Gejolak Konsumsi dan Inflasi Ramadhan
loading...
A
A
A
Edy Purwo Saputro
Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta
KURANG sepekan lagi bulan suci Ramadhan tiba, tepatnya Kamis, 23 Maret 2023. Menjelang puasa harga sejumlah komoditas pangan pun naik dan berpotensi memicu inflasi Ramadhan-Lebaran.
Terkait ancaman inflasi musiman Ramadhan-Lebaran, Presiden Joko Widodo pernah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Melalui perpres ini diharapkan harga sembako selama Ramadhan-Lebaran bisa terkendali. Sayangnya, regulasi ini juga tidak bisa meredam gejolak harga sehingga ancaman inflasi musiman saat puasa dan Lebaran masih terjadi.
Baca Juga: koran-sindo.com
Terkait fakta ini: mengapa Ramadhan menjadi ancaman inflasi? Pertanyaan ini tidak lepas dari realitas bahwa selama Ramadhan terjadi perubahan perilaku konsumsi yang dilakukan mayoritas umat Islam.
Tingginya inflasi Ramadhan-Lebaran secara tidak langsung mengindikasikan “kegagalan” menahan nafsu, terutama nafsu perut. Padahal kualitas dan keberhasilan berpuasa salah satu indikatornya adalah keberhasilan menahan nafsu. Jadi harus ada komitmen reorientasi terkait niat menjalankan puasa sehingga ancaman inflasi Ramadhan-Lebaran bisa direduksi.
Relevan dengan ancaman laju inflasi selama Ramadhan, inflasi Maret-April 2023 justru diprediksi akan tinggi. Terkait ini, Badan Pusat Statistik (BPS) meyakini bahwa puncak inflasi 2023 akan terjadi di April yang tidak lain adalah Lebaran. Karena itu, tidak salah jika Ramadhan selalu identik dengan ancaman inflasi musiman. Indikasi ini terlihat dari laju harga pada Maret 2023 yang merangkak naik.
Meski data menunjukkan bahwa inflasi tahun kalender Januari-Februari 2023 masih aman, tetapi ancaman terhadap belit inflasi Ramadhan–Lebaran tetap tidak bisa diremehkan.
Data inflasi Januari 2023 mencapai 0,34% (month-to-month/mtm) lebih rendah dari inflasi Desember 2022 yaitu 0,66% (mtm) dan inflasi Februari 2023 yaitu 0,16% (mtm). Data inflasi Ramadhan-Lebaran per April 2022 yaitu 0,95% (tertinggi Ramadhan sejak 2017) dan inflasi Mei 2021, yaitu 0,32% (dampak Ramadhan-Lebaran). Bandingkan inflasi musiman Ramadhan-Lebaran Juni 2017 sebesar 0,69%, Ramadhan-Lebaran 2016 yaitu Juli 0,69% dan periode 2015 dan 2014 pada Juli sama, yaitu 0,93%.
Distribusi
Fakta ini mengindikasikan antisipasi melalui distribusi seharusnya cepat dilakukan, tidak hanya berupa operasi pasar. Ironisnya, meski pemerintah selalu menyampaikan jaminan ketersediaan pasokan barang kebutuhan konsumsi, laju inflasi tetap tidak terkendali dan hal ini bisa berdampak serius terhadap ancaman kemiskinan akibat belit inflasi yang tidak terjangkau oleh daya beli.
Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta
KURANG sepekan lagi bulan suci Ramadhan tiba, tepatnya Kamis, 23 Maret 2023. Menjelang puasa harga sejumlah komoditas pangan pun naik dan berpotensi memicu inflasi Ramadhan-Lebaran.
Terkait ancaman inflasi musiman Ramadhan-Lebaran, Presiden Joko Widodo pernah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Melalui perpres ini diharapkan harga sembako selama Ramadhan-Lebaran bisa terkendali. Sayangnya, regulasi ini juga tidak bisa meredam gejolak harga sehingga ancaman inflasi musiman saat puasa dan Lebaran masih terjadi.
Baca Juga: koran-sindo.com
Terkait fakta ini: mengapa Ramadhan menjadi ancaman inflasi? Pertanyaan ini tidak lepas dari realitas bahwa selama Ramadhan terjadi perubahan perilaku konsumsi yang dilakukan mayoritas umat Islam.
Tingginya inflasi Ramadhan-Lebaran secara tidak langsung mengindikasikan “kegagalan” menahan nafsu, terutama nafsu perut. Padahal kualitas dan keberhasilan berpuasa salah satu indikatornya adalah keberhasilan menahan nafsu. Jadi harus ada komitmen reorientasi terkait niat menjalankan puasa sehingga ancaman inflasi Ramadhan-Lebaran bisa direduksi.
Relevan dengan ancaman laju inflasi selama Ramadhan, inflasi Maret-April 2023 justru diprediksi akan tinggi. Terkait ini, Badan Pusat Statistik (BPS) meyakini bahwa puncak inflasi 2023 akan terjadi di April yang tidak lain adalah Lebaran. Karena itu, tidak salah jika Ramadhan selalu identik dengan ancaman inflasi musiman. Indikasi ini terlihat dari laju harga pada Maret 2023 yang merangkak naik.
Meski data menunjukkan bahwa inflasi tahun kalender Januari-Februari 2023 masih aman, tetapi ancaman terhadap belit inflasi Ramadhan–Lebaran tetap tidak bisa diremehkan.
Data inflasi Januari 2023 mencapai 0,34% (month-to-month/mtm) lebih rendah dari inflasi Desember 2022 yaitu 0,66% (mtm) dan inflasi Februari 2023 yaitu 0,16% (mtm). Data inflasi Ramadhan-Lebaran per April 2022 yaitu 0,95% (tertinggi Ramadhan sejak 2017) dan inflasi Mei 2021, yaitu 0,32% (dampak Ramadhan-Lebaran). Bandingkan inflasi musiman Ramadhan-Lebaran Juni 2017 sebesar 0,69%, Ramadhan-Lebaran 2016 yaitu Juli 0,69% dan periode 2015 dan 2014 pada Juli sama, yaitu 0,93%.
Distribusi
Fakta ini mengindikasikan antisipasi melalui distribusi seharusnya cepat dilakukan, tidak hanya berupa operasi pasar. Ironisnya, meski pemerintah selalu menyampaikan jaminan ketersediaan pasokan barang kebutuhan konsumsi, laju inflasi tetap tidak terkendali dan hal ini bisa berdampak serius terhadap ancaman kemiskinan akibat belit inflasi yang tidak terjangkau oleh daya beli.