Membangun Kesejatian Diri dan Negeri
loading...
A
A
A
Sikap pamer harta ini tak hanya dilakukan oleh sebagian mereka yang berprofesi sebagai penghibur ataupun artis, melainkan belakangan juga dilakukan oleh sebagian pejabat negara maupun keluarganya.
Selama harta itu didapatkan secara halal dan legal, tentu seseorang berhak untuk menggunakan harta kekayaan yang ada. Tapi memamerkan kekayaannya kepada publik bisa dipahami sebagai sikap yang tidak berempati terhadap nasib rakyat yang kebanyakan belum sejahtera. Dan, pada tahap tertentu, sikap pamer harta bisa memperuncing pelbagai macam problem sosial akibat ketimpangan yang masih sangat tinggi.
Pada waktu-waktu lampau, sikap pamer harta tentu juga sudah sering terjadi. Tapi pada era media sosial yang sedemikian cepat, bebas, dan terbuka seperti sekarang, sikap pamer harta dengan mudah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat sekaligus memperlihatkan jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin.
Persoalannya adalah, sikap pamer harta bisa memunculkan atau bahkan melanggengkan semangat memperkaya diri dengan menghalalkan segala macam cara sehingga mendapatkan harta secara haram dianggap sebagai hal biasa. Pada tahap tertentu, inilah yang bisa menjelaskan persoalan korupsi yang semakin ke sini justru semakin menjadi-jadi.
Dalam kondisi seperti di atas, kehidupan berbangsa dan bernegara sungguh berada dalam bahaya. Bahkan bisa dikatakan hal ini lebih berbahaya daripada ancaman dan kekuatan penjajah sekalipun. Sebab bahaya yang ada sekarang datang dari masyarakat itu sendiri, bahkan abdi, penggawa, dan para pemimpin negeri ini.
Di sinilah pentingnya semangat kesejatian diri yang berada di balik ibadah puasa sebagaimana telah disampaikan di atas. Melalui semangat kesejatian diri, puasa bisa membangun pribadi-pribadi yang jujur, tahu batasan, tahu diri, dan tidak menghambakan diri pada hawa nafsu dan kekuasaan.
Hanya di tangan pribadi-pribadi yang tangguh dan unggul seperti inilah kehidupan berbangsa dan bernegara akan berjalan sesuai dengan cita-cita para pendiri, yaitu menjadi negeri yang berketuhanan, berperikemanusiaan, menjaga persatuan, menjalankan permusyawaratan, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Lihat Juga: Program Berkah Ramadan, BPKH Salurkan Dana Hasil Investasi untuk Umat hingga Rp12,6 Miliar
Selama harta itu didapatkan secara halal dan legal, tentu seseorang berhak untuk menggunakan harta kekayaan yang ada. Tapi memamerkan kekayaannya kepada publik bisa dipahami sebagai sikap yang tidak berempati terhadap nasib rakyat yang kebanyakan belum sejahtera. Dan, pada tahap tertentu, sikap pamer harta bisa memperuncing pelbagai macam problem sosial akibat ketimpangan yang masih sangat tinggi.
Pada waktu-waktu lampau, sikap pamer harta tentu juga sudah sering terjadi. Tapi pada era media sosial yang sedemikian cepat, bebas, dan terbuka seperti sekarang, sikap pamer harta dengan mudah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat sekaligus memperlihatkan jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin.
Persoalannya adalah, sikap pamer harta bisa memunculkan atau bahkan melanggengkan semangat memperkaya diri dengan menghalalkan segala macam cara sehingga mendapatkan harta secara haram dianggap sebagai hal biasa. Pada tahap tertentu, inilah yang bisa menjelaskan persoalan korupsi yang semakin ke sini justru semakin menjadi-jadi.
Dalam kondisi seperti di atas, kehidupan berbangsa dan bernegara sungguh berada dalam bahaya. Bahkan bisa dikatakan hal ini lebih berbahaya daripada ancaman dan kekuatan penjajah sekalipun. Sebab bahaya yang ada sekarang datang dari masyarakat itu sendiri, bahkan abdi, penggawa, dan para pemimpin negeri ini.
Di sinilah pentingnya semangat kesejatian diri yang berada di balik ibadah puasa sebagaimana telah disampaikan di atas. Melalui semangat kesejatian diri, puasa bisa membangun pribadi-pribadi yang jujur, tahu batasan, tahu diri, dan tidak menghambakan diri pada hawa nafsu dan kekuasaan.
Hanya di tangan pribadi-pribadi yang tangguh dan unggul seperti inilah kehidupan berbangsa dan bernegara akan berjalan sesuai dengan cita-cita para pendiri, yaitu menjadi negeri yang berketuhanan, berperikemanusiaan, menjaga persatuan, menjalankan permusyawaratan, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Lihat Juga: Program Berkah Ramadan, BPKH Salurkan Dana Hasil Investasi untuk Umat hingga Rp12,6 Miliar
(bmm)