Ketum PP Muhammadiyah: Puasa Mampu Taklukkan Hawa Nafsu dan Segala Keangkuhan Diri

Selasa, 12 Maret 2024 - 09:03 WIB
loading...
Ketum PP Muhammadiyah:...
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan puasa mampu menaklukkan hawa nafsu dan segala keangkuhan diri yang merasa serba digdaya untuk tetap menjadi insan biasa. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah , Haedar Nashir memberikan pesan menyambut Ramadan 1445H/2024M. Muhammadiyah diketahui menjalani ibadah puasa pada Senin (11/3/2024) berbeda dengan pemerintah dan PBNU pada Selasa (12/3/2024).

Walaupun begitu, Haedar meminta umat Islam untuk tidak bertengkar karena perbedaan. Sebab perbedaan itu adalah hikmah.

"Puasa Ramadan datang kembali. Marhaban ya Ramadan! Setiap muslim, betapapun kadang atau sering berbeda awal memulai puasa atau shaum Ramadan, jangan lupa tujuan berpuasa yakni menjadi insan yang semakin bertaqwa. Tidak perlu bertengkar karena perbedaan. Lebih-lebih yang berpotensi menghilangkan makna, hakikat, dan fungsi utama berpuasa," ujar Haedar dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Selasa (12/3/2024).

Menurutnya, sungguh merugi bila berpuasa diwarnai perselisihan yang dapat merusak puasa itu sendiri. Bukankah setiap muslim diajari tasamuh atau toleransi dalam perbedaan.

"Bila berbeda keyakinan beragama saja mampu bertoleran, kenapa dalam perbedaan praktik beribadah sesama muslim mesti berselisih yang mengarah konflik. Jika muslim sedang berpuasa diajak bertengkar, bukankah Nabi mengajarkan agar menahan diri, “inni sha’imun”. Aku sedang berpuasa!," tuturnya.

Lantas dia, menyebut bahwa puasa akan menjadi mikraj ruhani tertinggi menuju taqwa bilamana puasanya menurut Imam Al-Ghazali mencapai tingkatan khawas al-khawas, yakni puas khusus bagi orang yang khusus. Itulah puasa tingkat istimewa.

Dimana puasa istimewa yang dimaksud adalah mampu menaklukkan hawa nafsu dan segala keangkuhan diri yang merasa serba digdaya untuk tetap menjadi insan biasa.

"Tuhan melarang manusia angkuh diri atau sombong. Manusia sombong sabda Nabi, cirinya dua yakni merasa diri paling benar dan suka merendahkan orang lain (HR Muslim)," paparnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa dalam beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan relasi kemanusiaan semesta mereka yang sombong merasa paling digdaya, paling benar, dan paling baik melebihi yang lain. Pihak atau orang lain dianggapnya lemah, buruk, salah, sesat, dan sederet sifat negatif lainnya.

"Mereka yang berbeda pandangan dengan dirinya dianggap keliru, salah, dan nirkebenaran. Karena angkuh diri, ketika dikritik akan muncul pertahanan diri (self-defense mechasnism) yang tinggi, padahal dirinya terbiasa mengeritik orang lain," katanya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1748 seconds (0.1#10.140)