamaan dibalik disimilaritas yang ada. Dari prinsip solidaritas, aktivisme politik harus berorientasi pada upaya mencari titik temu di balik diferensiasi kepentingan individu atau kelompok.
Sementara dari prinsip swadaya, aktivisme politik harus bertumpu pada kekuatan sumberdaya yang mereka miliki sendiri tanpa bergantung dari pihak lain. Dengan demikian, positioning politik elemen kepemudaan mengakar pada mindset, pola pikir, dan perspektif yang luas dalam memahami realitas kebangsaan dan kenegaraan.
“Selamat Milad Bung Karno, semoga pemikiranmu tetap abadi memakan zaman sebagai modal generasi muda membangun Bangsa dan Negara”
-Satyam Eva Jayate-
Setiap generasi selalu memiliki tantangannya sendiri. Kaum muda di masa pra kemerdekaan, semisal, memiliki cita-cita yang jelas dan idealisme yang kuat dalam mewujudkan kemerdekaan. Aktivisme politik mereka di masa itu menyatu dengan grassroot, sehingga memungkinkan terbangunnya solidaritas melawan kolonialisme.
Berbeda dari tantangan pada masa perjuangan kemerdekaan. Tugas kesejarahan yang mesti diambil golongan muda hari ini adalah memastikan trajectory Indonesia sebagai satu bangsa tetap berada di jalur konstitusional yang tepat dalam rangka mencapai cita-cita kemerdekaan. Faktor sejarah di sini hanya diperlukan sebagai titik beranjak, bukan romantisme!
Pemahaman akan sejarah tidak hanya relevan memupuk nasionalisme dan memperkuat komitmen kebangsaan, tetapi juga berguna dalam memastikan dari mana perubahan bangsa ini harus diupayakan oleh golongan muda. Dalam perspektif konstitusional, pintu masuk yang legal-legitimate mendorong perubahan, salah satu yang terpenting adalah Pemilu. Melalui agenda atau momentum demokrasi elektoral, pemuda harus tampil sebagai mercusuar, dengan turut menggariskan platform perjuangan yang berbasiskan pada gagasan dan program.
Pemuda dan politik merupakan dua entitas yang koheren dan bersinggungan. Tidak perlu mengeksklusifkan diri dari dunia politik sebab perubahan hakiki bisa dimulai dari sana.
Hanya saja, politik golongan muda adalah politik kebangsaan yang termanifestasikan dalam politik programatik, bukan politik partisan. Politik programatik yang diekspresikan kaum muda merupakan politik yang bersumber pada nilai-nilai luhur bangsa ini, yakni Pancasila. Atas dasar itulah, maka, ada tiga prinsip yang harus dipegang teguh dalam aktivisme politik golongan muda: persatuan, solidaritas dan swadaya.
Dari prinsip persatuan, aktivisme politik harus berorientasi pada upaya merajut persamaan dibalik disimilaritas yang ada. Dari prinsip solidaritas, aktivisme politik harus berorientasi pada upaya mencari titik temu di balik diferensiasi kepentingan individu atau kelompok.
Sementara dari prinsip swadaya, aktivisme politik harus bertumpu pada kekuatan sumberdaya yang mereka miliki sendiri tanpa bergantung dari pihak lain. Dengan demikian, positioning politik elemen kepemudaan mengakar pada mindset, pola pikir, dan perspektif yang luas dalam memahami realitas kebangsaan dan kenegaraan.
“Selamat Milad Bung Karno, semoga pemikiranmu tetap abadi memakan zaman sebagai modal generasi muda membangun Bangsa dan Negara”
-Satyam Eva Jayate-
(poe)