Membangun Kesejatian Diri dan Negeri
loading...
A
A
A
Di kalangan dunia tasawuf dikenal istilah yang sangat masyhur, man ‘arafa nafsahu ‘afara rabbahu (orang yang mengenal dirinya bisa mengenal Tuhannya). Istilah ini hendak menekankan betapa kesejatian diri seseorang sangat penting hingga kesejatian diri bisa menjadi pintu untuk mengenal dan mengetahui Tuhan secara lebih utuh.
Secara spiritual, manusia memiliki dimensi rohaniyang senantiasa baik dan suci. Namun dimensi ini tak jarang terbelenggu oleh dimensi lain yang juga ada dalam diri manusia, yaitu dimensi jasmani.
Dua dimensi ini senantiasa saling berbisik dan saling berperang untuk menguasai diri manusia. Peperangan ini lebih ganas dan lebih dahsyat daripada sejarah perang apa pun yang pernah ada di muka bumi. Dalam Islam, perang ini disebut dengan istilah perang paling akbar (jihadul akbar), yaitu perang melawan hawa nafsu (mujahadatun nafs).
Pada tahap tertentu, ibadah puasa bisa dikatakan sebagai syariat dan ketetapan Allah untuk melatih manusia agar memenangkan dimensi rohanidalam dirinya.
Setelah satu tahun manusia larut dalam pelbagai macam hedonisme kehidupan, kerlap-kerlip syahwat, dan lemak-lemak makanan yang nyaris tanpa batas, puasa datang untuk membatasi dan menghancurkan belenggu syahwat yang ada. Manusia diwajibkan untuk tidak makan dan tidak minum selama satu hari penuh.
Pertanyaannya adalah, kenapa makan-minum dan syahwat yang diatur? Jawabannya adalah karena makanan dan minuman tak ubahnya infrastruktur dasar bagi kejayaan dimensi jasmani. Makanan dan minuman adalah sumber energi syahwat. Sebagaimana makanan dan minuman menjadi pijakan dasar segala macam bentuk syahwat.
Setelah makanan dan minuman terpenuhi, terlebih secara berlebihan, maka segala macam syahwat pun akan berkembang secara liar. Karena itu, Islam mengajarkan kepada umat Islam berpuasa untuk mengendalikan nafsu, di luar puasa wajib di bulan Ramadan.
Sesungguhnya makanan dan minuman juga dibutuhkan untuk membangun kejayaan rohani. Tapi makanan dan minuman yang dibutuhkan untuk dimensi ini hanyalah secukupnya.
Dan inilah salah satu hikmah yang ada di balik ibadah puasa, memaksa manusia makan dan minum secara cukup saja tanpa melebihi kebutuhan yang ada.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, semangat membangun kembali kesejatian diri menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Sikap pamer harta kekayaan seakan menjadi kebiasaan dan kepuasan “si kaya”di tengah derita tak bertepi kaum miskin.
Secara spiritual, manusia memiliki dimensi rohaniyang senantiasa baik dan suci. Namun dimensi ini tak jarang terbelenggu oleh dimensi lain yang juga ada dalam diri manusia, yaitu dimensi jasmani.
Dua dimensi ini senantiasa saling berbisik dan saling berperang untuk menguasai diri manusia. Peperangan ini lebih ganas dan lebih dahsyat daripada sejarah perang apa pun yang pernah ada di muka bumi. Dalam Islam, perang ini disebut dengan istilah perang paling akbar (jihadul akbar), yaitu perang melawan hawa nafsu (mujahadatun nafs).
Pada tahap tertentu, ibadah puasa bisa dikatakan sebagai syariat dan ketetapan Allah untuk melatih manusia agar memenangkan dimensi rohanidalam dirinya.
Setelah satu tahun manusia larut dalam pelbagai macam hedonisme kehidupan, kerlap-kerlip syahwat, dan lemak-lemak makanan yang nyaris tanpa batas, puasa datang untuk membatasi dan menghancurkan belenggu syahwat yang ada. Manusia diwajibkan untuk tidak makan dan tidak minum selama satu hari penuh.
Pertanyaannya adalah, kenapa makan-minum dan syahwat yang diatur? Jawabannya adalah karena makanan dan minuman tak ubahnya infrastruktur dasar bagi kejayaan dimensi jasmani. Makanan dan minuman adalah sumber energi syahwat. Sebagaimana makanan dan minuman menjadi pijakan dasar segala macam bentuk syahwat.
Setelah makanan dan minuman terpenuhi, terlebih secara berlebihan, maka segala macam syahwat pun akan berkembang secara liar. Karena itu, Islam mengajarkan kepada umat Islam berpuasa untuk mengendalikan nafsu, di luar puasa wajib di bulan Ramadan.
Sesungguhnya makanan dan minuman juga dibutuhkan untuk membangun kejayaan rohani. Tapi makanan dan minuman yang dibutuhkan untuk dimensi ini hanyalah secukupnya.
Dan inilah salah satu hikmah yang ada di balik ibadah puasa, memaksa manusia makan dan minum secara cukup saja tanpa melebihi kebutuhan yang ada.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, semangat membangun kembali kesejatian diri menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Sikap pamer harta kekayaan seakan menjadi kebiasaan dan kepuasan “si kaya”di tengah derita tak bertepi kaum miskin.